Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Mengapa Ruki Tidak Menolak?

5 Maret 2015   22:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:07 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_371581" align="aligncenter" width="514" caption="Plt Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki (foto; tribunkupang)"][/caption]

Aktual dan menarik sekali artikel kompasianer Abanggeutanyo yang di-HL-kan admin hari ini, tentang terjadinya musibah gara-gara Ruki Diangkat Menjadi Plt Ketua KPK oleh Presiden Jokowi. Di sini antara lain dijelaskan bahwa sebenrnya Ruki adalah tokoh yang (1). tidak bersemangat atau tidak antusias, (2). tidak bernyali atau memilih jalur konservatif, (3). jabatan sebagai ketua KPK adalah musibah, dan dugaan musibah itu terbukti dengan dilimpahkannya kasus Komjen Budi Gunawan (BG) ke Kejaksaan Agung.

Atas kejadian ini, banyak sinisme yang bermunculan dari berbagai lapisan masyarakat. Mulai dari masyarakat di tingkat bawah hingga para tokoh kaliber nasional angkat bicara sebagaimana banyak dilansir berbagai media, seperti Romo Beni menganggap Sikap Ruki, membuat hukum mati suri (MetrotvNews 5/3/2015), KPK Belum Aman, Kinerja Ruki Dipertanyakan (citizendailynet 22/2/2015), Jatuhkan Moral Internal KPK, Ruki Dituntut Mundur (rimanews.com 5/3/2015), Pegiat anti Korupsi Sulsel Kecam Pernyataan Ruki Soal KPK Kalah (Kompas 2/3/2015), Sikap Ruki Memalukan dan Menyakitkan (jakartagrater.com 5/3/2015) dan masih ada ratusan bahkan mungkin ribuan judul berita / artikel dan ciciran masyarat di medsos yang menghujat Ruki yang dianggap tidak kompatibel dengan semangat KPK yang didambakan oleh sebagian besar bangsa Indonesia.

Menurut mantan pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Penggabean Kasus pelimpahan ini juga dinilai melanggar UU KPK. sebab Sebelum kasus dilimpahkan, seharusnya ada gelar perkara bersama terlebih dahulu antara KPK, Polri, dan Kejaksaan, sesuai dengan Undang-Undang KPK. sementara hingga saat ini gelar perkara tersebut belum dilakukan. Pelimpahan kasus dari KPK ke Kejaksaan sebenarnya bukan sesuatu yang luar biasa. Pasalnya, hal itu memang diatur dalam UU KPK. Hanya saja seharunya ada gelar perkara terlebih dahulu.

Pernyataan senada juga disampaikan mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua. Pelimpahan kasus tersebut menggunakan payung hukum UU 30/2002 tentang KPK. Meski demikian, dia tidak setuju jika nantinya Kejaksaan Agung melimpahkan kasus kembali ke Bareskrim Polri. Di sisi lain, KPK diminta tetap melakukan perlawanan terhadap serangan balik para koruptor dan segala bentuk pelemahan. Salah satu bentuk perlawanan yang dapat dilakukan adalah mengajukan upaya hukum luar biasa, yakni peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas putusan praperadilan yang diajukan oleh BG.

Juga adanya sudah kriminalisasi terhadap pimpinan dan sejumlah penyidik KPK juga menjadi pertanda adanya usaha pelemahan lembaga antirasuah itu. KPK masih memiliki peluang untuk mengajukan PK ke MA. Namun selama proses PK berjalan, penanganan kasus BG yang telah dilimpahkan ke Kejaksaan Agung tetap berjalan. Baru kekita MA mengabulkan PK tersebut, KPK dapat kembali mengambil alih kasus tersebut.

Seperti disampaikan Tumpak, bahwa pelimpahan itu bukan hal yang luar biasa, karenanya Ruki sendiri begitu santai menanggapi semua itu. Simpulan tanggapannya adalah : “Kalau Presiden menilai saya tidak firm (Inperforma -red,) saya dengan senang hati. Toh saya juga tidak mencari kerja,” ujar Plt pimpinan KPK itu dengan entengnya, tanpa beban dan tanpa dosa. Tapi di sisi lain, dirinya sangat merasa bagian dari KPK. hal itu dibuktikan dengan ikut menandatangani petisi yang dibuat oleh para pegawai KPK atas penolakan pelimpahan BG ke kejaksaan.

Yah, Ruki menjadi sosok yang kontroversial dalam tubuh KPK, siapakah yang telah berjasa menetapkan Ruki pada posisi tersebut? Presidenkah, Wapreskah, Dewan pertimbangan Presidenkah, usulan DPR kah atau ada desakan khusus dari kekuatan tertentu mengajukannya sebagai jalur bebas hambatan menuju tercapainya impian “win-win solution” dalam menyikapi perseteruan KPK dan Polri? Kontroversi Ruki tentu tidak lepas dari berbagai kepentingan plus Ruki sendiri digambarkan oleh berbagai pihak, jika ia tetap melanjutkan kasus BG, sama artinya dengan “jeruk minum jeruk”.

Belum lagi Ruki hanya lah seorang purnawirawan jenderal bintang dua (irjen), sementara yang harus dihadapi seorang BG yang notabene jenderal aktif bintang 3 (komjen), jelas si bintang dua pantas kalah dulu sebelum bertanding dengan jenderal bintang tiga. Ini tentunya sudah sangat disadari oleh yang bersangkutan. Lepas dari siapa yang yang memiliki peran penting dalam penunjukan Ruki sebagai Plt ketua KPK, mestinya dengan adanya kesadaran bahwa ia akan di hadapkan pada peristiwa “jeruk minum jeruk”, jauh-jauh hari saat ada sinyal dirinya akan ditunjuk menjadi Plt Ketua KPK, mestinya ia bisa menolak, dengan berbagai alasan yang bisa dipertanggungjawabkan. Bukan menerima mandat lalu lempar handuk, terus pimpinan KPK itu menggorok leher sendiri.

Apakah Ruki merasa malu? Sebenarnya jika hal itu baru merupakan sinyal yang belum terpublikasikan, tentulah tidak perlu malu. Atau jangan-jangan hal ini memang sudah ada yang “mendalangi” dan menekan Ruki agar tetap menjadi Plt Ketua KPK dengan menjalankan segala prosedur dan aturan main sesuai pesanan pihak-pihak terntentu yang menginginkan “pembebasann BG” secara mulus? Jawabannya bisa jadi tidak, karena logikanya jika gugatan praperadilan dikabulkan, maka surat perentah penyidikan (sprindik) BG tidak berlaku dan itu yang (katanya) menjadi dasar pimpinan KPK melimpahkan kasus tersebut ke Kejaksaan Agung, tidak ada hubungannya dengan prosesi “pembebasan BG”, murni aturan hukum. Oya?

Entahlah! Namun melihat kenyataan ini, menjadikan sukses gugatan BG menuju pelemahan KPK secara sistemik juga hampri mendaji kenyataan, kecuali ada “keputusan ajaib” yang segera diambil oleh Presiden Jokowi sebagai “win-win solution jilid 2” untuk mengatasi “Blunder Jokowi Jilid 2” pula. Seperti saat blunder jilid pertama pencalonan BG, yang akhirnya Jokowi mengambil jalan tengah dengan membatalkan pelantikan BG, menon-aktifkan pimpinan KPK dan mengangkat (Plt) pimpinan yang baru. Namun apa lacur, pimpinan baru KPK tak bisa diharapkan apalagi diandalkan, sehingga kekhawatiran atas pelemahan KPK nyaris menjadi kenyataan dengan adanya prosesi “gorok leher sendiri” oleh pimpinan KPK itu.

Kita tunggu gebrakan Presiden Jokowi selanjutnya. Sepertinya Jokowi sudah memangil Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly ke Istana Negara dan menanyakan perihak pembentukan pansel KPK. tapi apakah pembentukan pansel ini akan dipercepat atau tidak belum ada informasi yang akurat, masih menunggu pengkajian yang matang, agar bisa menentukan waktu pembentukan pansel yang tepat. Nah, soal pengkajian, sepertinya memang butuh waktu yang tidak sebentar, minimal sama dengan menggantungnya status Cakapolri Komjen BG beberapa waktu yang lalu. Semoga Jokowi diberi ketenangan jiwa dalam mengambil keputusan terbaik untuk Indonesia. (Banyumas; 05 Maret 2015#Helet/TA)

Salam Bahagia Ala Indonesia!

Sebelumnya :

Mati Lampu, Batal Tampil Di Kompasiana TV

Saya Bukan Anak Emas Admin Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun