Mohon tunggu...
Abd. Ghofar Al Amin
Abd. Ghofar Al Amin Mohon Tunggu... wiraswasta -

|abd.ghofaralamin@yahoo.co.id|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Siapa Yang Merana Lantaran Pengesahan RUU Pilkada?

28 September 2014   06:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:14 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411835793186111773

Presiden SBY (dokumentasi pribadi)

Selain koalisi parpol pengusung Jokowi-JK yang harus gigit jari karena sidang paripurna DPR-RI telah mengesahkan RUU Pilkada menjad UU yang di dalamnya memuat tentang pelaksanaan pilkada yang tidak lagi dilaksanakan secara langsung melainkan melalui perwakilan di DPRD, KPUD dan Panitia Pengawas juga terancam dibubarkan. KPUD dan Panwaslu bisa diusulkan hanya bersifat ad hoc, sebab mereka hanya bekerja ketika pemilihan umum nasional, seperti Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Dengan demikian, KPUD dan Panwaslu tidak lagi memiliki peran sebagai penyelenggara dan pengawas pilkada. (Siti Zuhro; LIPI)

Konsekewensinya, sejumlah pengurus dan anggota PPK, PPS dan KPPS yang dalam lima tahun bisa mendapatkan job 3 kali, sejak pengesahan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tersebut juga terancam kehilangan job-nya. Mereka hanya bekerja sekali dalam 5 tahun ketika pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presdien yang rencananya akan digelar secara serentak atau bersama-sama. Hal itu juga dirasakan oleh anggota hansip/linmas di tingkat desa bahkan sejumlah pihak non-kelembagaan pemerintah juga banyak yang bakal terancam merana karena kehilangan job, siapa saja mereka?

1.Percetakan / Tukang Sablon ; Selama 5 tahun berjalan, para patahana paling rajin memasang baliho, spanduk dan stiker di ratusan bahkan ribuan titik di wilayah di mana yang bersangkutan memimpin baik menjadi bupati/walikota maupun gubernur. Para pendatang baru pun tidak mau kalah bersaing, biasanya dalam waktu 2 tahun sebelum pelaksanaan pilkada juga ikut ramai-ramai memasang baliho, spanduk dan stiker sebagai media untuk memperkenalkan diri kepada warga masyarakat calon pemilih. Siapa lagi yang diuntungkan kalau bukan pihak percetakan dan tukang sablon yang tiap hari bakal kebanjiran order pembuatan alat peraga tersebut, terlebih jika sudah mendekati hari “H”, bisa-bisa mereka menolak order karena banyaknya pesanan dari para kandidat. Nah kalau sekarang pilkada lewat DPRD, apa kira-kira para kandidat juga masih mau membuat baliho, spanduk dan stiker ratusan bahkan ribuan lembar lagi? Jawaban logisnya tentu “tidak!” Yah, para pengusaha percetakan terancam gigt jari decchh... Jobnya jadi berkurang.

2.Konveksi; Sudah jamak, jelang pelaksanaan pilkada, para kandidat biasanya juga beramai-ramai memesan ribuan bendera, kaos bahkan jaket khusus untuk para timses mulai dari ring 1 hingga ring 3. Dengan pengesahan Pilkada tak langsung, jangan harap para kandidat akan melakukan hal yang sama dengan era 10 tahun yang lalu. Alokasi dana-dana tersebut sekarang mengalirnya tentu ke kantong-kantong saku para anggota dewan yang terhormat. Yang nyimah-nyimuh bukan lagi para pengusaha konveksi, melainkan para anggota dewan bukan? Siap-siap saja konveksi kelas “mini” yang biasa dapat job tiap tahun untuk gulung tikar menutup usahanya, karena sudah tidak ada lagi pesanan bendera,kaos dan jaket... hehe...

3.Relawan; Selain tim sukses bentukan atau naungan partai politik dan atau koalisi parpol pengusung, biasanya para kandidat kepala daerah juga membentuk pasukan relawan di semua tingkatan, bahkan terkadang bisa lebih dari satu kelompok, misal ada Relawan Kodok Ijo, nanti ada lagi Relawan Semut Merah dan seterusnya. Relawan-relawan seperti ini sebenarnya hanya istilah untuk memperhalus saja, karena yang sebenarnya mereka adala Tim Sukses Berbayar. Kalau kandidatnya berkantong tebal, para pengurus dan anggota timses ini bisa mendapatkan imbalan finansial yang cukup lumayan dari kandidat bahkan hingga tim di tingkat desa sekalipun. Seorang koordinator relawan tingkat desa bisa mendapatkan hp baru secara cuma-cuma, plus fasilitas lainnya, lengkap biaya operesional antara hingga 1 juta per bulan, selama kurun waktu 2-4 bulan. Hal yang sama juga diterima oleh koordinator tingkat kecamatan dengan nominal serupa, plus inventaris sepeda motor untuk linca-linci kesana kemari, koordinasi dan mempromosikan sang kandidat. Belum lagi koordinator tingkat kabupaten atau provinsi. Kalau dalam satu kabupaten ada 25 kecamatan dengan 300 desa dan 2.500 TPS di dalamnya, maka tiap kali ada perhelatan pilkada dengan 3 pasang kandidat saja, maka akan ada sekitar 8.475 relawan yang bekerja untuk memangangkan kandidatnya masing-masing. Ingat, relawan ini tidak gratisan, jadi kalau pilkada nantinya benar-benar lewat DPRD, ribuan orang di tiap-tiap kabupaten/kota terancam kehilangan pekerjaan musiman sebagai Tim Sukses Berbayar.

4.Hotel/Rumah Makan; Dimulai dari pembentukan tim sukses dan relawan, pembekalan anggota timses, relawan, saksi serta semua rangkaian kegiatan pencalonan kepala daerah tidak bisa lepas dari yang namanya hotel dan rumah makan, karena mayoritas kegiatan-kegiatan di atas dilaksanakan di kedua tempat tersebut dengan rangkaian acara pidato-pidato, makan-makan, trus bagi-bagi amplop. Rumah / warung makan di pinggiran pun kut kebagian berkahnya manakala timses dan relawan tingkat kecamatan melakukan koordinasi, kalaupun tidak dihelat di rumah makan, minimal mereka dapat order katering mulai dari snack sampai pesanan ratusan paket “makan siang” dari para timses dan relawan. Nah, besok-besok mungkin hotel dan rumah makan baik musim pilkada ataupun tidak, omsetnya tetap sama.. hehe..

5.Lembaga Survey; Nah, dalam 10 tahun terakhir sejak era reformasi digulirkan, lembaga survey menjamur di mana-mana, selain bekerja melakukan survey elektabilitas kandidat, tidak jarang mereka juga menjadi konsultan bahkan timses bagi pasangan kandidat tertentu. Pundi-pundi rupiah terus mengalir ke kantong lembaga survey sesuai dengan teken kontrak dengan para kandidat. Usai pengesahan UU Pilkada, sejumlah lembaga survey, terutama lembaga survey “instan” terancam gulung tikar, karena sudah tidak ada job lagi. Lagi-lagi ratusan, bahkan ribuan relawan yang biasa bekerja untuk berbagaii lembaga survey ikut terancam kehilangan jobnya.. nasiib-nasiiiibbbb.......

Yang ke-6, ke-7 dan seterusnya silahkan pembaca menambahkan sendiri. Namun demikian, hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan, karena baru bersifat kemungkingan-kemungkinan saja. Kepastiannya menunggu Pak SBY, sebab jika Pak SBY tidak menyetujui pengesahan RUU Pilkada menjadiUU, maka RUU tersebut batal alias gagal maning-gagal maning. Tapi jika kemudian Pak SBY menyetujuinya, sejumlah elemen masyarakat telah bersiap-siap untuk mengajukan judicial review ke MK. So, jadi prosesnya masih lama.. kita tunggu saja Pak SBY yang jadi kuncinya... (Banyumas; 27 September 2014)

Salam Kompasiana!

Sebelumnya;

·Web Pendataan PAUDNI Acak-Acakan

·Jangan Paksa Anak Kelas 2 SD Berkonsep Ala Orang Dewasa!

Siapa Yang Merana Lantaran Pengesahan RUU Pilkada?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun