Musik adalah harmoni suara. Sebagaimana suara, ia memiliki konotasi. Musik jenis apapun, oleh penyukanya, biasanya mampu mengkonotasikan waktu, tempat dan peristiwa. Maka tak jarang, pada saat mendengar musik, dalam frekuensi perasaan tertentu, seseorang dapat tiba-tiba masuk dalam relung waktu dan ruang yang lain.Â
Kesadarannya ditarik ke satu masa, waktu  atau peristiwa. Nada-nada itu kemudian menuntun mereka menziarahi makam-makam hati, jejak-jejak nurani,  dan pecahan-pecahan memori yang kadas di dasar sanubari. Kemudian mereka tiba-tiba bisa menertawakan atau menangisi sebuah peristiwa.
Musik mengikat potongan-potongan rasa, menjadi simpul-simpul makna yang subjektif bagi setiap jiwa.  Maka tak heran, dengan musik, seseorang bisa sejenak menata perasaannya,  atau melampiaskannya, atau  menyandarkannya (relaksasi), atau bahkan  merevisi harapannya.
Di sisi lain, musik juga dapat menjadi jembatan artikulasi yang indah tapi sederhana, dimana bahasa dan kata, tertunduk lesu tak berdaya saat menjelaskan rasa secara kualitatif, seperti cinta, sakit, rindu, benci dan penyerahan diri. Ada sesuatu di palung jiwa yang terperangkap dalam teralis bahasa, yang hanya bisa selamatkan oleh nada.
Pada eskalasi tertentu, musik adalah kerja para pengelana. Ialah suara yg mengiringi rindu para peziarah..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H