Kesetaraan gender dapat diartikan sebagai perlakuan yang adil dan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemberian kesempatan yang sama pada segala aspek kehidupan. Namun, realitasnya, kesenjangan gender masih ada di berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam kebijakan publik.Â
Dengan adanya perkembangan teknologi yang pesat dan mudah dikases, komunikasi digital dapat menjadi alat yang efektif dalam memperkuat advokasi kebijakan yang berfokus pada kesetaraan gender. Salah satunya adalah dengan menggunakan teknik-teknik seperti penggunaan media sosial, blog, dan strategi kampanye online dari berbagai khalayak masyarakat yang menjadikan penyampaian informasi dapat tersebar secara cepat dan luas.
Pemerintah Indonesia telah memberikan kebijakan untuk melindungi masyarakat tentang keberagaman dan toleransi terhadap nilai-nilai kekerasan tersebut. Hal ini dengan diterbitkannya Undang-Undang No 7 Tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. Bahkan Indonesia juga mengirimkan wakil untuk bergabung didalam komite Convention on The Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW). yaitu komite yang bertugas untuk mengawal pelaksanaan hasil konvensi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang nilai-nilai kesetaraan bersama wakil dari berbagai negara.
Advokasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai pembelaan. Kaminski dan Walmsley, 1995 (dalam Dadi J.I. 2019) mengemukakan bahwa advokasi adalah suatu aktivitas yang menunjukkan keunggulan pekerjaan sosial berbanding profesi lain. Kemudian, di dalam buku terbitan Insist Pers (2002) yang berjudul "Kisah-kisah advokasi di Indonesia" secara eksplisit membenarkan pengertian advokasi sebagai aksi-aksi sosial, politik dan kultural yang dilakukan secara sistematis, terencana dan dilakukan secara kolektif, melibatkan berbagai strategi termasuk lobby, kampanye, bangun koalisi, tekanan aksi massa serta penelitian yang ditujukan untuk mengubah kebijakan dalam rangka melindungi hak-hak rakyat dan menghindari bencana buatan manusia (dalam Dadi J.I. 2019). Sehingga advokasi kebijakan dapat diartikan sebagai serangkaian upaya yang terencana dan terarah untuk mempengaruhi orang lain dalam perubahan kebijakan yang diharapkan dengan jaminan hukum yang efektif untuk perlindungan dan pemenuhan hak-hak rakyat.
Peningkatan komunikasi dalam implementasi advokasi kebijakan kesetaraan gender di Indonesia saat ini,tentu masih banyak tantangan dan hambatan yang perlu diatasi untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih baik, diatara tantangan dan hambatan tersebut adalah, akses yang terbatas, salah satu tantangan utama dalam komunukasi digital adalah terbatasnya akses teknologi dan internet, terutama didaerah yang terpencil, hal ini menyebabkan kesenjangan digintal antara yang memiliki dan tidak memiliki akses. Karena untuk memperkuat advokasi kesetaraan gender dalam komunikasi digital, penting untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses yang sama dengan teknologi dan internet. Ketidakmampuan teknologi, selain akses terbatas, ketidakmampuan teknologi juga bisa menjadi hambatan dalam komunikasi digital, misalnya banyak generasi tua yang tidak terbiasa dengan teknologi digital sehingga penting untuk menyediakan pelatihan dan pendidikan tentanagn penggunaan teknologi digtal terhadap masyarakat luas, agar mereka mampu memanfaatkanya dalam memperkuat advokasi kebijakan kesetaraan gender.
Kemudian banyaknya konten yang tidak tepat, yang cenderung untuk menyajikan konten merugikan terkait isu-isu gender, contohnya beberapa konten yang muncul dan tersebar dimedia sosial dalam mempromosikan kekerasan terhadap perempuan, dengan demikian penting untuk memmastikan bahwa komunikasi digital yang digunakan daam advokasi kebijakan kesetaraan gender menyajikan konten yang mendukung kesetaraan dan juga menghormati hak-hak perempuan
Peran komunikasi digital dalam memperkuat advokasi kebijakan kesetaraan gender menjadi faktor pemdukung proses implementasi kebijakan, komunikasi digital yang telah mengalami perkembangan pesat, menjadikan internet dan media sosial menjadi alat yang efektif untuk menyebarkan informasi dan membangun opini publik. Dalam kontesk kesetaraan gender, komunikasi digital dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kesadaran tentang isu-isu gender, memperkuat advokasi kebijakan, dan memobilisasi dengan mempengaruhi berbagai dukungan masyarakat dalam upaya memperkuat kebijakan kesetraaan gender.
Sebagai contoh studi kasus kesetaraan gender di Indonesia adalah tentang korban seorang buruh perempuan dalam kesetaraan gender di lingkungan kerja, dalam artikel (Yasmin Amelia A.dkk.Tahun 2020). Disebutkan ada seorang buruh perempuan yang bekerja di perusahaan produsen es krim yaitu Perseroan Terbatas PT. Alpen Food Industry (AFI) atau Aice, perempuan tersebut bernama Elitha Tri Novianty yang mempunyai riwayat penyakit endometriosis. Perempuan berusia 25 tahun ini sudah berusaha mengajukan pemindahan devisi kerja karena penyakit endometriosisnya kambuh. Tapi apa daya, perusahaan justru mengancam akan menghentikannya dari perkerjaan Elitha terdesak dan tidak punya pilihan lain selain terus melanjutkan bekerja, yang pada akhirnya dia pun mengalami pendarahan hebat akibat bobot pekerjaanya yang berlebihan. Elitha terpaksa melakukan operasi kuret, yang berarti jaringan dalam rahimnya diangkat.
Elitha menjadi satu dari sekian banyaknya pekerja perempuan dimana haknya terabaikan oleh Perusahaan Aice. Hal yang perlu dilakukan untuk peningkatan kesetaraan gender dalam kasus ketenagakerjaan tersebut antara lain: Harus mengutamakan adanya penegakan hukum mengenai kesetaraan gender untuk ketenagakerjaan yaitu dengan adanya pemberian sanksi berat untuk pelaku pelanggaran sesuai peraturan yang sudah ditetapkan. Selalu melakukan kordinasi dengan sistem pengawasan agar dalam mengupayakan penegakan hukum dan pemberian sanksi terlaksana dengan baik. Selain itu juga harus dapat meningkatkan kesadaran mengenai hak dan kewajiban untuk para calon pekerja sebelum memulai dalam dunia pekerjaan agar tidak merugikan diri sendiri dan Perusahaan yang terkait.
Strategi komunikasi digital untuk meningkatkan advokasi kebijakan terkait implemntasi kesetaraan gender di Indonesia masih sulit dilakukan secara menyeluruh,karena ketimpangan gender yang merupakan masalah krusial dan belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. (Santosa dalam Harirah Z.2023), salah satu langkah yang diambil pemerintah untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah melaui kebijakan pengarustamaan gender (PUG) yang menjadi strategi untuk mewujudkan kesetaraan gender melalui kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan yang dimulai tahap perencanaan sampai evaluasi. Artinya, Pemerintah Indonesia sudah berupaya untuk memberikan perlindungan tenaga kerja perempuan dan mengurangi kesenjangan gender melalui suatu tindakan resmi atau ratifikasi hukum internasional dengan membuat peraturan hukum nasional. Perlindungan yang diberikan pemerintah melingkupi keselamatan dan kesehatan kerja, kebebasan untuk berserikat dan berdemokrasi di tempat kerja, perlindungan terhadap diskriminasi dan perlindungan pemenuhan hak-hak dasar pekerja. Sehingga melaui upaya dan strategi komunikasi digital yang efektif, diharapkan untuk dapat mencapai tujuan dalam peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender.
Dengan adanya komunikasi digital, diharapkan dapat menjadi alat untuk memperkuat advokasi kebijakan dalam upaya peningkatan kesetaraan gender. Melalui komunikasi digital kesadaran mengenai isu-isu gender dapat ditingkatkan dengan advokasi kebijakan yang dapat diperkuat dari dukungan masyarakat. Melalui penerapan kebijakan yang tepat dan penggunaan alat-alat digital yang efektif, kita dapat mencapai perubahan yang lebih baik dalam mengatasi masalah kesetaraan gender di Indonesia. Membangun kesadaran melalui media sosial, dalam menyampaikan ide dan opini kepada publik yang lebih luas, menciptakan konten berkualitas, menggunakan data dan statistik, serta menggunakan petisi online dalam perlindungan terhadap diskriminasi pemenuhan hak-hak dasar gender merupakan beberapa strategi yang dapat kita terapkan dalam impelemntasi komunikasi advokasi kebijakan kesetaraan gender.