Mohon tunggu...
Angga Bagus Bismoko
Angga Bagus Bismoko Mohon Tunggu... Peneliti di Pusat Penelitian Sumber Daya Regional - LIPI -

Seseorang yang sedang bekerja sebagai pencari masalah dan mencoba memberikan solusi atas permasalahan itu. Sedang tertarik mendalami politik ekonomi internasional dan isu ketahanan pangan di Asia Tenggara.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Peran Taktis Warung dalam Pembangunan Ibu Kota

5 Februari 2017   08:26 Diperbarui: 7 Februari 2017   14:53 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahukah Anda jika warung-warung makan merupakan salah satu "penopang" pembangungan di Jakarta? Ya, saya yakin sebagian dari Anda sudah tahu akan hal itu, namun saya akan menuangkannya dalam bentuk tulisan agar lebih banyak lagi orang sadar akan itu. Ya, mencoba mengamati dari sudut pandang berbeda.

Berbicara pembangunan Jakarta memang tidak pernah ada habisnya. Menyadari hal itu, sesungguhnya hampir setiap hari perjalanan kita disuguhkan pemandangan berbagai fasilitas dan bangunan baru yang sedang dirampungkan pengerjaannya. Ya, Ibu Kota seolah dituntut secara prima menghadirkan berbagai fasilitas yang memudahkan para penghuninya untuk menikmati kehidupan mereka.

Lihat saja, jalan-jalan utama Ibu Kota yang terus berbenah guna memenuhi kebutuhan para pelalu lalang yang tidak ada habisnya. Bangunan kantor-kantor, mall dan restoran berdiri megah seolah mengabarkan bahwa disitulah tempat kita mencari dan menghabiskan uang. Namun, sadarkah kita bahwa kemegahan Jakarta dengan berbagai fasilitasnya merupakan hasil sumbangsih dari warung-warung makan yang seolah teracuhkan dari tweet atau posting kita di media sosial. Ya, memang posting status tentang warung tidak akan sekeren ketika kita mengunggah foto ketika makan di restoran. Tapi itulah warung, kecil namun senantiasa siap memberikan perubahan besar bagi Ibu Kota.

Jika Anda Tanya “apa” dan "bagaimana" peran warung-warung makan dalam pembangunan di Ibu Kota? Saya akan jawab bahwa merekalah yang “menyediakan” kebutuhan makan bagi para pekerja konstruksinya. Memang, peran yang tidak secara langsung menentukan apakah proyek pembangunan akan berjalan atau tidak secara finansial.  

Namun, jika kita sadari dan amati lebih dekat, sesungguhnya para pekerja konstruksi sebagian besar berasal dari luar Jakarta. Ketika mereka lapar, warung menjadi andalan dalam menghadirkan menu rumahan dengan harga yang tidak akan menguras pundi-pundi hasil kerja keras selama seminggu. Selain pertimbangan untuk menyimpan sebagian uang karena harus ditransfer ke keluarga di tempat asalnya, warung-warung makan seperti warteg dan warung sunda sangat mudah ditemui di sekitar lokasi mereka tinggal dan bekerja. Terlebih, warung-warung makan itu menjadi opsi paling masuk akal untuk memenuhi kebutuhan akan rasa yang pas di lidah mereka. Ya, meski bisa digunakan untuk berbohong, lidah tidak bisa dibohongi. Dan perut tidak bisa dibiarkan menunggu kosong dalam waktu lama.

Pernahkah Anda tahu atau setidaknya mendengar pernyataan “makanan dengan porsi kuli”? Ya, warung-warung inilah yang menyediakan makanan dengan porsi nasi lebih banyak dari kondisi normal orang sekali makan. Seolah menyadari, para pemilik warung paham para pekerja konstruksi ini akan memilih untuk makan nasi dalam jumlah banyak dibandingkan sayur dan lauk yang dihidangkan. 

Sangat luar biasa, tanpa perlu mengambil kuliah jurusan ekonomi atau psikologi, mereka mampu memahami kondisi dan kebutuhan para pekerja konstruksi ini. Jika dicari informasi lebih lanjut, kita akan tahu bahwa beberapa warung makan ini menawarkan opsi makan dulu, bayar disaat terima upah. Sebuah mekanisme yang sangat fleksibel dan membuat para pekerja nyaman dan kenyang makan di tempat mereka. unsur rasa saling percaya menghasilkan keuntungan dan keterikatan diantara kedua pihak. Tak sedikit pula dari mereka terdengar sangat akrab meski tidak memiliki hubungan pertemanan sebelumnya melainkan hanya urusan jual-beli. Ya, tidak sedikit pula dari mereka berasal dari daerah yang sama, dan sama-sama warga pendatang. Sehingga ketika makan disana, Anda akan menjumpai interaksi dan percakapan menggunakan dialek khas mereka. Suatu fenomena sosial yang mungkin tidak akan Anda jumpai ketika di Mall atau restoran. 

Para pemilik warung ini seolah siap menghadirkan ketenangan bagi para pekerja konstruksi untuk fokus bekerja dalam performa terbaiknya sehari-hari. Sekali lagi, pemilik warung-warung makan itu tidak dapat diabaikan dari pembangunan Ibu Kota. Bukan untuk memperoleh perhatian, namun menyadari keberadaan mereka setidaknya akan menambah sudut pandang kita dalam memahami aktor-aktor yang berperan dalam pembangunan yang lebih baik di Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun