Mohon tunggu...
Angga Bagus Bismoko
Angga Bagus Bismoko Mohon Tunggu... Peneliti di Pusat Penelitian Sumber Daya Regional - LIPI -

Seseorang yang sedang bekerja sebagai pencari masalah dan mencoba memberikan solusi atas permasalahan itu. Sedang tertarik mendalami politik ekonomi internasional dan isu ketahanan pangan di Asia Tenggara.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Menelisik Dua Menit Sebelum Hoax Menyebar

7 Februari 2017   17:43 Diperbarui: 7 Februari 2017   18:12 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: makanbakso.com

Hoax seakan jadi topik yang hangat diperbincangkan oleh setiap netizen dan bahkan media cetak akhir-akhir ini. Pada umumnya, informasi hoax menyebar melalui pesan berantai dan juga melalui website-website tertentu. Secara keseluruhan informasi hoax memang berisi informasi yang tidak benar dan tidak sedikit cenderung menyudutkan beberapa pihak. Namun informasi hoax tidak melulu soal menghancurkan citra suatu kelompok (meski saat ini demikian). Informasi hoax berujung kerugian finansial juga banyak beredar seperti undian berhadiah dan juga janji akan dinikahi oleh seorang yang mengaku pasukan militer AS kini turut meresahkan warga (ramai via Facebook).

Keadaan ini memunculkan keprihatinan bagi sekelompok orang yang melahirkan komunitas anti hoax di Indonesia bernama Komunitas Masyarakat Anti-Hoax. Mereka berkomitmen mengajak masyarakat dari berbagai lapisan khususnya netizen untuk melawan penyebaran berita palsu yang tengah menjadi krisis di negeri tercinta ini. Hal positif yang saya rasa sangat diperlukan saat ini, mari perangi informasi hoax.

Sedikit analisis saya, ada hal yang perlu ditelisik lebih dalam ketika mengamati bagaimana informasi hoax bisa cukup cepat menyebar di masyarakat. Untuk itu, saya rasa kita cukup perlu melihat 2 menit sebelum berita hoax disebarkan. Saya menduga ada hal lebih rumit yang saya sebut sebagai krisis kecenderungan pada masyarakat kita.

Krisis kecenderungan ini muncul sebagai masalah utama jauh sebelum memikirkan teknis mencegah penyebaran hoax bahkan jauh sebelum meminta masyarakat untuk tidak mudah percaya serta perlunya tabayyun (memeriksa dengan teliti) terhadap setiap informasi. Menurut saya, setidaknya ada dua unsur bagaimana informasi hoax ini dapat menyebar begitu gampang yaitu pembaca sepemikiran dan ketersediaan media sosial. Dua unsur ini yang mendasari hipotesis saya tentang apa yang mendasar dalam dua menit sebelum berita disebarkan. Hipotesis saya di bawah ini mungkin menjembatani pemahaman akan bagaimana kondisi dibalik informasi hoax yang sangat meresahkan.

Pertama, informasi hoax akan menyebar jika apa yang disajikan sesuai dengan persepsi yang ada dalam pikiran pembaca. Jadi secara tidak langsung pembaca telah memiliki kesamaan persepsi mendasar terhadap berita yang diterima. Sehingga, sebelum meminta masyarakat untuk tabayyun, masyarakat yang telah memiliki kecenderungan pemikiran yang sama dengan berita tersebut. Oleh karena itu, tabayyun akan sulit berlaku dalam menghambat penyebaran informasi hoax.

Berbeda kondisi jika terdapat perbedaan persepsi dasar atau bahkan cenderung kontras antara yang diyakini pembaca dengan informasi yang diperoleh. Idealnya, pesan informasi hoax tersebut akan berhenti dan dihapus, dan mungkin tindakan lebih frontal yang dapat terjadi yaitu pembaca akan menyerang balik penyebar berita karena tidak sesuai dengan pemikiran mereka. 

Ini disadari atau tidak terjadi dalam keseharian kita, khususnya saya. Kondisi sama jika pesan informasi hoax tersebut jatuh ke tangan orang yang cuek dengan segala sesuatu yang tidak bermanfaat atau menguntungkan mereka. Bisa dijamin informasi hoax akan berhenti atau setidaknya berkurang penyebarannya. Bersyukur negeri ini jika punya banyak orang bersikap cuek. Tentu dalam hal ini kaitannya dengan virus hoax ya.

Kedua, hoax berada di tangan yang tepat dan bergulir pada kalangan awam dan sebagian pada golongan tertentu. Para penyebar informasi hoax ini secara langsung atau tidak, mereka sadar kemana dan siapa saja yang menjadi sasaran dari informasi yang hendak disampaikan. Mereka tentu akan berhati-hati dan selektif ketika akan menyebarkan informasi tersebut. Penyebar hoax ini menghindari kontak secara langsung dengan pembaca. Alhasil, penggunaan frasa “Info dari Tetangga Sebelah” sangat laris manis dan mungkin mengalahkan kepopuleran film karya Ernest Prakasa dengan Cek Toko Sebelah.

Yap, itu dua hal yang menurut saya terjadi dua menit sebelum suatu informasi disebarkan. Meski demikian, tidak lantas dapat disimpulkan bahwa kecepatan informasi hoax menyebar seolah menunjukkan adanya kesamaan persepsi masyarakat secara riil atas suatu hal. Namun setidaknya, hal itu merupakan masalah yang harus diselesaikan jika ingin memotong informasi hoax setelah dari akarnya. So, mari perbanyak diskusi dan duduk bareng menyelesaikan suatu masalah, beda pendapat boleh, tapi tentu tidak dengan menyebar informasi hoax. Damailah Indonesiaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun