Hidup di Ibu Kota memang sangat dimanjakan oleh keragaman alat transportasi. Namun, jika butuh menembus kemacetan Jakarta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, motor masih menjadi solusi utama.Â
Ya, tentu Anda tidak perlu harus mengendarai motor sendiri. Di Jakarta tersedia banyak ojek yang mangkal di sudut-sudut wilayah strategis. Mereka siap siaga mengantarkan Anda kemana saja, meski perlu sedikit usaha jalan kaki untuk menghampiri mereka di "pengkolan". Soal tarif, ojek pangkalan "opang" lebih sering menggunakan proses tawar menawar dengan calon penumpang. Kemampuan menawar dan pemahaman jarak tempuh oleh penumpang menjadi strategi untuk bersepakat dengan harga yang dianggapnya wajar. Ketidaktahuan berbuah keuntungan besar bagi abang ojek pangkalan.
Namun, saat ini tentu Anda lebih dimudahkan lagi dengan tersedianya penyedia jasa ojek daring (online). Tidak hanya satu, ada dua bahkan tiga penyedia jasa ojek daring yang dapat Anda pilih tergantung preferensi Anda. Dengan ojek daring ini, Anda tidak perlu usaha untuk menuju ke lokasi abang ojek, cukup menentukan dimana lokasi Anda ingin dijemput. Mereka akan segera menuju lokasi yang ditentukan. Meski demikian, kecepatan sampai di lokasi bergantung pula pada pemahaman abang ojek daring tentang bagaimana cara tercepat mencapai lokasi Anda.Â
Fenomena ojek daring ini sesungguhnya menjadi salah satu hal menarik dalam topik behavioral economics yang salah satunya bersepakat bahwa sebagian orang bertindak secara irasional. Ya, menyediakan jasa ojek dengan jarak yang sama namun harga yang jauh lebih murah dibandingkan ojek pangkalan. Hal itu nampak tidak rasional "irasional" bagi sebagian orang pada awalnya, namun lambat laun mereka menerimanya sebagai suatu hal yang masuk akal. Tentu demikian sepanjang masih menguntungkan secara finansial.
Dalam hal ini, preferensi konsumen menjadi salah satu hal yang tentu harus diperhatikan penyedia layanan ini jika ingin menguasai pasar. Ya, dengan semakin beragamnya jenis aplikasi penyedia layanan ojek daring. Beberapa orang mungkin akan memperhatikan secara cermat beberapa keunggulan seperti kecepatan pelayanannya, dan sebagian fokus pada tarif perjalanan yang ditawarkan. Â Saya menjadi salah satu orang yang punya lebih dari satu aplikasi penyedia jasa ojek daring. Hal ini karena preferensi saya akan berubah menyesuaikan kondisi saat itu. Dalam merespon hal itu, penyedia jasa ojek daring punya beragam strategi untuk memenuhi kebutuhan konsumen namun tidak terlalu memberatkan pengemudi mereka. Ya, sekali lagi hal ini dilakukan karena penyedia jasa ojek daring sadar bahwa preferensi konsumen akan bertahan pada layanan prima dengan tarif lebih rendah.Â
Alhasil, persaingan antar penyedia jasa ojek daring semakin tinggi. Namun, mengamati persaingan antar abang ojek daring akan jauh lebih menarik. Tidak perlu terlalu jauh melihat persaingan antar pengemudi yang berbeda "seragam"nya, namun persaingan sendiri juga terjadi antar pengemudi dengan "seragam" yang sama. Disini preferensi abang ojek daring bermain secara lugas. Sama halnya dengan pengguna jasa (konsumen), abang ojek ini juga membuat berbagai pertimbangan yang menguntungkan baginya tentu saja. Sayangnya, tidak sedikit dari keputusan yang dibuat individu tentu membuat individu lain merasa dirugikan. Lihat semisal, keputusan salah satu abang ojek daring untuk "menolak" order secara teknis karena dianggap kurang menguntungkan akan berimbas kepada abang ojek lain di sekitarnya. Semacam "kerugian yang disalurkan" jika saya boleh menyebutnya demikian. Hal ini lantas tidak sedikit berbuah ketegangan antar abang ojek daring.
Namun, jika kita cermati lagi saat ini. Tidak sedikit abang-abang ojek daring sejenis yang membuat pangkalan ojek. Tentu sebagian besar bukan di lokasi yang sebelumnya menjadi wilayah ojek pangkalan. Mereka tentu tidak ingin peristiwa ojek daring vs ojek pangkalan berlanjut ke seri-seri selanjutnya. Fenomena "ojek daring, nangkring" ini semakin banyak dan berkelompok di berbagai wilayah Ibu Kota. keberadaan lokasi pangkalan tidak jauh dari pusat keramaian atau kawasan perkantoran menjadi pertimbangan utama. Suatu keputusan yang logis memang, berhenti di lokasi tertentu sambil menunggu order yang masuk akal bagi mereka. Tentu lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan harus berkeliling dengan ketidakpastian, dengan bahan bakar yang terus terpakai. Suatu keputusan rasional yang matang.
Jika diamati lebih jauh, kita akan dapat memahami bagaimana mereka kemudian membuat suatu aturan yang disepakati bersama antar abang ojek di pangkalan tersebut. Bermacam cara dilakukan, mulai dari pengaturan siapa yang akan mengambil order atau dapat juga dilakukan dengan membuat giliran pengambilan. Selain itu, jumlah order yang telah diperoleh selama satu hari dapat juga menjadi pertimbangan dalam memutuskan siapa yang akan mengambil order selanjutnya. Ya, setidaknya hal ini mampu meredam kompetisi diantara mereka dengan suatu kesepakatan bersama yang lebih sering menguntungkan.Â
Fenomena abang ojek daring, tapi nangkring ini seolah membuat saya berpikir bahwa ini adalah tranformasi dari ojek pangkalan. Bedanya, abang ojek daring tahu dimana lokasi konsumen dan tidak perlu lagi terjadi tawar-menawar tarif. Dan mungkin, Anda yang sering menggunakan jasa ojek daring saat pulang kerja akan mendapati pengemudi yang sama hampir setiap kali order. Bukan tidak mungkin ojek daring berlangganan akan menjadi prospek perkembangan bisnis ini ke depan.  Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H