Mohon tunggu...
Bandit Pendidikan
Bandit Pendidikan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Tukang Riset dalam pejuang tegaknya pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Edward Soeryadjaya, 13 Kali Mangkir di PN Bandung, Terjerat di Kejagung RI

21 November 2017   22:12 Diperbarui: 21 November 2017   22:24 1059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sidang perkara keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 yang digunakan untuk kepentingan mengklaim aset nasionalisasi SMAK Dago, Bandung, Jawa Barat, telah melalui 13 kali persidangan.

Tiga orang ditetapkan sebagai terdakwa yakni Edward Soeryadjaya, Maria Goretti, dan Gustav Pattipeilohy. Namun, selama 13 kali persidangan berlangsung di PN Bandung, Edward Soeryadjaya dan Maria Goretti tidak pernah hadir dalam persidangan dengan alasan sakit.

Berdasarkan hasil pemeriksaan medis yang dilakukan RSUD Tarakan Jakarta, RS Hasan Sadikin Bandung dan Dokter dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, menyatakan bahwa keduanya dapat dihadirkan ke persidangan asal didampingi ahli medis.

Bahkan, pihak RSUD Tarakan Jakarta tidak pernah menerbitkan surat yang menyatakan sakit permanen terhadap terdakwa Edward Soeryadjaya.

Seharusnya secara hukum dapat dilakukan upaya paksa jika telah 2 kali mangkir dari persidangan, apalagi status mereka adalah terdakwa. Sungguh hebat, tak heran jika mereka dapat diduga sebagai 'Mafia', seolah mereka kebal hukum.

Baru-baru ini Kejaksaan Agung juga menetapkan Edward Soeryadjaya sebagai tersangka dugaan korupsi dana pensiun PT Pertamina (Persero) yang diduga merugikan negara sebesar Rp 1,4 triliun serta telah menahannya. Selain merampas aset pendidikan, Edward Soeyadjaya juga merampas uang negara.

Sungguh perbuatan terkutuk untuk jiwa seperti itu. Hukum harusnya berjalan sesuai regulasi dan ketentuan yang ada. Para 'Mafia' yang merugikan kehidupan bangsa memang harus di beri hukuman setimpal, bukan diberi 'kelicinan' terhadap hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun