Tujuan dari kebijakan aset nasionalisasi yaitu mengambil alih semua aset yang sebelumnya dimiliki oleh pihak asing yang pernah berada di Tanah Air ini guna digunakan untuk kepentingan masyarat Indonesia.
Namun, berbeda dengan kejadian di Bandung, Jawa Barat. Ada organisasi bernama Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) yang mengklaim status kepemilikan sebuah aset nasionalisasi kemudian kini digunakan sebagai sarana pendidikan yaitu SMAK Dago.
PLK berusaha merampas SMAK Dago dengan mengaku sebagai pewaris dari aset tersebut. PLK berdalih sebagai penerus dari organisasi Het Christelijk Lyceum (HCL) yang sebelum dinasionalisasi, SMAK Dago adalah asetnya. Secara sejarah, pasca pembubaran HCL setelah kemerdekaan Indonesia dan dinyatakan organisasi terlarang, HCL tidak pernah menyebut PLK atau organisasi manapun sebagai penggantinya.
Pengamat hukum Refly Harun pernah berpendapat bahwa proses hibah atau jual beli tidak pernah ada membahas nama PLK sebagai ahli warisnya. Bahkan, walaupun HCL masih ada, tetap tidak bisa menggugat lagi karena telah dinasionalisasi oleh pemerintah.
Dari sudut pandang politis, sosiologis maupun historis, bisa saja perorangan maupun lembaga mengaku sebagai ahli waris aset yang telah dinasionalisasi, namun bukan berarti dapat memiliki aset nasionalisasi tersebut kembali.
Aneh dan ngawur, SMAK Dago yang sudah dinasionalisasi malah ada yang mengakui dan berusaha memiliki.
Ada organisasi yang mengaku sebagai pewaris dari lembaga sebelumnya tersebut.
Pasalnya, dalam sidang perkara perdata gugatan aset nasionalisasi SMAK Dago, PLK menggunakan keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 sehingga pihak YBPSMKJB sebagai pengelola SMAK Dago melaporkan dugaan tindak pidana tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H