Mohon tunggu...
Bandit Pendidikan
Bandit Pendidikan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Tukang Riset dalam pejuang tegaknya pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aksi Mafia Perampas SMAK Dago yang Selalu Mangkir Sidang Pidananya

7 November 2017   20:22 Diperbarui: 7 November 2017   21:11 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Negara ini memang sulit ditebak. Hukum sebagai pengatur kehidupan bernegara juga semakin terlihat semu. Tata cara pelaksanaan hukum seakan hanya pelengkap. Tidak heran jika hukum seakan mampu dibeli oleh para pemilik kekayaan guna memperlancar aktivitasnya dalam menimbun kekayaannya.

Hal serupa juga terjadi di daerah saya, Bandung, Jawa Barat. Contohnya bisa ditelaah pada kasus diganggunya aset nasionalisasi SMAK Dago oleh kelompok yang diduga mafia tanah.

SMAK Dago merupakan sarana pendidikan yang dijamin oleh UUD 1945.

Namun, penjaminan untuk pendidikan bangsa pun seolah tidak bekerja atau lemah saat pihak diduga mafia tanah ingin merampasnya. Disinyalir aset tersebut bernilai ratusan miliar, tidak heran membuat tergiur untuk merampasnya.

Salah satu cara yang dilakukan yaitu menggunakan keterangan palsu Akta Notaris No 3/18 November 2005 guna mengklaim aset nasionalisasi menjadi milik mereka. Akhirnya, terungkaplah kejahatan penggunaan keterangan palsu Akta Notaris No 3/18 November 2005 yang dilakukan oleh 3 orang yaitu Edward Soeryadjaya, Maria Goretti Pattiwael dan Gustav Pattipeilohy.

Tak sampai disitu, 2 dari 3 orang terdakwa yaitu Edward Soeryadjaya dan Maria Goretti Pattiwael selalu berhasil mangkir dari persidangannya yang telah digelar sebanyak 12 kali di PN Bandung. Padahal, pihak dokter independen yang ditunjuk Kejaksaan Tinggi Jawa Barat untuk memeriksa terdakwa mengatakan mereka masih dapat hadir ke persidangan dengan didampingi tim medis.

Begitu menimbulkan pertanyaan, saat majelis hakim tidak pernah mau mengeluarkan surat pemanggilan paksa kepada 2 terdakwa, mengingat tim dokter tidak pernah mengeluarkan surat keterangan sakit permanen.

Padahal, terdakwa dapat tidak hadir dalam persidangan jika telah ditetapkan mengalami sakit permanen, di antaranya gangguan kejiwaan akut atau koma.

Terlihat jelas tidak ada kebenaran yang dapat berpihak kepada mafia tanah tersebut. Namun anehnya, majelis hakim tetap bertindak seakan turut serta membela para mafia tersebut.

Modus sakit kini seolah menjadi senjata ampuh dalam menghindari persidangan di negeri ini. Uang sebagai penunjang kelancaran semua kegiatan pembenaran yang salah pun menjadi pondasi utama. Memanipulasi kondisi kesehatan kini menjadi langkah pamungkas mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun