Siang itu, kompleks parlemen terasa cukup panas. Gedung Paripurna menjadi saksi bisu kala sang Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyampaikan pengantar dan keterangan Pemerintah atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2020.Â
Pidato menkeu disampaikan di hadapan Ketua, Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada Rapat Paripurna DPR RI ke-17 dengan total peserta lebih dari 280 orang pada akhir Mei lalu.
Dengan berakhirnya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintahan terpilih dalam Pemilu 2019 akan menyusun landasan RPJMN lima tahunan ke depan sebagai kerangka pembangunan nasional.Â
KEM PPKF tahun 2020 menjadi salah satu dokumen yang akan digunakan sebagai bahan pembicaraan pendahuluan dalam penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2020 yang sekaligus menjadi awal dari pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional dalam RPJMN 2020-2024.Â
Saat ini, pemerintah berniat menjadikan KEM PPKF tahun 2020 sebagai titik tumpu kebulatan tekad dalam mencapai visi 100 tahun Indonesia merdeka atau visi Indonesia 2045, yaitu menjadi bangsa yang berdaulat, maju, adil, dan makmur.
"Dengan mempertimbangkan berbagai potensi, kesempatan, dan risiko yang diperkirakan terjadi hingga tahun depan, Pemerintah mengusulkan kisaran indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan RAPBN 2020 sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 5,3-5,6 persen, inflasi 2,0-4,0 persen, tingkat bunga SPN 3 bulan 5,0-5,6 persen, nilai tukar rupiah Rp14,000-15,000 per USD, harga minyak mentah Indonesia USD60-70 per barel, lifting minyak bumi 695-840 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1.191---1.300 ribu barel setara minyak per hari", jelas menkeu dalam Rapat Paripurna DPR.
Kondisi makroÂ
Mendukung penjelasan menkeu, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Adriyanto, mengungkapkan setelah melambat di 2019, perekonomian global diprediksi membaik di tahun 2020 yang utamanya ditopang oleh negara berkembang, India dan Asean. Sementara negara maju tetap diprediksi melambat.Â
"Walaupun perekonomian global dan volume perdagangan membaik, proyeksi harga komoditas cenderung tetap rendah dibayangi oleh produksi minyak global yang meningkat serta isu lingkungan yang dapat mempengaruhi permintaan akan batu bara dan CPO," jelasnya.Â
Sebagai negara terbuka, perekonomian Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perekonomian global. Ketidakpastian ekonomi global memberikan dampak terhadap ekonomi domestik. Namun, dengan modal kuat fundamental ekonomi Indonesia, Adriyanto yakin perekonomian Indonesia akan tetap tumbuh kuat dan sehat.Â
Pertumbuhan ekonomi 2020 diprediksi sekitar 5,2 persen -- 5,9 persen yang ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga, PMTB, dan ekspor. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi 2020 didorong oleh sektor manufaktur, perdagangan, serta jasa yang terkait ekonomi digital dan pariwisata.Â