Bagi kita para millenial, berbicara politik itu ogah-ogahan, karena merasa bahwa politik itu adalah sesuatu yang dianggap berkonotasi 'kotor' dan hanya mementingkan kelompok atau kita sebut saja sebagai ajang mencari 'kekuasaan singgasana' dengan mengatasnamakan rakyat.Â
Bagi kita para millenial, lebih suka pada berfikir bebas, sesuatu yang realistis, tidak suka terlalu didikte dan diarahkan. Politik itu sesuatu yang 'rumit' dan pada akhirnya kita apatis pada hal itu. Teringat dengan kata-kata Soe Hok Gie, Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk jadi manusia merdeka. Yah, mungkin ini bisa mewakili pemikiran para millenial yang tidak memilih pada politik.
Tapi, dengan seiring berjalannya waktu dengan perkembangan globalisasi politik yang ada sekrang. Para milenial yang tadinya antipati dan apatis pada politik, sekarang berpindah haluan pada politik.Â
Lihat saja sekarang maraknya anak millenial masuk pada ranah itu, salah satu contohnya adalah PSI (Partai Solidaritas Indonesia) yang kalau dilihat rata-rata anggotanya adalah mayoritas millenial.Â
Selain itu maraknya pemimpin muda yang kreatife dan inovatif bermunculan sebagai bentuk bukti bahwa politik sekrang bukan orang tua saja tapi bagi kaum muda pun sudah ada wadahnya dan memiliki kesempatan yang sama. Salah satu pemimpin muda yang berkarir di bidang politik adalah Emil Dardak yang baru berusia 34 tahun. Bukankah ini salah satu bentuk nyata bahwa anak muda sekarang lebih 'Melek' pada politik.
Terlepas bahwa politik sebagai ajang pencarian bakat 'Kursi Kekuasaan' dengan konotasi buruk. Namun, tidak bisa dipungkiri anak millenial harus bergerak dengan mengubah paradigma bahwa kalau bukan kita yang mengubahnya, mau siapa lagi? Mau, kita terus didikte oleh para orang tua yang memegang kekuasaan politik agar mereka berkesempatan untuk mengeksploitasinya? Mau, kita selalu di belakang mereka? Rasanya bukan masalah 'etika' mendahului yang tua itu tidak sopan. Tapi masalah yang muda harus bisa mengekspresikan potensi jiwa muda mereka kepada hal yang positiv.
Tapi, apakah millenial harus ke ranah bidang politik semuanya? Tentu tidak, bagi para millenial sekarang tidak harus ke ranah politik semua, tapi harus 'Melek' politik. Bukan menjadi politisi atau harus menjadi pemimpin politik, tapi harus melek pada perkembangan politik.Â
Dulu, pada zaman presiden Soekarno kaum muda berkaloborasi dengan kaum tua untuk merancang kemerdekaan dari penjajahan. Nah, kalau sekarang kaum milenial  memperjuangkan untuk kemajuan Indonesia agar generasi setelah kaum milenial tidak teerjermus pada hal negativ sehingga bisa menyebabkan runtuhnya Indonesia pada tahun "2030".
Nah oleh karena itu, Â 'Melek' politik adalah kita harus bersama-sama berfikir agar politik Indonesia tidak lagi disuguhkan dengan berita-berita Korupsi, Kolusi, Nepotisme, Narkoba dan lain-lain.Â
Tapi memberitakan sesuatu yang membanggakan Indonesia diranah nasional dan juga Internasional. "2030 Indonesia menjadi negara maju." Harus jadi slogan kaum milenial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H