Mohon tunggu...
Arianto Batara
Arianto Batara Mohon Tunggu... Lainnya - Mencintai dunia pendidikan

Pemerhati pendidikan, pebelajar sepanjang hayat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tangis Terlarang

16 April 2022   10:00 Diperbarui: 16 April 2022   20:59 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amarah,dengki,dendam,terlampiaskan sudah

Puas?!

Biadab lanjutkan jalan
belum rehat rupanya
Mungkin warung kopi belum ada yang buka

Tubuh linglung tercambuk
panggul palang sendiri

Mata lebam tak dipedulikan
Pecut cemeti prajurit berlanjut
Candukah?
Sekadar tumpahkan hasrat benci?

Tak ayal tangis perempuan pecah
Bening berderai di pipi bukti perih
Saksi mata hukuman bagi Tak Bersalah

Sekonyong suara terbata... lirih "Hai puteri-puteri, janganlah tangisi Aku, tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun