Mohon tunggu...
Ahmad Basofi Mujahidin
Ahmad Basofi Mujahidin Mohon Tunggu... Mahasiswa Keperawatan Universitas Indonesia / ASN Kementerian Pertahanan

seorang mahasiswa program RPL di Fakultas Ilmu Keperawatan - Universitas Indonesia dan saat ini sedang izin belajar sebagai ASN perawat pelaksana di RS Pusat Pertahanan Negara PB. Soedirman - Kementerian Pertahanan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makanan dalam Perspektif Budaya Jawa (Wonosobo)

18 April 2024   18:07 Diperbarui: 18 April 2024   18:19 796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masyarakat Jawa memiliki pemahaman yang mendalam terhadap alam dan budaya. Makanan merupakan bagian penting dari budaya jawa dan setiap daerah memiliki ciri masing-masing. Perkembangan makanan daerah dipengaruhi oleh kehidupan sehari-hari  Selain memiliki alam yang sesjuk dan indah, Wonosobo juga memiliki kearifan local, tradisi, kesenian dan berbagai potensi budaya yang unik.

 Wonosobo terkenal dengan hasil pertanian dan perkebunannya, mulai dari perkebunan teh yang berkembang menjadi agrowisata. Terdapat beberapa dan adat mengenai makanan yang berasal dari budaya jawa Wonosobo.

Makanan Khas Wonosobo

Makanan jawa merujuk pada berbagai macam hidangan tradisional yang berasal dari Jawa. Hidangan -hidangan ini tidak hanya memiliki nilai gizi tetapi memiliki makna simbolis dan budaya didalamnya. Di daerah Wonosobo terdapat berbagai macam makanan dan minuman khas Wonosobo seperti mie ongklok, tempe kemul, sego megono, carica, terong belanda, purwoceng, kopi (arabika dan robusta), the tambi wonosobo, segoan basah, keripik jamur, kacang dieng, wolak-walik, kue mangkok, opak singkong, cimplung,

Mie ongklok

Makanan khas Jawa Tengah terkenal dengan citra rasa yang lezat dan mempunyai ciri khas tersendiri. Makanannya memiliki khas yang unik. Makanan khas dari Wonosobo yaitu mie ongklok, yaitu perpaduan. Mie kuning yang sudah direbus dengan tambahan sayur kola tau orang Wonosobo biasanya menyebut dengan kubis dan tambahan daun kucai yang direbus setengah matang dan ditambahkan semacam pasta yang terbuat dari campuran tepung tapioca yang telah ditambahkan berbagai macam bumbu dan rempah yang dimasak sehingga menjadi sausnya (Yulia Eko, 2020)

Mie ongklok berbahan dasar mie dan memakai kuah. Serupa dengan mie rebus, tetapi mempunyai racikan resep khas. Mie dan daun kubis serta kucai direbus dengan cara dimasukkan ke dalam keranjang kecil dari anyaman bambu yang dicelupkan dalam air mendidih sambil digoyang atau diongklok. 

Dari situlah nama “ongklok” berasal. Diatas rebusan ditambahkan tepung kanji kental yang dicampur dengan ebi, gula jawa dan bumbu rempah. Resep istimewa ini ditemukan oleh Slamet Peng An pada tahun 1960an dan menjadi makanan popular yang biasa ditemukan hampir disetiap sudut kota Wonosobo. Mie ongklok biasanya disajikan bersama tempe kemul serta kambing ayam atau sapi. (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Tempe Kemul

Tempe berselimut tepung. Kemul berarti selimut dalam bahasa jawa. Hampir sama dengan tempe goreng pada umumnya, namun bumbu dan tepungnya khas. Tepungnya lebih tebal dan digoreng sampai kering dan terasa krispi. Selimut tempe bisa terbuat dari tepung beras atau tepung singkong. 

Tepung tadi diberi daun kucai dan bumbu yang didominasi kunyit sehingga berwarna kuning cerah. Tempe kemul bisa dimakan sendirian bersama cabe rawit atau disajikan dengan makanan tambahan seperti mie ongklok dan nasi (sego) megono  (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Sego Megono

Sego (nasi) megono adalah olahan nasi putih dicampur dengan ikan teri, parutan kelapa dan irisan kecil sayuran kubis dan kacang Panjang. Menu sarapan pagi ini sering disebut sebagai sego reged atau “nasi kotor” karena tampilannya yang terlihat kotor akhibat campuran teri dan potongan sayur tadi. Para petani Wonosobo biasanya membawa bekal ke sawah. Nasi megono  terasa lebih nikmat bila disantap bersama tempe kemul, kerupuk dan the hangat di tengah udara sejuk (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Carica

Manisan buah carica hanya dibuat di daerah Wonosobo dan sekitarnya. Carica (Vasconcellea Pubescens) atau papaya gunung adalah buah khas Dataran Tinggi Dieng yang hanya hidup di sekitar ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Berasal dari pegunungan Ander, Amerika Selatan, tanaman ini diperkenalkan Kolonial Belanjda sebelum Perang Dunia II, namun hanya bisa tumbuh di Dieng.

 Pohon carica mirip bahkan tidak bisa dibedakan dari pohon papaya lainnya. Buahnya kecil sebesar kepalan orang dewasa. Aroma buah ini sangat khas, perpaduan papaya biasa. Buah ini tidak bisa dimakan secara mentah karena mengandung getah. 

Carica dibuat manisan dengan cara dicelupkan dengan sirup gula sebelum disterilisasai. Carica juga biasa dibuat selai atau dipakai sebagai garnish untuk kambing atau ikan bakar. Daging buahnya kenyal sehingga tidak leleh dibakar. Carica mengandung antioksidan yang menetralkan kolesterol (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Terong Belanda

Selain carica, Dataran Tinggi Dieng juga banyak menghasilkan buah terong Belanda atau kemar (Solanum Bataceum) . Buah ini diolah menjadi sirup, selai maupun manisan. Kemar mengandung vitamin E,  flavonoid dan antosianin yang dipercaya bisa menangkal radikal bebas penyebab kanker (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Purwoceng

Purwoceng (Pimpinella Pruatjan) adalah sejenis herbal yang Cuma tumbuh di Dataran Tinggi Dieng. Seluruh bagian tamanan ini dapat dipergunakan sebagai obat tradisional, namun bagian yang paling berkhasiat adalah akarnya. Penduduk local percaya akan tanaman ini dapat meningkatkan vitalitas pria. 

Khasiat lain adalah menghangatkan tubuh, menghilangkan pegal linu, mencegah atau merdakan masuk angin, meringankan demam dan dapat menjadi antikanker. Akar ini kering dibuat tepung yang kemudian dicampurkan pada the atau kopi sebelum diseduh. 

Dua ramuan tradisional dikenal dengan nama Wedang Dieng dan Bir Bodong. Ramuan wedang dieng adalah jahe, purwoceng, cabe jawa, kayu manis dan gula jawa. Ramuan bir bodong adalah jahe, purwoceng, cengkeh, kapulaga, bunga lawing, cabe jawa, kayu manis, kayu secang dan gula jawa (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Kopi (Arabica dan Robusta)

Wonosobo adalah salah satu penghasil kopi zaman Belanda. Kopi khas disini berjenis arabica, tumbuh di ketinggian 1600-2000 mdpl. Dalam beberapa tahun terakhir muncul dua brand kopi terkenal yaitu Arabika Bowongso tumbuh di lereng Gunung Sumbing dan Arabika Dieng tumbuh di lereng Gunung Bismo. 

Arabika Bowongso memiliki citra rasa unuk yaitu rasa rempah, lemon dan cabai, serta beraroma khas tembakau dan bunga. Pecinta kopi tidak perlu lagi menambahkan gula karena after teste caramel pada kopi Bowongso sudah berasa manis. Sementara arabika dieng mempunyai tingkat keasaman relatif tinggi, citra rasa perpaduan antara sedikit pahit dan manis serta mempunyai aroma daun salam, gula merah, pandan serta asam jawa. (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Teh Tambi Wonosobo

Perkebunan teh telah diperkenalkan di Wonosobo sejak zaman Belanda. Sebelum kemerdekaan, perusahaan Bernama Begelen Thee dan Kina Maatschappij mengelola perkebunan dan pabrik teh yang belakangan dienal dengan Teh Tambi. Teh ini merupakan persilangan jenis asamika dan sinensis serta ditanam di lereng Gunung Sindoro, Sumbing dan Dieng. 

Pabri teh Tambi memproduksi teh hijau, teh oolong teh merah dan hitam yang Sebagian diekspor ke mancanegara. Teh Tambi memiliki kandungan senyawa theflavin yang merupakan antioksidan alami dan berkhasiat mencegah diabetes.  (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Sagon Basah

Sagon terbuat dari tepung sagu atau beras ketan, gula, parutan kelapa dan sedikit vanilla. Adonan yang telah dicetak dalam Loyang kemudian dipanggang di atas kayu bakar atau arang sehingga menimbulkan wangi yang sangat khas. Teksturnya tebal dan berserat, rasanya gurih. (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Keripik Jamur

Jamur merang (Volvariella Volvacea) dan jamur tiram (Pleurotus Ostreatus) banyak dibudidayakan oleh petani lereng gunung sekitar wonosobo. Tidak hanya dijual segar, jamur tersebut juga diolah menjadi keripik. Selain memiliki rasa yang gurih dan lezat, keripik jamur juga berprotein tinggi. Olahan jamur juga dipercaya bisa menyembuhkan beragam penyakit berkat kandungan 9 asam amino esensial yang tinggi .(M Yusuf Amin dkk, 2020).

Kacang Dieng

Kacang dieng nama latinnya Vicia Faba. Ukurannya lebih besar dan bentuknya pipih seperti kacang koro. Kulitnya keras sehingga harus digunakan dengan larutan kapur sirih agar mudaj dikupas. Ketika digoreng, kacang yang tumbuh di Peunungan Dieng itu mengembang menjadi gemuk, sehingga dikenal pua sebagai kacang babi. Makanan ini telah diteliti berkhasiat sebagai bio-pestisida alami untuk mengatasi hama sayuran  (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Wolak-walik

Wolak-walik terbuat dari tepung yang ditambahkan air gula merah dan irisan pisang. Kue ini biasanya dibuat dengan cara memasukkan adonan di atas daun pisang kemudian dipanggang menggunakan anglo dan arang. Tetapi sekarang ada juga yang memanaskannya denga wajan agar matang sempurna, maka harus di bolak-balik. Dari kegiatan tersebut cemilan ini kemudian dinamakan dengan wolak-walik (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Dedeng Gepuk

Dendeng sapi khas Wonosobo mulai diproduksi sejak 1930an. Dendeng ini terbuat dari daging sapi pilihan yang potong kecil dan dipukul-pukul sampai pipih sebelum diberi bumbu bawang merah, ketumbar dan kecap manis untuk kemudian digoreng. Dendeng ini memiliki citrarasa yang kompleks, perpaduan antara manis dan gurih. Disajikan hangat rasanya manis. (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Kue Mangkok

Kue mangkok memang bisa dijumpai di berbagai daerah, tetapi Wonosobo telah mengenal kue ini sejak lama. Tidak heran banyak wisatawan mencari kue  gurih yang dibuat dari campuran tepung beras, tepung terigu, sanran dan sedikit ragi. Kue ini termasuk kue basah yang tekstur lembut, punya warna mengundang selera, serta gurih rasanya. . (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Cimplung

Bahan dasar cimplung adalah singkong yang dipadukan dengan air nira. Pengolahan makanan ini masih cukup banyak ditemukan di Kecamatan Kaliwiro, yang memang banyak pohon kelapa. Mula-mula nira dimasak hingga mendidih, lalu singkong yang masih mentah dimasukkan ke dalamnya. Tanpa tambahan bahan lainnya, cimplung menjadi sajian yang banyak disukai, rasanya manis dan teksturnya yang empuk  (M Yusuf Amin dkk, 2020).

Pantangan Makanan Suku Jawa 

Pantangan makanan suku Jawa tidak terlalu banyak, namun ada beberapa pantangan ada yang harus dihindari. Beberapa pantangan tersebut antara lain tidak boleh makan dan minum sambil berdiri, tidak boleh makan sambil tiduran dan tidak boleh menyisakan makanan di piring. 

Selain itu ada juga beberapa makanan yang dianggap tabu di beberapa daerah di Jawa seperti udang tidak boleh dikonsumsi oleh ibu hamil di Banyumas, namun pantangan tersebut hanya bersifat adat dan kepercayaan dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Pantangan makan dan minum sambil berdiri dalam budaya jawa memiliki akar dan nilai sopan-santun dan etika makan. 

Meskipun tidak dijelaskan secara ilmiah yang pasti, pantangan ini diyakini berasal dari ajaran leluhur yang menekankan pentingnya duduk saat makan untuk menunjukkan rasa hormat dan kesopanan. Selain itu duduk saat makan juga dianggap dapat meningkatkan pencernaan dan menurunkan resiko tersedak. Meskipun pantangan ini bersifat kultural dan tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, nilai tetap dijunjung tinggi dalam masyarakat jawa.

Mitos jawa yang dijabarkan adalah sebuah larangan dari nenek moyang terdahulu pada anak-anaknya untuk tidak menyisakan makanan di piring dalam budaya jawa memiliki beberapa alasan. Salah satunya adalah nilainya yang berkaitan dengan tata krama dan kesopanan. Menyisakan makanan di piring dianggap kurang sopan dan dihubungkan dengan strata sosial karena biasanya perilaku ini dilakukan dikalangan ningrat dan bangsawan. 

Menyisakan makanan dipiring juga terkait dengan kebiasaan menyambut tamu. Dalam budaya tidak ada istilah menolak tamu yang datang kerumah dianggap baik jika memberkan suguhan untuk tamunya. Oleh karena itu kebiasaan ini turut menjadi bagian dari tata krama dan norma kesopanan dalam budaya jawa (Amalia, 2019)

Tradisi Makanan Dalam Masyarakat Jawa

Masyarakat Jawa memiliki tradisi makanan yang kaya dan beragam. Hal ini cerminan dari budaya dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi. Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa. Diantaranya seperti tradisi tumpeng, kupat segi siwit dan jenang sumsum.

Tradisi Tumpeng

Masyarakat jawa merupakan masyarakat yang kental dengan adat kebudayaannya. Kebudayaan kuno warisan dari nenek moyang mereka, senantiasa dikembangkan dan dilaksanakan sehari-hari. Istilah nguri-uri merupakan kata yang mempunyai makna filosofi tinggi. Bukan hanya diucapkan secara lisan saja, melainkan juga dikaitkan dengan kepercayaan, keyakinan dan Tindakan yang tentunya berdampak dalam kehidupan mereka. 

Masyarakat jawa selain mempunyai kalender masehi yang berlaku secara nasioanl, mereka mempunyai penanggalan jawa yang terbagi dalam 12 bulan yaitu : Sura, Sapar, Mulud, Ba’da Mulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Poso,, Syawal, Longkang dan Besar (Pianto, 2022 : 9)

Masyarakat juga mengenal beberapa jenis tumpeng. Beragamnya jenis tumpeng berarti memiliki makna yang berbeda pula apabila dikaitkan dengan kepercayaan khsusnya islam, tumpeng selalu dihidangkan dan dianggap sebagai makanan berkah. Sebab tumpeng terbuat dari nasi yang merupakan kekayaan alam ciptaan Tuhan. Tumpeng juga sekaligus menjadi sarana mempererat tali silaturahmi. Menurut Bandar Maulana (2022) Tumpeng secara umum juga  mempunyai makna sebagai sarana bersedekah. Secara umum tumpeng mempunyai filosofis sesuai dengan bentuk dan macamnya seperti :

Tumpeng lima : berjumlah lima tetapi bentuknya berbeda-beda, tumpeng yang berukuran besar disebut induk, sedangkan dipinggir dikelilingi empat tumpeng berukuran lebih kecil. Hal ini mengandung beberapa maksud yaitu melambangkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Tumpeng tunggal : dalam adat jawa biasanya disebut dengan buceng. Diwujudkan sebagai salah satu bentuk syukur atas kehidupan berumah tangga yang senantiasa diberikan rezeki, keberkahan, keturunan serta mendapatkan kebahagiaan atau disebut juga rumah tangga yang Sakinah, mawaddah dan warohmah.

Mumule memetri : jenis tumpeng ini  berbentuk tunggal yang dikelilingi urap. Merupakan symbol atau bentuk syukur atas hasil bumi yang diperoleh. Keyakinan ini kuat tentang kemantapan piker bahwa manusia berasal dari bumi.

Tumpeng yang tidak berbentuk kerucut namun mempunyai symbol kehidupan yang kuat yaitu berbentuk pucuk datar yang ditumpangi dengan daging ayam. Ini merupakan symbol untuk mengharapkan syafaat untuk kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat.

 Tradisi Kupat

Dalam istilah bahasa Indonesia, kupat ialah ketupat yang terbuat dari beras. Beras yang dikukus kemudian dibungkus dengan anyaman janus (daun kelapa muda). Kupat menjadi salah satu sajian khas saat perayaan Hari Raya Idul Fitri, yang biasanya disajikan saat lebaran hari pertama hingga keenam (bakda lebaran) dan perayaan hari ke tujuh (bakda kupat). Kupat dipercaya telah ada di masyarakat sebelum masuknya Islam ke Indonesia kemudian kupat digunakan sebagai sarana dakwa yang di gagas oleh Walisongo Sunan Kalijogo di Jawah Tengah.

Tradisi Sego Wiwit

Tradisi ini merupakan tradisi masyarakat Jawa dimana tradisi dilakukan dengan memotong padi sebelum panen dilakukan. Tradisi ini dilakukan menjelang masa panen. Ini dilakukan sebagai rasa syukur manusia kepada Tuhan atas datangnya masa panen dan hasil panen melimpah. Tradisi ini juga dilakukan sebagai upaya memenuhu kebutuhan pangan masyarakat. Setelah dilakukan pemotongan batang padi pertama, kemudian dilanjutkan menghidangkan sego wiwit yang disantap bersama tambahan lauk diatasnya, diantaranya telur rebus, tahu goreng, tempe goreng urap, ikan asin teri, sayur kluwih dan peyek

Tradisi Jenang Sumsum

Tradisi jenang sumsum adalah makanan sejenis bubur yang terbuat dari tepung beras dan disajikan kuah manis berupa air rebusan gula merah yang sebut dengan juruh. Jenang sumsum memiliki warna putih yang melambangkan kebersihan hati dan rasa manis dari juruh melambangkan kesejahteraan. Jenang sumsum juga diartikan sebagai obat penghilang rasa Lelah. Makanan ini dimakan seluruh anggota keluarga serta dibagikan kepada tetangga sekitar. Dalam budaya jawa tradisi ini biasa digunakan saat hari kelahiran bayi.

Nilai-Nilai Budaya Terkait Makanan Jawa

Budaya Jawa kuat akan tradisi kuliner. Memahami nilai tersebut dapat memahami makna dan filosofi di balik hidangan lezat serta memberikan wawasan tentang budaya. Masyarakat Jawa memiliki nilai-nilai budaya yang erat kaitanya dengan makanan. Beberapa nilai budaya terkait makanan jawa antara lain :

Simbolisme dan makna : makanan tradisional jawa seringkali memiliki simnolis yang dalam dan digunakan dalam upacara adat atau perayaan, misalnya tumpeng, memiliki makna simbilis dan digunakan untuk menyampaikan maksud dan nasihat melalui symbol dalam nama, bentuk, bahan, cara pembuatan dan pengunaanya

Kearifan local : makanan jawa juga mencerminkan kearifan local masyarakat jawa seperti nilai kesantunan, keramahan, saling menghormati kearifan dan religius.

Penghargaan terhadap warisan budaya : melestarikan makana. Tradisional jawa berarti melestarikan budaya bangsa. Hal ini menunjukkan kecintaan terhadap masakan tradisional Indonesia dengan berbagai keyakinan bahasa jawa, pelajaran penting dari tokoh-tokoh Indonesia dan arsitektur tradisional Indonesia

(Dawud, 2017)

Peran Makanan dalam Upacara Adat Jawa

Makanan memegang peran penting dalam upacara adat Jawa, baik sebagai sesajen, symbol, maupun dalam konteks pantangan dan larangan. Beberapa peran makanan dalam upacara adat Jawa meliputi :

Sesajen / sesaji : beberapa makanan seperti jenang, ketan, buah-buahan dan lauk pauk sering digunakan sebagai sesajen dalam upacara adat Jawa. Makanan dianggap sebagai persembahan kepada roh leluhur atau dewa dalam rangka memohon restu keselamatan dan keberkahan

Pantangan makanan : dalam konteks kehamilan, masyarakat jawa memiliki pantangan makanan tertentu yang diyakinin dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan janin, misalnya di daerah Banyumas ibu hamil tidak diperbolehan mengkonsumsi udang.

Makna simbolis : beberapa makanan tradisional jawa seperti tumpeng, ketupat memiliki makna simbolis yang dalam dan digunakan dalam upacara adat atau perayaan. Makanan ini sering digunakan maksud dan nasihat melalui symbol dalam nama, bentuk, bahan, cara pembuatan dan penggunaannya.

(Monica, 2022)

Pengaruh Sejarah dan Geografis Kuliner Jawa

Sejarah dan geografis memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kuliner jawa. Sejarah kolonialisme Belanda dan Cina telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan kuliner jawa. PengaruhBelanda terlihat dalam masakan Jawa, dimana beberapa hidangan Jawa mengalami pengaruh dari masakan Belanda. Selain itu pengaruh dari luar termasuk Tionghoa dan Eropa juga telah menyatu dan menghasilkan makanan yang unik seperti Indische yang merupakan hasil hibridasi antara berbagai pengaruh kuliner pada masa colonial. Selain itu faktor geografis juga memainkan peran penting dalam keberagaman kuliner Jawa, dimana setiap wilaya di jawa mempunyai potensi kulinernya sendiri. Hal ini menjadikan kuliner di setiap wilayah di jawa memiliki karakteristik tersendiri (Fadly, 2020).

DAFTAR PUSTAKA
 
Amalia, Anindar. 2019. Mitos Jawa Sebagai Pencegah Penyakit Pencernaan pada Manusia. Surakarta : Jurnal UNS.
Dawud Achroni. 2017. Belajar dari Makanan Tradisional Jawa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Fadly Rahman. 2020. Kita Bisa Belajar Sejarah dari Makanan. Universitas Padjajaran.
Maulana, Bandar. 2022. Tradisi Tumpengan : Simbol kehidupan masyarakat jawa. Jurnal USD.
Monica, Kartini. 2022. Aspek Budaya selama Kehamilan pada Masyarakat Suku Jawa. Jurnal Kesehatan Vol 11 no.2 Edisi Desember 2022. STIK Ngesti Wluyo
M. Yusuf, Amin., Agus W., Farid G., Erwin A., Fatkhul W., 2020. Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo. Wonosobo : Bimalukar Kreativa.
Pianto, Heru Arif. 2022. Eksistensi Budaya Megengan dalam Kuatnya Gempuran Arus Gelombang Modernisasi di Pacitan, dalam jurnal ilmiah Baksooka.. Program Studi Pendidikan Sejarah STIKIP PGRI Pacitan, Nomor 1. Volume 1.
Yulia Eko, Hamidullah. 2020. Gerakan Literasi MI : Gagasan-gagasan Intelektual KKG MI Kecamatan Wonosobo dan Watumalang. Wonosobo : CV Pilar Nusantara.
https://www.detik.com/jatim/kuliner/d-7101403/12-makanan-tradisional-jawa-sarat-makna-tumpeng-hingga-jenang-sumsum

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun