Palestina, dibawah kepemimpinan baginda Umar, mengalami masa yang begitu damai. Saat itu, tidak ada konflik maupun peperangan.
Hingga tiba suatu masa, baginda Umar menggapai ajalnya. Ia pulang bertemu dengan Tuhannya. Kota-kota dibawah pemerintahan baginda berkabung beberapa hari lamanya. Begitu pula dengan Palestina. Semua warga mendoakan yang terbaik agar baginda diterima di sisi Tuhannya.
Tidak banyak yang berubah dari Palestina sepeninggal baginda Umar. Syahdan lima abad lamanya Palestina ada dalam kedamaian meski berganti-ganti kepemimpinan. Ilmu pengetahuan berkembang di sana. Tata kota juga terlaksana dengan baiknya. Begitu pula kerukunan antar agama. Taka da satupun orang yang mengganggu apa yang tidak sependapat dengan mereka. Semuanya hidup bahagia dalam pemerintahan Islam.
Hingga tiba suatu masa memasuki abad kesebelas tahun masehi. Seorang peziarah Nasrani dari Eropa mengumbar fitnah. Peter dan Walter namanya. Mereka berkeliling di kota-kota memakai pakaian compang-camping. Mereka berkeliling membawa berita. Bahwa orang muslim di Palestina sana mangganggu kekhusu’an mereka berziarah ke tempat Kristus disiksa. Muslim disana meminta pajak begitu besarnya, hingga baju kami begini keadaannya. Begitu kata mereka.
Hingga Paus mendengar berita dari Walter dan Peter merasa. Sudah seharusnya umat Nasrani menaklukan tanah suci Palestina dari kekuasaan umat muslim. Diserukannya kepada umat Nasrani Eropa agar bersatu bersama membawa semangat menaklukan Palestina. Â Siapa yang ikut bersedia, maka Tuhan akan mengampuni dosa. Ini perang suci.Ini perang agama. Begitu katanya.
Maka terkumpul juga akhirnya hampir tiga ratus ribu pasukan. Mereka menamakan diri sebagai pasukan salib. Dibawah kepemimpinan Godfrey, Raymond, dan teman-temannya, mereka berangkat direstui Paus Urbanus dua. Empat tahun lamanya mereka ada di perjalanan dari Eropa ke Palestina. Dalam perjalanan, tidak sedikit pasukan salib yang terhimpit, sebagian dari mereka kembali ke kampung halamannya karena tidak kuat dengan cuaca Asia.
Diceritakan oleh Karen, seorang cendikiawan Eropa, dalam bukunya Sebuah Perang Suci, bagaimana pasukan salib memasuki Palestina. Disana kebrutalan terjadi di setiap sudut kota, tak peduli anak wanita atau jompo tua, semuanya dibantai tak tersisa. Palestina tergenang darah selutut tingginya. Empat puluh ribu orang mati baik Yahudi atau Islam. Mayat bergelimpangan di setiap jalan. Wabah bertebaran. Sebuah kekejian telah terlaksana oleh mereka yang bertempur mengatasnamakan agama. Palestina berduka, mungkin Tuhan sedang menghukumnya karena saat itu pemimpinnya asik berebut kuasa.
Sebuah berita dari Peter dan Walter telah membawa Godfrey dari Lorient memimpin Palestina. Beberapa tahun hingga wafatnya Ia berkuasa. Kemudian keturunannya menggantikannya. Entah bagaimana keadaan Palestina itu dibawah kepemimpinan dinasti salib yang didirikan Godfrey dari Lorient. Sejarah mencatat meski perang ini berlangsung hampir tiga abad, dinasti itu berkuasa hanya tujuh puluh tujuh tahun lamanya.
Syahdan, seorang pemuda berusia hampir tiga puluh tahun yang baru membuat Mesir mencapai masa keemasannya akan mengumpulkan pasukan. Ia ingin Palestina bebas dari kekejian yang tidak berkeprikemanusiaan. Salahudin namanya, ahli siasat dan tata kota dari mesir sana. Ia mengumpulkan pasukan untuk membebaskan bumi Palestina demi Islam. Niat yang begitu agung Ia sampaikan kepada seluruh pasukannya. Bahwa mereka akan membebaskan bumi dimana kiblat pertama umat islam ada.
Berangkatlah Salahudin dengan pasukannya ke Palestina. Bersama pasukannya, Ia kepung kota itu beberapa bulan lamanya. Tak menyerah meski dahaga menyiksa. Tak menyerah meski banyak prajurit juga teman-temannya telah gugur meregang nyawa. Tekadnya satu, membebaskan bumi Palestina.
Hingga pasa akhirnya, salah satu dinding benteng kota itu jebol. Pasukan Salahudin masuk ke Palestina tanpa ada satupun yang membendungnya. Dari situ telah jelas siapa yang memenangkan peperangan di atas bumi Palestina. Orang-orang Nasrani mulai panik, Salahudin tidak akan melaksanakan janjinya yanbg berkata bahwa ia tidak akan membantai umat Nasrani. Ketakutan itu membuat Balian, pemimpin mereka saat itu mengancam akan membakar Al-Aqsa yang merupakan kiblat pertama umat Islam saat itu juga.
Sejarawan maupun cendikiawan dari Eropa, Asia, atau Amerika, baik Muslim juga Nasrani telah mencatat dan berpendapat. Bahwa Salahudin merupakan seorang pemimpin yang agung. Ia menaklukan Palestina dengan menjunjung nilai-nilai Islam yang paling luhur. Tak sedikitpun Salahudin mengingkari janjinya, taka da umat Nasrani atau Yahudi yang dibantai selain pasukan korban perang yang sebelumnya berkecamuk. Tak ada penghancuran rumah ibadah saat itu. Tak ada darah menggenang di sudut-sudut jalan. Orang-orang Nasrani diperbolehkan pulang ke tanah kelahirannya tanpa syarat yang menyusahkan. Palestina tidak gelap, Paletina kembali terang. Saat itu tak ada balas dendam.
Salahudin merupakan pemimpin agung. Ia mampu memimpin pasukannya agar tidak membalas dendam, taka da satupun orang Nasrani yang dianiaya. Salahudin telah membawa Palestina kembali damai dibawah naungan Islam. Sekali lagi Palestina mengalami masa ketentraman. Mungkin Tuhan telah memaafkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H