Mohon tunggu...
Sihar Marojahan
Sihar Marojahan Mohon Tunggu... -

Hanya seorang manusia biasa...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kitab Suci Sebagai Historis Simbolis

15 Januari 2011   17:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:33 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dari berbagai karya-karya tulis yang telah berumur ratusan bahkan ribuan tahun, dapat dilihat bahwa dalam peradaban mereka terdahulu sangat mendalami sastra. Dalam penyampaian pesan, mereka menggunakan kisah-kisah yang fiksi sekalipun menjadi sangat terlihat hidup. Sehingga generasi-generasi peradaban setelahnya, sangat terpengaruh bahkan secara mutlak dalam karya-karya sastra tersebut.

Demikian halnya dengan kitab-kitab yang saat ini dijadikan oleh umat manusia sebagai penuntun, bahkan sering disebut "kitab-suci". Adalah merupakan hasil karya yang begitu spektakuler, sehingga dapat seolah menghipnotis pengikutnya untuk melakukan pendalaman yang mutlak yang mengakibatkan menelaah arti dalam sesungguhnya dan melakukan penerapan yang sama dalam kehidupan kesehariannya seperti cerita terkandung di dalamnya. Tidak sedikit dari umat manusia yang rela seolah menjadikan kitab-kitab tersebut seolah-olah sebagai Tuhan.

Namun, apakah kitab suci itu adalah rekayasa ? Apakah semua itu karya sastra dan fiktif atau bohongan ?

Jawabnya TIDAK.

Ada beberapa kisah-kisah tertentu yang merupakan suatu hasil karya sastra, suatu perumpamaan, yang diolah dengan begitu hebat, seolah-olah kejadian tersebut adalah yang sebenarnya terjadi. Sama seperti film-film yang kita saksikan. Namun, hebatnya para pengarang kitab terdahulu sungguh luar biasa sehingga mampu memegang kendali atas pemikiran si pembaca. Dalam hal ini kisah tersebut adalah Fiktif.

Ada juga kisah-kisah yang memang merupakan kejadian yang sebenarnya pernah terjadi. Dan dituliskan oleh si pengarang kitab, dengan versi sastra nya. Sehingga kisah tersebut dapat hidup kembali di era si pembaca.

Tujuan dari penulisan kitab-kitab tersebut, tak jauh bedanya dengan orang-orang pada jaman sekarang yang menuliskan buku-buku yang bersifat pengajaran. Para penulis ingin memberikan sesuatu kepada dunia, sesuatu yang sangat berharga, sebuah filosofi hidup. Mereka ingin menyampaikan sesuatu nilai kehidupan dari sebuah kisah, yang berguna bagi jangka panjang. Mereka menyampaikan nilai-nilai tersebut dalam suatu bentuk cerita.

Hubungan Kisah Fiktif dan Realita Terhadap Nilai kehidupan

Nilai yang terutama dapat diambil dari kitab-kitab suci, adalah nilai kemanusiaan. Sangat banyak nilai kemanusiaan yang dibawakan dalam kisah-kisah dalam kitab suci. Selanjutnya adalah nilai interaksi sosial, yaitu bagaimana cara anda menghormati dan menghargai keberadaan orang lain, bagaimana cara anda memberikan respon dalam segala interaksi, baik itu interaksi baik maupun buruk. Kemudian, dari keseluruhan adalah nilai-nilai bagaimana cara anda berhubungan dengan Tuhan sang pencipta, menghargai dan menghormati Tuhan, dan menemukan Tuhan dalam kehidupan anda.

Seperti menonton Film, anda akan terhanyut dalam film tersebut. Emosi akan digunakan seolah anda adalah bagian dari film tersebut. Mindset atau pola pikir anda telah dipengaruhi oleh pesan yang disampaikan dalam film tersebut. Anda akan setidaknya melakukan hal-hal yang menyentuh hati anda di film tersebut dalam kehidupan keseharian anda. Demikian juga kitab-kitab tersebut dituliskan. Melalui cerita-cerita fiktif yang bertujuan menyampaikan pesan secara tersirat, sehingga anda mengamalkan dalam kehidupan keseharian anda. Itu dari sisi kisah fiktif.

Dari kisah realita, sama seperti apa yang anda hadapi dalam perjalanan kehidupan anda. Anda mengalami suatu kejadian saat ini, tentu anda akan mengambil makna dari kejadian tersebut dan akan anda terapkan di kemudian hari sebagai suatu pelajaran. Akan tetapi, tidak ada kejadian dalam hidup anda yang sama persis terjadi kembali di kemudian hari nya. Sungguh pasti berbeda, entah itu lebih baik atau buruk, tergantung daripada anda meresapi nilai nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun