Mohon tunggu...
abangryan
abangryan Mohon Tunggu... -

No Plan... No Support... No choice

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Mengukur Kadar Khusyuk dalam Sholat ala Teori Einstein

22 Oktober 2015   06:39 Diperbarui: 22 Oktober 2015   08:24 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari dulu saya sudah ingin menuliskannya. Cuma ya itu, bingung mau mulainya dari mana. Kebingungan saya dalam mengurai makna khusuk. Salah satu kewajiban seorang Muslim (orang Islam) ialah menunaikan sholat. Didalam Al-Qur'an banyak sekali ayat yang menjelaskan keutamaan mendirikan Sholat. Silahkan bertanya kepada guru agama, kyai, atau silahkan "gugling". Banyak sekali artikel yang menjelaskan makna sholat dan keutamaanya.

Tapi saya tidak akan menuliskan tentang itu. Saya sedang tertarik mengenai kekhusuyu'an dalam melaksanakan sholat. Banyak sekali orang yang mendirikan sholat tetapi tidak melaksanakannya secara khusyu'. Saya sendiri suka bertanya tanya, apakah sholat saya sudah khusyu' . Apakah agar khusu' kita membayangkan Allah sang Pencipta seakan akan hadir didalam sholat kita. Sambil memejamkan mata, menggambarkan kehadiran-Nya.  Berapa tingkatan khusu sholat kita ?. Banyak juga artikel yang membahas mengenai kekhusuyu'an dalam melakukan sholat. Terkadang saya juga berkhayal, seandainya ada seseorang yang bisa membuat alat mengukur tingkat kekhusyu'an kita menjalankan ibadah sholat, pasti akan laku keras dijual.

Sampai akhirnya saya menemukan teory ini. Teory relativitas dari Albert Einstein. Tulisannya seperti ini (source www.goodreads.com) :

“Put your hand on a hot stove for a minute, and it seems like an hour. Sit with a pretty girl for an hour, and it seems like a minute. That's relativity.

Meski kutipan ini masih harus diuji kebenarannya. Apakah benar diucapkan oleh Einstein seperti yang ditulis dibanyak literatur, paling tidak tulisan ini mampu mengispirasi hari hari saya.

Ibadah sholat yang khusyu harus dilandasi dengan kedekatan, ketertarikan dan tanpa adanya keterpaksaan. Ketika kita melakukan ibadah atas dasar keterpaksaan, maka yang terjadi "put our hand on a stove for a minute, and it seems like an hour".... Ibadah yang kita laksanana meski cuma sebentar akan berasa lama. Loh tahu darimana kalau ibadah kita ada unsur keterpaksaan ?. Kan yang tahu cuma Allah ?.  Ketika kita selalu berharap Imam sholat membaca surat "qulhu" setelah selesai membacakan surat Al fatihah, nah itu keterpaksaan manurut saya. Dan sholatmu atau ibadahmu kemungkinan besar tidak khusyu'. hehehehehe

Ibadah yang khusuk it's a simple thing. Gak usah mikir macam macam. Khusyuk itu ternyata seperti kita berbicara dengan seseorang yang menarik. Ya kalo pria bujang seperti mengobrol dengan cewek cantik. Kenapa kok pria bujang, ya kalo pria beristri ngobrol dengan cewek cantik ya dia juga kan gak konsentrasi. Takut takut istri melihatnya pula kan (hehehhe). Atau bisa juga seseorang sedang memainkan video game dengan asyik atau contoh contoh lain. Ibadah itu harus dilandasi seperti itu. Ya itu.. "Keasyikan".  Dalam sholat, kedekatan kita kepada Sang Pencipta seperti interaksi kita kepada cewek cantik tadi (karena saya pria ya). Saya jamin, mau imamnya baca surat Al baqoroh 10x nonstop, kita cuek aja.

Keasyikan berbicara dengan Sang "Pretty Girl", akan membuat kita mengabaikan semuanya. Kecuali pembicaraan kita dengan pretty girl itu sendiri. Menatap "wajahnya", "ranum bibirnya", "indah alisnya" yang memanjang bak semut berbaris. Memperhatikan rona pipinya  yang seperti bakpao china membuat kita lupa hal hal disekeliling kita. Mau ada Bajaj ngebut, mau ada Bom Atom, mau ada tukang es cincau ngasih gratis, semua akan kita lupakan. Demi asyiknya ngobrol dengan Sang "Pretty Girl" ini. Hasrat untuk bertemu selalu menggelora.

Sayang, saya membaca teory "einstein" ini berpuluh puluh tahun setelah einstein tiada. Kalau saja dia masih hidup hingga saat ini, saya akan paksa dia untuk membuat rumusan cara mengukur kekhusu-an dalam sholat. Kali kali dia bisa membantu saya membuat rumus se-terkenal E=mc2. Dan itu akan membuat saya (mungkin) akan menerima hadiah Nobel. hahahahahah

Tapi bukan berarti kita harus menunggu tidak terpaksa dulu baru beribadah. Bagimana menghilangkan rasa keterpaksaan. Keterpaksaan dapat dihilangkan dengan terus bertemu hingga melahirkan cinta. Kalau dalam filosopi "kuno" orang jawa  yang legendaris witing tresno jalaran seko kulino. Pada akhirnya kedekatan dengan sang Pencipta memang dibutuhkan untuk meningkatkan level kekhusyukan kita dalam beribadah. Kedekatan dengan Sang Pencipta atau sang "pretty girl" tidak bisa dibangun dengan ibadah yang sekali kali. Seperti orang jatuh cinta, kedekatan dengan Nya itu dibangun dari pertemuan yang intense. Intense dalam dzikir, sholat, dan ibadah lainnya.

Kembali..... sayang Albert Einstein sudah tiada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun