Mohon tunggu...
nius panggi
nius panggi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UMBY/Ilmu Komunikasi

shalom, selamat datang di artikel ku, artikel diamana penuh dengan informasi yang berkaitan dengan ilmu komunikasi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Rambu Solo/Upacara Pesta Kematian Icon Khas Suku Toraja

19 Oktober 2021   15:10 Diperbarui: 19 Oktober 2021   15:39 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak pulau salah satunya pulau Sulawesi. Tahu kah anda bahwa dari beberapa suku yang mendiami pulau Sulawesi, ada satu suku yang paling menarik, unik serta khas dari pulau tersebut. Yah tentunya suku Toraja tepatnya berada di bagian paling Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Suku ini memiliki tradisi yang sangat terkenal hingga mancanegara yaitu Rambu Solo atau Upacara Pesta Kematian.

Rambu solo adalah upcara kematian yang di lakukan oleh seluruh lapisan masyarakat Toraja, Rambu Solo merupakan upacara kematian untuk penghormatan terakhir sekaligus mengantar orang tercinta kita yang telah meninggal dunia menuju ke alam puya atau alam baka.

Dikatakan Rambu Solo sebagai ciri khas suku Toraja di karenakan memiliki beberapa keunikan di bandingkan upacara kematian yang dilakukan oleh suku lainnya di Indonesia. Dengan ciri khas inilah yang mampu menjadi daya tarik bagi para wisatawan mengunjungi Toraja, hingga para turis pun ikut menyaksikan upacara ini.

Bagi setiap orang lazimnya ketika ditinggal orang yang kita sayangi tentu mengalami kesedihan yang mendalam namun tidak dengan suku Toraja, mereka memaknai upacara ini dengan istilah pesta kematian, sebab dalam melaksanakan upacara ini di butuhkan biaya yang tidak main-main harganya dan lebih terlihat meriah dibandingkan pesta pernikahan pada umumnya.

Dalam upacara Rambu Solo ini mayat atau jenazah terkadang sebelum dilaksanakan upacara mayat atau jenazah di simpan beberapa minggu bahkan bertahun-tahun dengan alasan menunggu sanak saudara yang jauh di perantauan atau karena mengumpulkan biaya yang akan di butuhkan dalam melaksanakan upacara kematian ini.

Dalam upacara Rambu Solo, memiliki beberapa prosesi yang membuat pengunjung tertarik melihatnya, diantaranya rumah persinggahan bagi para tamu yang di jejer sedemikian rupa serta diberikan nomor, tempat khusus meletakkan mayat yang biasanya memiliki nomor urut pertama, tarian ma' ba'dong serta puluhan bahkan ribuan hewan untuk di potong yang terdiri dari babi serta yang menjadi pusat perhatian yaitu kerbau.

Yang pasti upacara satu ini memakan banyak biaya sebab upacaranya yang diadakan tiga sampai seminggu bahkan sebulan, serta yang paling menyebabkan upacara ini termahal didunia yaitu adanya hewan khas yang di persembahkan dalam upacara ini yakni kerbau. Ada banyak jenis kerbau yang di korbankan mulai dari puluhan juta hingga yang paling mahal yaitu tedong bonga atau kerbau belang dan juga tedong saleko atau kerbau albino, yang memiliki harga hingga ratusan bahkan milyaran rupiah.

Dalam suku Toraja, masyarakat memaknai bahwa semakin banyak tanduk kerbau yang di pasang di rumah adat Toraja yaitu Tongkonan maka semakin tinggi kasta dan derajat keluarga tersebut.

Dalam melaksanakan upacara Rambu Solo sejatinya tidak diharuskan melaksanakannya, namun kembali ke pemikiran tuan rumah yang mana jika tidak melaksanakannya tentu akan merasa bahwa akan dipandang atau dinilai oleh tetangganya, sehingga terkadang pelaksanaan upacara ini berakhir utang balas artinya ketika pelaksaan upacara ini ketika ada sanak saudara menyerahkan hewan baik itu babi atau kerbau maka ketika sanak saudara mengalami duka maka kita harus mengembalikan apa yang pernah mereka bawa saat kita berduka.

Dari upacara Rambu Solo ini yang mampu menarik wisatawan ternyata ada sisi positif yang dapat diambil yaitu kebersamaan suku Toraja dalam gotong royong membantu tuan rumah yang mengalami duka, hewan-hewan yang di potong akan dibagikan pada masyarakat yang datang. Dengan demikian tradisi gotong royong pun akan terus di lestarikan di suku Toraja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun