[caption id="" align="aligncenter" width="456" caption="Sumber : http://bimg.antaranews.com/bali/2012/06/ori/20120603psk030612.jpg"][/caption]
Sebagian orang pesimis bisnis esek-esek itu akan lenyap dari atas muka bumi, karena praktek itu telah ada sejak awal peradaban manusia dan dibutuhkan atau dicari sampai kini. Dalam catatan Yunani kuno, praktek prostitusi (Pornoal) terpaksa di setujui (legal) akibat desakan teramat kuat pada tahun 4 SM (sebelum masehi).
Di sisi lain, sebagian orang yang lebih beradab yakin bahwa praktek tersebut dapat dihilangkan, paling tidak harus dapat dieliminir, Sebagai manusia beradab mereka berkewajiban menekan laju praktek prostitusi secara terbuka atau tertutup.
Terlepas mana yang terbaik, mari kita simak, mengapa praktek pemuas kebutuhan syahwat alias pelacuran tersebut semakin ditekan semakin subur. Semakin dirazia makin merajalela saja kelihatannya. Praktek PSK kini mulai marak menelan korban jiwa baik PSK itu sendiri maupun pelanggannya sendiri, termasuk PSK Deudeuh Alfisahrin dan penikmat PSK yang kebetulan salah satu karyawan Pertamina, Edy Juanda, minggu lalu (3/5/2015).
Praktek prostitusi kini merambah dari kota hingga pinggiran kota (desa) untuk mendapat penghasilan puluhan ribu sampai jutaan rupiah satu trip. Jaringan kuat dari individu (perorangan) hingga terorganisir dengan tim promosi dan pelindung tertata rapi. Tak heran, praktek itu pun kini menyandang nama sebagai salah satu profesi, yaitu Pekerja Seks Komersial atau PSK.
PSK, semakin subur dan menggila terlalu banyak faktor pencetusnya, tapi secara garis besar dikelompokkan pada TIGA Faktor, yaitu Faktor Ekonomi, Faktor Biologis dan Faktor Psikologis. Daya Tahan ketiganya faktor utama tersebut ditentukan oleh sebuah saringan (filter) yang disebut dengan "KEPRIBADIAN." Semakin tegar dan teguh kepribadian seseorang semakin kuatlah filter itu bekerja, menyaring aneka desakan ke TIGA faktor utama di atas.
Kepribadian, kalau dikembangkan lebih jauh termasuk soal pendidikannya, latar belakang keluarga, keimanannya (agama), wawasannya, kesabarannya dan lain-lain, tumbuh dan layunya bagaikan tanaman. Jika diberi pupuk dan dirawat maka filter kepribadian itu mampu bekerja dengan baik, dalam hali ini mampu membendung seseorang untuk tidak terlibat dalam aneka prostitusi dari kadar rendah sampai tertinggi.
Oleh karena kepribadian itu mirip tanaman maka peluang menjadi layu senantiasa menghantuinya seperti layunya tanaman akibat berbagai faktor.Saat kepribadian mulai terkulai layu mulailah aneka macam bisikan dari nurani muncul menggoyang filter kepribadian pemiliknya, menuntut jalan keluar (alternatif) mengatasi kebutuhan (psikologis, Biologis dan ekonomis).
Wanita dan Pria baik-baik pada awalnya kemudian terganggu filternya lantas menjadi PSK atau bermain cinta dengan PSK (sejenis dengannya) akibat alasan-alasan berikut ini :
- Ditinggal kekasih (kecewa)
- Keluarga broken home akibat perceraian kedua orang tua
- Himpitan ekonomi keluarga
- Balas dendam terhadap pasangan yang ketahuan berselingkuh
- Tidak puas pada pasangannya.
- Gaya hidup (Style) modern
- Kebutuhan
Diantara ke tujuh ALASAN di atas, alasan klasik dari masa ke masa yang paling antik adalah ALASAN ekonomi pada kasus wanita menjadi PSK. Sedangkan ALASAN tak kalah antik pada kasus pria berselingkuh dengan PSK adalah alasan kebutuhan. (Untuk memudahkan memahami tulisan ini, mari kita fokus membahas dua dari ke tujuh alasan di atas).
Alasan ekonomi dan alasan kebutuhan telah ada sejak manusia dikenal dalam bersosialisasi di atas muka bumi. Maka tak heran, usia persinaan atau pelacuran yang kini menyandang predikat PSK telah ada setua sejarah peradaban manusia.