Lebih kurang sebulan terakhir sejak 1 Juni 2016, kemunduran signifikan dialami pasukan rezim Suriah atau SAA dan aliansi dukungan Rusia di hampir seluruh fron terutama di pegunungan Latakia, di utara Provinsi Aleppo dan di padang pasir Itriyah menuju Rasafa dan Al-Tabqa sebelum mencapai ibu kota Raqqa. Korban jiwa SAA dan aliansinya meningkat pesat, selain itu sejumlah wilayah kembali berpindah tangan secara signifikan ke kubu FSA dan ISIS.
Selama bulan Ramadhan petempuran tetap berlangsung sengit. Secara keseluruhan bulan Ramadhan membawa bekah untuk FSA di Latakia, Hom dan Aleppo utara. Di pegunungan Latakia, FSA berhasil mendesak SAA mundur ke sejauh 5 Km dan menguasai kota strategis Kinsebba membuat SAA harus bertahan di desa kecil sebelah Kinsebba yaitu Wadi Basur sepanjang garis perbatasan terkini pada 1 Juli 2016 lalu.
Sementara itu jalur sepanjang 68 km antara Ithriyah dengan Rasafa -sempat di kuasai SAA pada Mei 2016- harus dikembalikan kepada ISIS yang mati-matian menahan semangat SAA ke ibu kota Raqqa.
Gempuran SAA sepanjang desa-desa di Aleppo utara dalam bulan puasa tak mengalami perkembangan pesat mesti mencoba mengurung FSA dengan membuat lorong spiral dari Alepo utara ke dalam kota Aleppo. Perkembangan SAA di fron Aleppo timur mulai terlihat saat ini ketika tulisan ini dibuat,
SAA berusaha keras merebut desa Mallah sebuah kawasan pertanian agar dapat mengepung FSA di dalam kota Aleppo. Jika SAA mampu menguasai total kawasan pertanian itu maka akses FSA dari dalam dan ke dalam kota Aleppo melalui Castello road akan dapat diputuskan karena sebagian kecil kawasan itu antara Mallah dengan Aleppo timur telah lama dikuasai PG di bagian timur kota Aleppo dekat kawasan pertanian Mallah.
Apa yang menyebabkan SAA mengalami kemunduran pesat tentu banyak faktornya dari masalah buruknya koordinasi dan komunikasi dan dukungan logistik hingga menurunnya mental pasukan sampai pada masalah faktor eksternal menguatnya kemampuan berbagai bidang di pihak lawan.
Sebut saja FSA misalnya sejak sebulan terakhir mengalami peningkatan pesat setelah mendapat pasokan pesenjataan lebih modern. Selain itu membaiknya konsolidasi dan koordinasi faksi-faksi dalam aliansi FSA dukungan Turki, Saudi Arabia dan AS juga faktor sangat mendukung. Sejak konflik Suriah pecah atau sejak 2012 lalu ketiga negara tesebut telah secara massif memasok senjata, amunisi dan memberi pelatihan dan pendanaan untuk FSA.
Dalam konstelasi mempersenjatai FSA ketiga negara tersebut hingga kini telah berulang kali memasok senjata untuk memperkuat FSA. Sebut saja salah satunya adalah pengiriman 81 kargo senjata dan amunisi yang dikapalkan pada Desember 2015 lalu dan tiba di pelabuhan Aqaba di Jodania dan pelabuhan di Tuki pada Januari 2016.
Kemudian pada April 2016 lalu AS mengirimkan kembali 3,000 ton aneka senjata dan amunisi untuk al-Qaeda atau al-Nusa dan untuk FSA khususnya New Syria'n Army atau NSyA juga untuk SDF koalisi AS- yPG Kurdi, sebagaimana dilansir oleh moonofalabama pada 8 April 2016 lalu. Hal sama juga disebutkan oleh globalresearch dan telah penulis laporkan pada tulisan sebelumnya di Kompasiana edisi 27 April 2016.
Dari dalam daftar pengiriman Desember 2015 beberapa jenis senjata yang dipasok adalah AK-47 rifles, PKM general-purpose machine guns, DShK heavy machine guns, RPG-7 rocket launchers dan 9K111M Faktoria versi terkini, mampu mengecoh explosive reactive armour (ERA).
Meskipun tidak ada tertera jenis ATGM TOW dalam daftar kiriman Desember 2015 di atas mungkin saja TOW telah dipasok dalam program sebelumnya. Banyak sumber menyebutkan Arab Saudi telah memasok 500 misil TOW buatan AS untuk FSA dan telah digunakan sejak Oktober 2015 setelah invasi Rusia sebagaimana dilansir oleh businessinsider dan reuters.com.