Upaya kubu Partai Republik (GOP) memenangkan Donald Trump (DT) sekaligus mengalahkan rival Demokrat Hillary Rodham Clinton (HC) tampaknya masuk fase paling hangat mengingat Pemilu sudah dekat dan akan digelar pada 8 Nopember 2016 ketika pemilih warga AS akan menentukan masa depan kepemimpinan AS.
Meskipun beberapa lembaga survei --seperti BBC poll of polls atau Insede Gov atau bahkan CNN dan masih banyak lainnya-- menjagokan Clinton berdasarkan beberapa kriteria penilaian polling hal itu tidak mengurangi perjuangan timses DT membendung HC dengan berbagai cara. Salah satunya mengangkat kembali issu skandal email Clinton.
Akibatnya, FBI membuka kembali pemeriksaan skandal email clinton yang sempat menguap sesaat lalu jelang pilpres beberapa hari lagi. "The FBI announced Friday that it is reopening its criminal investigation of Clinton’s personal email server," tulis foxnews edisi 28 Oktober 20₁6 dengan melampirkan pandangan diektur FBI, James Comey, "Clinton did not tell the truth in several of her statements," bikin kubu Demokrat bagaikan terbakar akibat kasus itu dibuka kembali dan bisa mengakibatkan hukuman minimal 5 tahun penjara berdasarkan UU Federal AS jika Clinton terbukti salah dan berbohong.
Kini, setelah sukses "menampar" wajah kubu Clinton GOP dan timses DT sukses mematahkan berbagai penilaian lembaga survei yang banyak menjagokan Clinton dibandingkan DT. Salah satu stasiun televisi terkenal di AS yaitu CNBC meluncurkan sebuah acara terkait dengan pencitraan DT sebagai calon presiden AS. CNBC memperkenalkan kembali sistim pengolahan data berbasis internet atau artificial intelligence system atau The AI system dan dikenal dengan singkatan MogIA .
MogIA telah diperkenalkan oleh penemunya (Sanjiv Rai) sejak pilpres 2004 saat sukses memprediksi George W Bush akan mengalahkan John Kerry dalam pilpres AS saat itu. MogIA kembali sukses memprediski Obama dua kali berturut-turut mengalahkan rival-rivalnya pada pilpres 2008 dan 2012. Kini untuk 20016 MogIA berdasarkan mekanisme dan sistem pengeolahan data berbasis pemakai internet pada beberapa saluran media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube termasuk pengguna Google di AS mendapat indikasi bahwa DT akan mengalahkan HC dan melangkah ke Gedung Putih.
Seakan lebih yakin pada teknologi informasi MogIA kubu DT mengeluarkan statemen makin membuat gundah kubu Demokrat meminta warga AS tidak melihat lagi pada hasil poling karena berbagai tanda-tanda kemenangan telah mengarah padaDT. "Forget the Polls—Many Signs Point to Trump Win," sebut tim sukses DT di sini.
Pemilu Presiden AS seperti pada pilkada di tanah air kita sangat tergntung pada populavitas diangkat melalui media massa. Peranan media massa untuk mencitrakan seseorang bahkan menghancurkan popularitas seorang calon benar-benar sangat strategis karena akan mampu menggiring opini sesorang dalam menentukan pilihan pada siapa pada akhirnya. Si
Siapapun kandidat yang menguasai atau merajai media massa, masyarakat dan dunia telah mampu melihat AS kini dihadapkan pada pemilihan calon terbaik dari pilihan terburuk yang pernah ada dalam sejarah pilpres AS. Kedua calon dinilai sama-sama memeiliki latar belakang kurang sedap seperti diungkapkan oleh majalah Fortune edisi 6 July lalu di sini. Selain itu pandangan sama juga disebutkan oleh CNBC edisi 16 Mai lalu dan dalam foum ting tank quora.
Sekadar menimbang-nimbang atau menerka-nerka tak salah melihat pada cuplikan hasil penilaian yang penulis sadur dari sumber presidential-candidates.insidegov pada 31 Oktober 2016. Dari sumber itu memperlihatkan kemungkinan besar Trump tak akn mampu mengalahkan Clinton. Jurus hebat Trump tak mampu menghentikan wanita bemental baja Clinton.
Siapa tahu Clinton ternyata menang lalu Kompasiana dan penulis mendapat "undangan" untuk hadir pada acara inagurasi atau pengukuhan dan pelantikan Hillary Rodham Clinton sebagai Presiden AS ke 45, heheheehe..