[caption id="attachment_391576" align="aligncenter" width="400" caption="Sumber : http://087828150515.blogspot.com/2012/10/seruan-dosen-itb-dalam-pencegahan-dan.html"][/caption]
Beredarnya data Laporan Hasil Akhir (LHA) PPATK tentang aliran dana di rekening Jumbo milik 23 perwira tinggi pada awal Mei 2010, kebetulan sekali pada saat itu KPK sedang tidak mempunyai ketua yang definitif.
Meski tidak ada kaitan antara beredarnya LHA itu dengan Ketua KPK akan tetapi kondisi tersebut akan menyingkap peristiwa tersebut mengapa baru terpecahkan pada saat ini di awal 2015.
Sebagaimana diketahui, ketua KPK sebelum boming kasus tersebut adalah Tumpak Hatorangan Panggabean yang berakhir tugasnya pada 15 Maret 2010 (menjabat mulai 6 Oktober 2009). Baru kemudian pada 20 Desember 2010, Busyro Muqoddas dilantik secara defenitif sebagai ketua KPK sampai berakhir pada 17 Desember 2011.
Selama masa kosong ketua KPK, mulai April 2010 hingga 19 Desember 2010, tidak ada ketua KPK selain pimpinan bersama yang terdiri dari 4 wakil ketua KPK yang disebut ketua bersama atau Pimpinan KPK.
Laporan Hasil Akhir (LHA) rekening gendut PPATK ternyata beredar kemana-mana termasuk diterima aktifvis Indonesia Corruption Watch. Meski ICW tidak merasa menerima data LHA tersebut -sedikit beda karena diberikan oleh orang misterius- mereka merespon temuan tersebut sangat reaktif. ICW memamng salah satu pilar anti korupsi di tanah air karena wujud korupsi telah menjadi budaya yang sistemik dan endemik di tanah air.
Sekadar mengenang kembali, berikut sejumlah peristiwa penting berkaitan dengan upaya ICW melawan korupsi dalam kaitan rekening jumbo Polisi :
- Pada 9/6/2010 ICW menyampaikan hasil temuan mereka berupa laporan selisih kekayaan sejumlah petinggi Polri kepada KPK.
- Pada 16/6/2010 ICW meneruskan laporannya ke Satgas Anti Mafia Hukum. Kesannya kurang mendapat tindak lanjut.
- Pada 28 Juni 2010, Majalah Tempo memuat investigasi menegangkan tentang rekening gendut sejumlah perwira tinggi di Kepolisian. Menurut informasi, hampir seluruh majalah yang beredar diborong oleh Polisi. Majalah Tempo masih menerbitkan topik tersebut pada 3 edisi setelah itu yang menuai teror berupa pelemparan bom molotov terhadap kantor redaksi majalah Tempo tersebut.
- Pada 1/7/2010 ICW untuk ke dua kalinya menyampaikan temuan mereka kepada KPK. Kali ini melampirkan bukti pendukung berupa lampiran dari berita Majalah Tempo yang melakukan investigasi sejumlah rekening Jumbo perwira tinggi Polisi. KPK tidak dapat merespon dengan cepat dan tepat seiring dengan lambatnya reaksi KPK atas laporan ICW tersebut.
- Pada 16/7/2010, Polri mengadakan jumpa pers di Mabes Polri. Melalui Kadiv Humas Irjen Edward Aritonang, Polri tidak membebekan secara rinci tentang pemilik rekening gendut sebagiamana yang diharapkan ICW.
- Pada 2 Agustus 2010, ICW meminta klarifikasi Polri atas temuan berkatagori Wajar dan Tidak Wajar sebagaimana diutarakan Edward Aritonang sebelumnya.
- Oleh karena tidak memperoleh jawaban pasti dari Polri maka ICM membuat pengaduan kepada Komisi Informasi Pusat (KIP) pada 21 Oktober 2010.
- KIP menyambut positif pengaduan tersebut akan tetapi Polri menyatajan itu urusan internal Polisi dan bergeming atas upaya membuka secara transparan rincian sejumlah rekening gendut dan pemiliknya. Masalah tersebut tidak pernah diungkap sampai 3-4 pergantian Kapolri, mulai BHD pada masa itu ke Timor Pradopo dan Sutarman ke Badron Haiti berganti jabatan tidak ada perkembangan tentang hal tersebut.
Tama Satrya Langkun adalah salah satu aktifis ICW yang pertama sekali menganalisis informasi tersebut dan bersama pengurus ICM menganalisis data yang mereka terima dan melaporkan pengaduan indikasi korupsi pada rekening jumbo sejumlah perwira tinggi Polisi melalaui beberapa proses disebutkan di atas.
Hasil temuan Tama kini telah membuat panas suhu politik nasional. Hampir terjadi ketidak percayaan pada Presiden Jokowi. Sementara itu beberapa politisi dan birokrat lainnya tak bisa tenang tidurnya akibat manuver politik Jokowi berimbas kemana-mana.
Mari kita bayangkan, apa jadinya jika pada saat itu KPK merespon laporan tersebut dengan segera dan tepat sasaran, katakanlah memberi kejelasan yang menguntungkan Polri, misalnya sama dengan hasil pemeriksaan internal Polri : "Semua rekening itu WAJAR...!!!" Kan, sudah selesai masalahnya meski timbul kontra beberapa saat.