Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Beta Kompasiana Bikin Beta Orang Talalu

4 Juni 2015   15:02 Diperbarui: 11 Agustus 2015   20:47 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum secara resmi diuncurkan pada 1 Juni 2015 (meski sudah dapat dijajal dua minggu sebelumnya) beberapa Kompasianer telah menayangkan aneka tulisan mengenai kelebihan dan kekurangan Kompasiana gaya baru. Beberapa kompasiane yang mendapat "undangan admin" melalui email untuk menjajalnya telah menulis aneka sumbang saran atas versi beta tersebut sebagaimana telah kita baca (simak) bersama.

Teringat sebuah kata yang lazim digunakan oleh orang Ambon dan Kupang (timor) dalam menggunakan kata ganti orang tunggal (misal saya) yaitu "beta" yang bermakna saya ata aku dan kata ganti orang jamak misal kita atau kami yaitu "beta orang" membuat penulis tertarik menggunakan kata tersebut karena berkaitan dengan penggunaan kata Beta pada Kompasiana versi terbaru yang telah menghentakkan penghuninya selama seminggu terakhir ini, yaitu Beta Kompasiana atau Kompasiana Beta dan ada yang menyebutnya Kompasiana versi Beta.

Istillah "Beta" dalam dunia perangkat lunak adalah sebuah istilah yang lazim digunaka oleh pengembang software (Software Developer) untuk meluncurkan sebuah produk yang masih dalam status pengembangan. Dengan peluncuran produk beta tesebut, pengembang mengharapkan koreksi-koreksi berupa fieedback yang akan disempurnakan pada produk terbarunya nanti dalam versi full version.

Berdasarkan hal itu, apa yang telah membuat Beta Kompasiana seolah-olah "terlalu" (talalu dalam istilah Ambon atau Kupang) terhadap penghuni apartemennya memang ada dasarnya. Beberapa diantaranya adalah :

  1. Sebuah produk tidak akan statis gayanya. Mengacu pada sistim informasi dan teknologi dunia maya, tuntutan perubahan adalah sesuatu yang wajar bahkan menjadi sebuah keharusan.
  2. Asset dan investasi yang telah dikeluarkan Kompasiana mungkin saja rentan didobrak oleh grombolan pengacau yang menyerang Kompasiana. Entah itu pasukan Hacker, Malware, Spyware, Spammer, Pishing, Snooping, Snifing, Spoofing atau apalah yang lainnya senantiasa mengintai  sistim pertahanan data pada server Kompasiana. Belum lagi sejumlah tulisan milik Kompasiana (dari seluruh Kompasianer) begitu mudahnya ditautkan dengan melakukan copy dan ditempelkan ke laman pengguna di luar Kompasiana.
  3. Sebuah konsep yang modern atau modis tentu tetap bermutan faktor Cepat, Efektif dan Mudah yang harus melekat di dalamnya. Meski belum tentu efisien, tanpa ke tiga faktor tersebut maka sebuah produk baru, program baru, disain baru akan terasa kurang diminati. Meski dipaksakan harus dinikmati maka cepat atau lambat produk tersbut akan ditinggalkan. Kehilangan pelanggan (pengunjung) adalah malapetak terbesar yang sangat menghenatui jenis perusahaan apapun.

Akibat yang kita rasakan kini melebihi sejumlah pengalaman "Kehilangan Kompasiana" pada beberapa perubahan lalu. Tak kurang dari 5 kali peristiwa  berubahnya tampilan dan sistem Kompasiana yang kita rasakan sejak resmi diluncurkan pada 22 Oktober 2008.

Bayangkan dalam 7 tahun tak kurang terjadi 5 kali (bahkan mungkin lebih) terjadinya peristiwa perubahan yang membuat penghuninya yang tinggal gratis melakukan protes, menjerit, ngambek sampai ada yang melarikan diri alias sporing dari apartemennya dan secara diam-diam ada yang terpaksa kembali lagi dengan nama dan gaya tamilan berbeda. Mengapa? Tak perlu diteruskan, hehehehe..

Kini, dalam perubahan yang ke sekian kali (jika bukan lima kali) penghuni apartemen lebih histeris. Menjelang peluncuran Beta version, lolongan minta tolong dibukakan kunci agar dapat masuk ke halamannya saja seolah tidak ada yang mendengar. Jangankan pintu halaman yang terlihat, teriakan minta menuju ke halaman itu pun tak terdengar,  terasa tersapu oleh luasnya lam maya.

Berbagai perasaan sedih, kehilangan, kesepian di tengah keramaian dan raibnya teman akrab dan setia yang telah menemani hari-hari kompasianer telah banyak diutarakan dalam aneka tulisan Kompasianer. Salah satunya seperti yang digambarkan oleh bapak Tjiptadinata Efendi betapa kehilangannya beliau atas hilangnya Kompasiana beberapa saat, sehingga beliau mengingatkan kita mengambil hikmah positif atas peristiwa tersebut.

Salah satu kalimat yang paling mengguah penulis dari tulisan beliau (maaf izin kutip) adalah :

Pada saat itu ,kalau kita mau jujur pada diri sendiri (dan kita harus jujur) .kita sungguh sungguh merasa kehilangan,sesuatu yang sangat kita rindukan.  Tak terpikirkan lagi oleh kita untuk mengomelin Kompasiana ,apalagi sampai mengritik. Satu satunya yang ada dibenak kita adalah :”Kenapa Kompasiana bisa jadi begini?” Tanya beliau, mewakili representasi kehilangan Kompasiana yang dialami oleh rekan lainnya.

Bapak Tjipta mungkin hanya beberapa saat mengalami peristiwa tersebut. Beberapa rekan lain di dalam dan dari luar negeri yang sempat berbalas pesan dalam inbox mengungkapkan betapa susahnya masuk ke halaman Kompasiana sejak dua minggu sebelum yang dirasakan bapak Tjipta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun