Pasca reformasi (1998) hingga saat ini banyak terjadi kasus menteri terlibat korupsi pada kementerian yang mereka bidangi masing-masing. Sejak jaman pemerintahan presiden Gus Dur hingga kepemimpinan presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kurang 11 orang menteri tertangkap akibat korupsi.
Jika dirata-ratakan selama 22 tahun terakhir (pasca reformasi) dibandingkan dengan 11 orang menteri yang terlibat korupsi artinya setiap 2 tahun terdapat 1 orang menteri yang tertangkap korupsi (terlepas dari yang lolos dari tangkapan KPK).
Dari daftar 11 orang menteri yang tertangkap (ketahuan) korupsi paling banyak kontribusinya dari Kementerian Sosial. Mereka adalah :
- Bachtiar Chamsyah. Mensos, Kabinet Indonesia Bersatu jilid 1 pada masa pemerintahan Megawati dan periode pertama Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dia adalah Mensos ke 26 dalam sejarah Kementerian Sosial RI
- Idrus Marham. Mensos, Kabinet Indonesia Kerja pada masa pemerintahan Jokowi periode pertama. Dia adalah Mensos ke 29 dalam sejarah Kementerian Sosial RI
- Juliari P. Batubara. Mensos, Kabinet Indonesia Maju pada masa pemerintahan periode ke dua Jokowi. Dia adalah Mensos ke 31 dalam sejarah Kementerian Sosial RI
Potensi banyak dan rentannya korupsi di Kemensos bukan rahasia lagi. Jauh-jauh hari 2 dekade lalu, Gus Dur pernah mengingatkan bahwa Kementerian satu ini telah dikuasai tikus-tikus koruptor sehingga mengusulkan agar kementerian ini dibubarkan saja.
Dalam sebuah acara wawancara "Kick Andy" ketika itu Gus Dur ditanya mengapa harus membubarkan Kemensos. Pembubaran itu diumpamakan Andi Noya seperti membakar lumbung padi untuk membunuh tikus. Gus Dur beralasan "karena lumbungnya sudah dikuasai tikus-tikus," ujarnya menjawab pertanyaan Andy F. Noya.
Faktanya sampai kini Kemensos tidak pernah dibubarkan. Kemensos terus bergelinding dari pertama kali terbentuk pada 19 Agustus 1945 dipimpin oleh Mr. Iwa Kusumasumantri hingga kini (baru saja ditunjuk) dipimpin oleh Tri Rismaharini sebagai Mensos ke 32 pada usia Kemensos ke 75 tahun.
Penunjukan Risma (mantan walikota Surabaya) telah diprediksi dari awal oleh berbagai pengamat dalam sepekan terakhir.
Mampukah Risma membawa perubahan angin segar etos kerja di Kemensos seperti melakukan perubahan positif dalam menata dan memimpin kota Surabaya? Tentu saja waktu jugalah yang akan membuktikannya.
Tapi ekadar prediksi dan mengingat model kepemimpinannya yang menggelegak-gelegak dan cepat tampaknya itu akan jadi persoalan besar suatu saat nanti di Kemensos karena kultur budaya atau etos kerja di sana telah larut dalam zona nyaman dari masa ke masa khsusunya pasca Reformasi hingga jaman Juliari.
Zona nyaman yang telah terbentuk di sana sesungguhnya hampir sama dengan zona nyaman yang terjadi di sejumlah kementerian dan BUMN, akan tetapi zona nyaman di Kemensos ini lebih vulgar dan telah diekspresikan oleh Gus Dur mantan Presiden RI ke 3 sebagaimana disebutkan di atas.
Penyebabnya karena Kemensos membuat mekanisme klasik yang telah turun temurun dari masa ke masa yang penulis sebut sebagai "zona nyaman" dalam pengadaan proyeknya.