Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Juliari Batubara Permulaan, Bola Salju Korupsi Program Covid-19 Bisa Lebih Dahsyat!

9 Desember 2020   01:00 Diperbarui: 9 Desember 2020   11:13 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum hilang terperangah kita pada kasus korupsi Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) beberapa hari sebelumnya kini masyarakat Indonesia dibuat semakin terperangah dengan kasus yang dilakukan Juliari cs dengan sangat vulgar dan berani.

Vulgar karena masyarakat dan peneliti telah menduga tentang besarnya potensi korupsi terhadap sejumlah program penanggulangan covid-19 dari pusat hingga ke daerah.

Berani karena Presiden Joko Widodo telah mewanti-wanti jangan sampai terjadi korupsi pada dana untuk penanggulangan covid-19.

Misbah Hasan, Sekjen Forum Indonesia pernah melontarkan dugaan tentang besarnya potensi korupsi penanggulangan covid-19. Menurutnya potensi tersebut datang dari amburadulnya (kacau) sistem pendataan. 

Hampir sama dengan itu, soerang peneliti UGM, Zaenur Rohman peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi dari UGM mengakui besarnya potensi korupsi tersebut karena tidak ada sistem pengawasan yang independen mengawasi apa dan bagaimana anggarannya digunakan

Kini apa yang pernah diprediksi kedua pakar peneliti tersebut telah banyak jadi kenyataan. Dua Menteri tertangkap korupsi dalam waktu berdekatan, salah satunya yang terkini Menteri Sosial, Juliari Batubara terlibat tindak pidana korupsi dengan angka sangat fantantis.

Beberapa usulan pengamat hukum pernah mengusulkan agar memberi hukuman mati untuk koruptor dana Covid-19, oleh karenanya langkah Juliari mengambil keuntungan dari bansos ini tergolong langkah super berani.

Keberanian yang diperagakan Juliari semakin menjadi-jadi jika tak pantas disebut nekat karena jauh-jauh hari KPK juga telah memberi warning, mengumumkan 4 strategi KPK dalam mengungkap potensi korupsi dana Covid-19.

Lili Pintauli Siregar, wakil ketua KPK  pada 18 Agustus 2020 lalu di gedung KPK pernah mengumumkan ada 4 bidang rawan korupsi anggaran Covid-19 yaitu : 

  • Pengadaan Barang Jasa (PBJ) Pemerintah. Di sini rawan terjadi kolusi, mark up harga, kickback, konflik kepentingan dan kecurangan.
  • Lemahnya akurasi data penerima bantuan di satgas setiap kementerian
  • Pemanfaatan anggaran APBN dan APBD
  • Mekanisme penyelenggaran Bansos dari pusat hingga ke daerah

Mengantisipasi korupsi dana covid-19 KPK telah menerbitkan rambu-rambu tentang poin-poin yang harus dihindari dalam penyaluran dana bantuan sosial dan penanggulangan covid-19 ke masyarakat.

Pada 29 Mei 2020 KPK juga menerbitkan microsite JAGABansos dalam laman websitenya guna memberi ruang kepada masyarakat melaporkan jika terindikasi kecurangan, penyimpangan dan penyalahgunaan bansos dalam masyarakat.

Tapi gentarkah Juliari cs? Jangan harap rasa itu terjadi untuk politikus asal PDIP tersebut. Matanya berbinar-binar membayangkan fee Rp 10 ribu dalam setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu.

Meskipun sudah memiliki gaji Rp 18,64 juta per bulan dan tunjangan jabatan sebesar Rp 13,6 juta per bulan tetapi fee dari bansos penanggulangan covid-19 ternyata lebih seksi. Tak heran, total hampir 20 miliar berhasil dikumpulkan Juliari dari tahap pertama dan kedua bansos covid-19 ke masyarakat.

Kini Juliari sedang mendekam di balik jeruji besi "hotel prodeo" KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Meski masa penahanan hanya 25 hari (sejak ditangkap) tapi cukup waktu untuk Juliari merenungi apa selanjutnya ia pikirkan setelah proses penyelidikan ini selesai.

Menyesalkah Juliari? Sekali lagi jangan harap. Hal ini dapat dilihat dari cara dan gayanya ketika tampil di depan kamera. Meski tangan diborgol tetapi sorot matanya memperlihatkan biasa-biasa saja.

Dari sejumlah foto terlihat kekuatan matanya sehingga dia tidak merasa tidak perlu menunduk malu atau menyesali perbuatannya. 

Sikap ini juga lazim terjadi sejumlah koruptor yang telah tertangkap akhir-akhir ini akibat berbagai tindak pidana. Bahkan beberapa diantaranya cengar-cengir seakan masuk KPK hanya soal ketiban sial dan waktunya untuk beristirahat panjang.

Melihat fenomena ini, Hamdi Muluk seorang psikolog Politik juga pernah menilai, itu terjadi karena rendahnya etika publik para koruptor.

"Kalau etika publik tinggi ada dua perasaan yang ditimbulkan. Pertama (merasa) malu, dua (merasa) bersalah karena merasa telah mengkhianati kepercayaan publik," ujarnya sebagaimana dikutip dari Kompas.com edisi 8/9/2018.

Bisa jadi itu juga yang sedang menjangkiti nuansa pikiran Juliari.

Juliari mungkin benar dengan perasaan atau pikirannya karena menurutnya persoalan korupsi yang menjerat dirinya adalah sebuah permulaan dari sejumlah kasus korupsi dalam penanggulangan covid-19.

Ibarat bola es, Juliari adalah permulaan yang akan mengulung beberapa koruptor lainnya dari pusat hingga ke daerah. Cepat atau lambat bola es korupsi penanggulangan covid-19 akan besar dan semakin membesar.

Jangan heran nanti akan muncul angka demi angka korupsi lebih dahsyat mengingat alokasi dana penanggulangan covid-19 sangat besar, berlimpah ruah. Ada yang menyebutnya sebesar 695 triliun atau ada juga menyebutkan sebesar 677 triliun rupiah.

Terlepas berapa persen telah dikucurkan atau dialokasi maka akan terlihat realisasi anggarannya. Katakan separohnya saja terealisir  atau 350 triliun dan yang menjadi obyek korupsi sebesar 10% (dari yang terealisir) atau 35 triliun rupiah lantas menimbulkan pertanyaan apakah angka sebesar itu bukankah mirip sebuah bola salju yang terlihat kecil saat ini dan akan membesar suatu ketika nanti?

Jika mengacu pada rencana, alokasi anggaran sebesar 695 triliun itu ditujukan untuk 87,55 untuk anggaran Kesehatan; 203 triliun untuk perlindungan sosial; 120 triliun untuk insentif usaha; 123 triliun untuk sektor UMKM; pembiayaan koorporasi 53,5 triliun dan dukungan sekotral PEMDA 106 trilun.

Dari sektor-sektor itulah kemungkinan besar munculnya benih-benih bola salju korpusi dana penanggulangan covid-19.

Sejauh apa para "pemain" itu mengemas permainannya sedemikian rupa agar tidak tercium KPK, tidak tertangkap OTT atau hakkul yakin tidak bakal ada yang tahu?

Jawabannya tidak mungkin. Cepat atau lambat setiap kesalahan pasti akan terungkap. 

Ketika itu terungkap satu demi satu nanti, dari balik tembok hotel prodeo barunya Juliari benar-benar akan tertawa melihat satu demi satu "teman-temannya" senasib dengannya.

Siapakah bakal menyusul? Apakah ada superbody di sana nanti? Juliari mungkin tahu. KPK bisa berkolobarasi dengannya jika masih percaya.

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun