Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Juliari Batubara Permulaan, Bola Salju Korupsi Program Covid-19 Bisa Lebih Dahsyat!

9 Desember 2020   01:00 Diperbarui: 9 Desember 2020   11:13 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar utama dari invertizate.com. Gambar lainnya dari berbagai sumber. Diolah dan dan diedit oleh penulis

Tapi gentarkah Juliari cs? Jangan harap rasa itu terjadi untuk politikus asal PDIP tersebut. Matanya berbinar-binar membayangkan fee Rp 10 ribu dalam setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu.

Meskipun sudah memiliki gaji Rp 18,64 juta per bulan dan tunjangan jabatan sebesar Rp 13,6 juta per bulan tetapi fee dari bansos penanggulangan covid-19 ternyata lebih seksi. Tak heran, total hampir 20 miliar berhasil dikumpulkan Juliari dari tahap pertama dan kedua bansos covid-19 ke masyarakat.

Kini Juliari sedang mendekam di balik jeruji besi "hotel prodeo" KPK cabang Pomdam Jaya Guntur. Meski masa penahanan hanya 25 hari (sejak ditangkap) tapi cukup waktu untuk Juliari merenungi apa selanjutnya ia pikirkan setelah proses penyelidikan ini selesai.

Menyesalkah Juliari? Sekali lagi jangan harap. Hal ini dapat dilihat dari cara dan gayanya ketika tampil di depan kamera. Meski tangan diborgol tetapi sorot matanya memperlihatkan biasa-biasa saja.

Dari sejumlah foto terlihat kekuatan matanya sehingga dia tidak merasa tidak perlu menunduk malu atau menyesali perbuatannya. 

Sikap ini juga lazim terjadi sejumlah koruptor yang telah tertangkap akhir-akhir ini akibat berbagai tindak pidana. Bahkan beberapa diantaranya cengar-cengir seakan masuk KPK hanya soal ketiban sial dan waktunya untuk beristirahat panjang.

Melihat fenomena ini, Hamdi Muluk seorang psikolog Politik juga pernah menilai, itu terjadi karena rendahnya etika publik para koruptor.

"Kalau etika publik tinggi ada dua perasaan yang ditimbulkan. Pertama (merasa) malu, dua (merasa) bersalah karena merasa telah mengkhianati kepercayaan publik," ujarnya sebagaimana dikutip dari Kompas.com edisi 8/9/2018.

Bisa jadi itu juga yang sedang menjangkiti nuansa pikiran Juliari.

Juliari mungkin benar dengan perasaan atau pikirannya karena menurutnya persoalan korupsi yang menjerat dirinya adalah sebuah permulaan dari sejumlah kasus korupsi dalam penanggulangan covid-19.

Ibarat bola es, Juliari adalah permulaan yang akan mengulung beberapa koruptor lainnya dari pusat hingga ke daerah. Cepat atau lambat bola es korupsi penanggulangan covid-19 akan besar dan semakin membesar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun