Menyikapi protokol New Normal, awalnya cuma 4 Provinsi dan 25 kota/ kabupaten yang dinyatakan persiapannya sudah memenuhi syarat kemudian "meledak" jumlahnya. Dari Aceh sampai Papua Barat 102 kota/kabupaten dinyatakan siap dengan New Normal pada 31 Mei 2020. Jika mengacu pada 514 kota / kabupaten se Indonesia artinya hampir 20% kota/kabupaten mendukung era New normal pada saat permulaan.
Bagaikan gayung besambut gelora New Normal terus membara. Pada 5 Juni 2020 jumlah kota/kabupaten mendukung new normal jadi 125 daerah. Setelah itu tidak diketahui lagi berapa jumlah pasti kota/kabupaten yang telah menerapkan New Normal.
Kini tiba-tiba pemerintah mengumumkan perubahan istilah baru, New Normal diganti dengan "Adaptasi Kebiasaan Baru" kesan yang muncul di sana adalah adanya pengakuan (baru sadar) dalam beberapa hal, yaitu :
- Target yang ingin dicapai dari New Normal tidak tercapai. Mengacu pada manfaat yang disampaian FR, jubir Presiden disebutkan di atas tampak sekali jauh melenceng dari sasaran.
- Dari sisi ekonomi, dunia pendidikan dan ketahanan pangan boleh dikatakan tidak ada pencapaian signifikan yang dicapai. Meskipun kita tidak berharap Indonesia berpotensi besar masuk dalam resesi berdasarkan indikator pertumbuhan ekonomi.
- Penggunaan istilah-istilah yang tidak merakyat selama ini mulai disadari sebagai salah satu sebab tidak membuminya edukasi tentang pencegahan Covid-19 di dalam masyarakat. Terlalu banyak istilah-istilah kebarat-baratan yang diadopsi sebagai pengertian dalam bahasa Indonesia sehingga butuh energi mendefinisi istilah-istilah tersebut dibandingkan menerapkan istilah-istilah tersebut.
Atas dasar realitas tersebut tampaknya benar konsep "New Normal" adalah konsep yang terburu-buru dalam arti kata titik fokus terburu-burunya ada pada pemerintah yang diliputi nuansa panik. Dalam kepanikan menerbitkan konsep-konsep yang membingungkan dalam masyarakat.
Bentuk kepanikan pemerintah juga terlihat dalam pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan. Berkali-kali terlibat dalam kerjasama pengadaan obat yang kontroversial seperti obat Avigan anti malaria, APD made in China from Indonesia dan kini kerjasama Bio Farma dengan Sinovac dalam pengujian dan pengadaan vaksin anti Corona.
Semestinya pemerintah jangan panik agar dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang singkat, padat, tepat sasaran, mudah dipahami, membumi dan membangkitkan kebersamaan dari desa sampai kota terkait dengan bagaimana bisa kompak memberantas Covid-19 tapi juga dapat beraktifitas memutar roda ekonomi rumah tangga masing-masing.
Tegasnya pemerintah "bek panik" (jangan panik) menghadapi kondisi ini. Rakyat Indonesia pasti akan menurut jika edukasinya membumi, mudah dicerna, mudah juga dijalankan.
Ada yang mengatakan "Selow-selow saja," badai pasti akan berlalu, hehehee..
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H