Pada 9 Agustus 2020, pemimpin katholik marionit Lebanon, Bechara Boutros al-Rai menyerukan kepada kabinet Lebanon agar mengundurkan diri jika tidak dapat mengubah cara pemerintahan.
Entah ada kaitannya dengan itu atau tidak, faktanya pada 10 Agustus 2020, secara mengejutkan salah seorang menteri senior, Menteri Informasi Lebanon, Manal Abdel Samad mengundurkan diri karena menganggap pemerintahnya tidak dapat memenuhi aspirasi rakyatnya.
Belum selesai, beberapa jam kemudian giliran menteri senior lainnya Menteri Lingkungan, Damianos Kattar juga mengundurkan diri dari jabatannya membuat pemerintahan Hassan Diab terasa limbung dan semangat pendemo semakin membuncah untuk mengganti pemerintahan kali ini meskipun pasukan keamanan dan polisi pun tak kalah gesit dan sengit memberikan tekanan pada pendemo.
Sejumlah pengacara kini juga sedang melakukan tekanan pada Pemerintah dengan menuntut pembubaran kabinet yang juga berarti membubarkan rezim kekuasaan pemerintah yang disokong oleh militan powerful Hizbollah dan negara pendukungnya.
Sementara itu 5 orang anggota parlemen (dari partaii kristen 3 orang dan seorang dari partai sosialis progresif serta seorang dari independen) telah mengundurkan diri pada Sabtu lalu. Mereka akan memanfaatkan peluang dari jatuhnya pemerintahan Hassan Diab (jika benar -benar terjadi)
Berdasarkan konsitutusi Lebanon yang telah diamandemen pada 1990 dapat diakses di sini, pada pasal 69 disebutkan bahwa, pembubaran pemerintahan bisa terjadi dalam kondisi :
- Jika Perdana Menteri mengundurkan diri
- Jika kehilangan 1/3 dari anggota kabinet saat pembentukan awalnya
- Jika kehilangan kepercayaan dari Chamber of Deputies (Parlemen Lebanon)
- Jika Perdana Menteri meninggal dunia, dll.
Mengacu pada konstitusi tersebut jika semakin banyak menteri yang mengundurkan diri hingga mencapai 1/3 anggota kabinet dan hilangnya kepercayaan parlemen maka bisa dipastikan nasib Perdana Menteri Hassan Diab baru "seumur jagung" berada diujung tanduk.
Akan tetapi nasib presiden Aoun dan Parlemen juga bisa tidak aman jika pedemo menuntut pemilihan umum ulang. Jika hasil pemilu (ulang) tidak lagi menguntungkan posisi Hizbullah dan pengaruh Iran di Lebanon bisa dipastikan babak baru Perang Saudara jilid 2 akan pecah kembali di Lebanon menyusul Suriah.
Semoga warga Lebanon tidak termakan provokasi karena jika rusuh pasti ada pihak-pihak yang memanfaatkannya, memperoleh keuntungan dari bencana kemanusiaan jangka panjang seperti terjadi di Suriah, sulit menemukan solusi damainya.
Perang saudara pertama saja (13 April 1975) baru bisa diselesaikan 15 tahun kemudian (13 Oktober 1990) masih hangat meninggalkan banyak aneka peristiwa pahit.
Semoga bisa jadi pembelajaran untuk warga Lebanon dan untuk semua.