"Saya pernah diundang Presiden Dwight D. Eisenhower untuk bertemunya di Gedung Putih padah hari dan jam yang telah ditentukan. Saya tiba di sana 5 menit sebelum jadwal, lalu menungu dan terus menunggu hingga beberapa menit. Pada akhirnya saya baru dipanggil 30 menit kemudian. Padahal rencana pertemuan cuma setengah jam, jadi sudah habis waktunya cuma untuk menunggu," ujar Soekarno berapi-api.
Sambil melepaskan asap rokoknya kuat-kuat ia melanjutkan, "Saya marah. Saya tesinggung diperlakukan seperti itu hingga akhirnya saya mau pulang saja. Tapi dicegah oleh para petugas Gedung Putih. Pertemuan akhirnya terjadi juga tapi herannya si bule itu gak mau minta maaf sama saya. Saya dibuat dongkol sampai tiba kembali di tanah air."
Pak Harto yang dari tadi juga merokok ikut menyimak dan manggut-manggut membenarkan pernyataan tersebut, mempersilahkan saya minum.
"mari mas, diminum kopinya.."
Selesai menarik 2 teguk kopi sanger terasa nikmat saya pun bertanya ke pak Harto.
"Nah kalau pengalaman pak Harto gimana, apakah bapak pernah memarahi menterinya..?"
Sambil membenari posisi duduknya agar lebih santai pak Harto menceritakan bahwa soal marah-marah itu biasa dan sering terjadi bukan saja pada menteri tetapi pada siapapun yang bersifat menyerang tapi tidak cara elegan.
Salah satu yang merasakan itu adalah Adnan Buyung Nasution yang kala itu ikut berjasa mengantarkan pak Harto ke tampuk kekuasaan melalu jalur gerakan mahasiswa. Buyung meminta pada pak Harto untuk mengusut indikasi pelanggaran dan korupsi di tubuh ABRI secara terbuka. ABRI dinilai melahap aneka sektor bisnis
"ABRI terlalu rakus," kata Buyung saat itu membuat saya naik pitam. Lalu saya katakan kalau bukan Buyung yang menanya-i hal itu sudah saya tempeleng," ujar pak Harto serius.
Selain itu pengalaman lain terhadap Menteri bapak, bagaimana?
"Ya banyak sekali..hampir tak bisa diceritain di sini. Musti berhari-hari sampeyan di sini baru komplit, toh, hehehhehee," ujar pak Harto dengan senyum khasnya.