Dalam "pertemuan" pertama telah dituliskan di sini pada 16 September 2015 banyak pesan-pesan sarat makna yang bisa jadi inspirasi di tengah berbagai hiruk pikuk peristiwa politik tanah air yang terjadi saat itu periode pertama Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kini tekanan Jokowi terus miningkat dan akhirnya marah besar pada menterinya. Sialnya marahnya Jokowi bukan sampai di tingkat menteri tapi ikut marah pada aneka aneka pemberitaan minor tentang marahnya Jokowi dalam berbagai sebab.
Sayapun teringat kembali pada sosok Soekarno (bung Karno) dan Soeharto (pak Harto).
Kereta kencana yang membawa saya pulang ke rumah 5 tahun yang silam telah hadir kembali. Sepasang kuda jantan (coklat tua dan muda) yang gagah perkasa pembawa kereta kencana telah siaga. Tanpa basa-basi pak kusir meminta saya masuk ke dalamnya.
Keretapun melesat meninggalkan kota lalu melewati jalan berbukit dan hutan lalu membelah lautan hingga masuk kembali ke sebuah kawasan kota yang bersalju.
Saya tiba saat fajar mulai menampakkan dirinya di ufuk timur. Ditemani pak kusir yang tidak berucap sepatah katapun tapi tetap ramah saya diantar ke rumah bung Karno.
Rumah tampak sederhana itu berlatar bangunan raksasa berpilar sangat tinggi, dipisahkan sungai sangat bersih dan bening. Bangunan berornamen Yunani kuno bergaya Helenik 350 SM dengan ciri khas pilar tinggi dan bertingkat (stoa), mungkin seperti yang tersisa di Parthenon di pulau Aegea Yunani.
Meski di luar terlihat sederhana tapi di dalamnya sangat tertata rapi dan bersih sekali. Saya disambut bung Karno dan pak Harto yang berpakaian senada, mirip pakaian kebesaran militer saat keduanya masih aktif. Suasananya kontras sekali dengan perselisihan Supersmar dan hiruk pikuk politik G30 S PKI serta aneka persoalan politik di mana antara keduanya dituding pernah saling bersaing sengit.
Diapit bung Karno dan pak Harto saya dibawa ke dalam ruangan justru sederhana sekali mirip ruangan kantor dengan perabotan jaman 1970-an.