Selasa, 9 Juni 2020, pukul 13.00 terjadi perubahan tampilan sosok pada acara laporan gugus tugas Covid-19 di layar kaca televisi. Jubir Corona Nasional Achmad Yurianto (biasanya dengan suara khas bariton) terlihat berdiri santun dan menahan tawa di belakang dokter Reisa Kartikasari Broto Asmoro menunggu giliran membacakan data-data (fakta dan angka serrta penjelasan singkat) terkini tentang pandemi Covid-19.
Tampak sekali Yuri berusaha menahan tawa padahal sangat susah mencari momen Yuri tersenyum apalagi menunggunya tertawa lebar pada saat berlangsung acara.
Tidak terlihat ekspresi kecewa atau perubahan sikap pada Yuri (panggilan akrab Achmad Yurianto). Hal ini tentu bukan karena telah melalui "gladi resik" di Istana beberapa kali sebelumnya tetapi memang hal itu tidak penting untuk dikecewakan untuk ukuran Yuri.
Penunjukan dokter Reisa pun bukan berarti sesuatu yang aneh atau sesuatu yang tak pantas mengganti Yuri. Penunjukan Reisa pun tak perlu didemo apalagi dijadikan bahan "gosippe signori" alias gosip sana-sini. Wajar saja, Reisa yang mempunyai intonasi suara yang bagus, pengetahuan yang prima dan tentu saja bahasa tubuh yang memikat memang pas JIKA menggantikan Yuri.
Tapi manakah yang paling memikat Istana untuk menggeser pelan-pelan Yuri yang tampak kehilangan sinar setelah 3 bulan melanglang buana di layar kaca memberi informasi seputar virus corona, Covid-19 dan edukasi pencegahannya nyaris setiap hari?
Tentu saja pihak istana negaralah yang lebih tau apa yang lebih memikat itu, yang jelas penunjukan itu pasti BUKAN semata-mata karena pesona kecantikan wanita kerap menyapa pemirsa lewat tayangan Dr. Oz Indonesia di Trans TV.
Tapi Reisa juga seorang manusia, tak luput dari rasa ingin diakui dalam berbagai hal, termasuk soal kecantikannya. Dalam tampilan perdananya bertugas saat akan berbicara menggunakan mike Raisa justru membuka maskernya. Alasannya,"karena jarak saya dengan pak Yuri 2 meter lebih dan jarak ke kamera(man) juga jauh. Dan setelah berbicara saya kembali menggunakan masker," tulis Reisa di instastorinya menanggapi pertanyaan fans.
Apapun alasan Reisa tentang sikap itu tak jauh-jauh dari naluri ingin mendapat pengakuan, ia ingin orang betul-betul mengenalnya pada saat tampilan perdana. Ia menggunakan seluruh modalnya, capital social dan capital cultural-nya mempengaruhi permisa agar mengenal kecantikannya juga kemampuannya secara utuh dalam sekejap.
Seperti Yuri, Reisa juga berasal dari Malang. Terlepas pada soal sosok, pengetahuan dan latar belakang keduanya yang paling menarik dalam penunjukan 2 sosok sekaligus mengurusi informasi seputar Covid-19 memperlihatkan dua sisi mata pisau yang tajam.
Yuri menahan tawa lepas mungkin juga dalam hati tersadar, meski masih tajam tapi kilaunya hampir pudar (jika tak pantas disebut berkarat) dalam menjelaskan data dan fakta seputar Covid-19, sementara Reisa (the new comer atau mungkin saja the rising star) masih tampak tajam dan berkilau menjelaskan literasi menjaga kesehatan terkait Covid-19.
Dua mata pisau dalam sebuah benda pemotong sesungguhnya sangat baik cara kerjanya misalya untuk mempercepat pemotongan, dalam hal ini mempercepat sampainya informasi dan literasi tentang Covid-19 kepada masyarakat dengan tepat dan akurat.
Akan tetapi mengacu pada bentuk organisasi dan efisiensi tampaknya 2 orang untuk mengurusi hal ini sangatlah tidak efisien sehingga organisasinya dapat dikatakan gemuk. Dan ini belum lagi dikaitkan dengan organisasi induknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana, akan seperti apakah gemuknya struktur organisasi tim informasi Covid-19?
Di AS, tim yang menangani informasi seputar Covid-19 disebut The White House Coronavirus Task Force, dipimpin Mike Pence (warpres AS).
Koordinator penanggung jawabnya adalah Deborah Birx. Deborah dilantik pada 26 Februari 2020 membawahi 24 pejabat tinggi lainnya temasuk Menkes AS (Alex Azar). Deborah masih menjabat sampai kini menyampaikan angka-angka, data dan fakta serta pencegahan seperi Yuri sampaikan.
Meskipun pernah kontroversial karena bikin kaget dengan ekspektasinya tentang potensi kematian warga AS bisa lebih tinggi dari korban PD-2 jika penanganan Covid-19 tidak berjalan dengan serius.
Tetapi itu adalah pendapat berdasarkan logika dan untuk itu Deborah tidak diganggu gugat sampai kini. Deborah juga tidak digantikan oleh artis atau publik figur lain agar membuat rakyat AS peduli dan lebih perduli lagi menjaga protokoler WHO tentang kesehatan dan COvid-19.
"Ah.. itu mah Amerika Serikat, kita kan Indonesia, sedikit-sedikit banding-banding ke sono, jangan donk.."
Mungkin seperti itu lontaran pendapat sebagian orang. Tapi jika selama ini pun kita sering berkaca ke sana dalam berbagai hal kenapa dalam hal membentuk tim gugus tugas Covid-19 atau jubir Covid-19 tidak mau berkaca ke sana?
Tunjuk saja Reisa, selesai. Pemirsa akan betah duduk berlama-lama menikmati suara, gerak tubuh, pesonanya asal jangan sampai lupa dengan pesan-pesan atau informasi disampaikan Reisa.
Jika pihak Istana bermaksud menggeser Yuri pelan-pelan demi alasan efisiensi dan gemuknya organisasi maka suatu saat (dalam waktu dekat) Reisa akan mengambil alih totalitas peranan Yuri sekaligus, menyampaikan trick and tips bagaimana mencegah penyebaran corona virus dan covid-19. Suatu saat Reisa akan menjawab kabar jutaan butir Avigan dan Kholokuine impor untuk melawan Covid-19 yang tak sempat dijawab Yuri hingga saat ini.
Jika itu terjadi mungki saja Yuri akan melepas tawanya keras-keras yang sempat tesembul saat dia berdiri di samping (beakang) Reisa 2 hari lalu.
abanggeutanyo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H