Baru saja tiga bulan lega bernafas iuran BPJS Kesehatan mandiri turun sejak April, Mai dan Juni 2020 tiba-tiba pemerintah dalam hal ini Presiden membatalkan keputusan Mahkamah Agung (MA) dan menetapkan iuran tarif baru (naik) BPJS Kesehatan Mandiri.
Kenaikan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden nomor 64 Tahun 2020 yang telah ditandatangani 5 Mei 2020 lalu tentang perubahan kedua atas peraturan presiden (sebelumnya) No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya pada 9 Maret 2020 lalu MA menolak kenaikan iuran BPJS melalui putusan judicial review terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. "Kenaikan itu (100%) tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat," ujar Jubir MA, Andi Samsan Nganro 9 Maret 2020.
"Salah satu paling berdampak adalah bidang ekonomi. Jika diturunkan lagi, kelompok paling berat merasakannya adalah kelompok masyarakat berekonomi menengah ke bawah"
Dalam peraturan baru tersebut pada pasal 34 (1) disebutkan iuran untuk 2021 peserta mandiri kelas III sebesar Rp 35.000 per orang per bulan. (Jika dibandingkan tarif saat ini Rp 25.000 maka akan ada kenaikan mulai tahun depan sebesar 37%)
Selanjutnya pada pasal 34 (2) peserta mandiri kelas II akan membayar menggunakan tarif baru (mulai 1 Juli 2020) yaitu sebesar Rp 100.000 per orang per bulan (naik sebesar 96%).
Selanjutnya pada pasal 34 (2) peserta mandiri kelas I akan membayar menggunakan tarif baru (mulai 1 Juli 2020) sebesar Rp 150.000 per orang per bulan (naik sebesar 87%).
Menyikapi keputusan tersebut sebagai warga negara yang baik dan taat aturan selayaknya menyikapi dengan patuh. Namun di sisi lain tanpa harus sekolah tinggi-tinggi sekalipun orang paham bahwa pandemi Corona itu bukan saja telah memangsa korban jiwa akibat sakit Covid-19 di mana-mana tapi juga telah melumpuhkan sendiri perekonomian masyarakat yang berdampak pada menurunnya penghasilan warga.
Seluruh dampak negatif diakibatkan pandemi corona itu mungkin lebih tepat disebut "krisis Crona" untuk merepresentasikan secara umumnya gejala negatif dalam berbagai aktifitas masyarakat, bangsa dan negara di seluruh dunia.
Salah satu paling berdampak adalah bidang ekonomi. Jika dirincikan lagi, kelompok paling berat merasakannya adalah kelompok masyarakat berekonomi menengah ke bawah.
Di saat orang - orang bergerombol membutuhkan bantuan presiden, bantuan langsung tunai, bantuan sosial dan bantuan provinsi, bantuan pra kerja atau apapun namanya itu seharusnya menjadi signal paling jelas bahwa orang-orang pada saat ini pada umumnya memilih berhemat, mengutamakan kebutuhan pokok, bisa memperoleh penghasilan dan mengurangi berbelanja meskipun banyak yang tidak "beruntung" memperoleh bantuan.