Gemuruh manteraku dalam deru ombak samudera Pasifik tak sebanding binar merah matanya tampak di ujung senja
Keheningan di palung Mariana nan gelap gulita pun kini telah mengusik ketenangan tentara kalian
Di ketinggian Mount Everest tempat ku bersekutu dengan kalian dalam Iqsam (sumpah) tak kuasa menghalau kedatangannya.
Sembelihan gelap apa lagi yang harus ku persembahkan agar kalian bertekuk lutut dihadapanku? Apakah jubah, bejana, cermin, topi dan tongkat Orcus berkepala tengkorak ini musti ku gadaikan agar kalian tetap bersimpuh untukku?
Dupa terakhir ini telah ku nyalakan tapi engkau tetap tak datang membawa lidah api ku inginkan.
Mungkin aku mulai rapuh, tak mampu lagi berkelana.
Kini baru aku percaya tak ada yang mampu mengusir kedatangannya. Iblis dan syetan yang bersekutu denganku pun tak kuasa membendung kehadirannya.
Persekutuanku dengan kalian telah kehilangan makna. Jimat, mantera dan semua yang pernah kalian minta tak lagi bermakna menghadang kedatangannya.
Kenangan berisi catatan-catatan pengabdianku pada kalian kini menyibakkan satu per satu dosa-dosa besarku. Ya, pengabdianku untuk mendapat keridhaan kalian akhirnya kandas di ujung senja.
Kalian menjauh dan makin menjauh saat nuraniku menghadirkan lukisan tentang kesyrikan dan kekufuranku demi uang dan uang.
Untaian penyesalan tak bertepi kini menjadi pelipur lara menanti datangnya senja