Sejak pertama kali ditemukan di Wuhan, China pada 31 Desember 2019 hingga kini (3 bulan) dunia telah dibuat hampir putus asa melihat jatuhnya korban jiwa dan korban sakit yang melonjak dimana-mana. Selama 3 bulan terakhir virus Corona telah membuat manusia seakan terpukau melihat ganasnya dan belum menemukan anti virusnya.
Dalam kekuatiran masing-masing telah menyebabkan aneka kericuhan, dari rebutan sembako di toko grosir atau supermarket hingga kericuhan akibat dutuding biang pembawa virus ke tengah warga.
Aneka upaya telah dilakukan pemerintah dan masyarakat, mulai dari isolasi diri dan karantina diri sendiri, menggunakan alat pelindung, penyemprotan disinfektan, menerapkan physical distancing, bekerja atau Belajar di Rumah hingga meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan dan lain-lain seperti malakukan lockdown kota bahkan negara.
Akan tetapi "gerombolan Covid" tidak perduli. Negara-negara paling sehat di dunia 2019 yang memiliki kriteria terbaik fasilitas kebersihan dan kesehatan publik sekalipun dari (rangking 1) Kanada hingga (rangking 10) Swiss tidak luput dari amukan gerombolan Corona, termasuk negeri kita Indonesia (diluar ranking utama).
Dalam kebingungan dimana-mana bagaimana mengatasi virus paling bandel pernah ada dimuka bumi ini kita dipaksa berpikir mencari solusi, alternatif dan jalan keluar. Ternyata salah satu solusinya tidak jauh-jauh ada di sekitar kita yaitu sinar Ultra Violet (UV).
Negara-negara tropis dan sub tropis memiliki paparan sinar matahari berlimpah yang didalamnya mengandung sinar UV. Ada 3 tipe sinar ultra violet (UV) dari alam semesta yang mampu mengarah ke bumi, yaitu UV tipe A (disingkat UVA), UVB dan UVC.
Tetapi yang berhasil tembus lapisan ozon hanya UVA dan UVB. Terlepas dari manfaat dan risiko masing-masing tipe UV alami tersebut ternyata UV buatan (artificial) juga telah dibuat oleh manusia sejak tahun 1887 untuk berbagai tujuan.
Penggunaan sinar ultra violet untuk memerangi virus Corona juga bukan hal yang baru. China sendiri tempat awalnya berseminya virus tersebut ternyata telah menggunakan sinar UVC untuk membersihkan ruangan bus umum mereka. Menurut ahli di China sinar UV tergolong panas hingga menganggu daya tahan virus dan telah terbukti 99% virus dapat dimusnahkan.
Efektifitas sinar UV melawan virus diakui oleh Paul Tambyah seorang ahli kesehatan dan juga President of Asia Pacific Society of Clinical Microbiology and Infection. Menurutnya sinar UV tidak bisa digunakan untuk disinfektan areal publik tetapi jika digunakan dengan tepat akan sangat efektif.
Akan tetapi terobosan ini dan telah dibuktikan efektif melawan virus di negeri asal virus tersebut ternyata BELUM berlaku di tanah air kita.
Seorang ilmuan dari LIPI, Achmad Darmawan mengakui perusahaan air isi ulang juga meggunakan sinar UV untuk membunuh bakteri dalam air tetapi tidak bisa untuk membunuh virus. Achmad mengatakan "belum ada hasil penelitian sinar UV mampu membunuh virus, kalau membunuh kuman dan bakteri bisa," ujarnya menanggapi penggunaan UV untuk memerangi virus corona (SARS-Cov-2).