Ancaman ketua umum Partai Nasional Demokrasi (Nasdem) Surya Paloh (SP) memilih jadi oposisi yang dilontarkan pada 22 Oktober 2019 lalu tampaknya bukan gertak sambal. Lambat tapi pasti SP mulai memindahkan "kapal-kapalnya" ke pelabuhan koalisi.
Mengacu pada perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2019 lalu, partai Nasdem berada pada ururan ke 5 dengan perolehan 12,66 juta suara (9,05%) masih kalah dengan PKB yang berada pada urutan 4 tapi juga mendapat jatah 3 menteri. Partai Golkar yang berada pada urutan 3 malah jauh di atas ururan Nasdem juga memperoleh jatah 3 posisi menteri.
Untuk jatah 3 posisi di kementerian tampaknya bukan masalah bagi Nasdem apalagi SP mengakui hal tersebut. "Kepuasan itu kan relatif, tapi itu (jatah menteri -red) adalah sesuatu yang patut disyukuri," ujarnya pada 25/10/2019.
Tentu banyak hal yang membuat Nasdem pilih putar haluan. Beberapa diataranya adalah :
- Posisi kementerian yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan. Sebagaimana diketahui tiga posisi menteri dijabat oleh politisi Nasdem adalah : Syahrul Yasin Limpo (Mentan), Siti Nurbaya Bakar (Menteri LHK) dan Johnny G Plate (Menkominfo). Dari 3 daftar tersebut hanya Kementerian Pertaninan yang memuaskan Nasdem. Dua posisi kementerian lainnya dianggap kurang bergengsi.
- Tidak dilibatkan dalam diskusi pemilihan menteri. SP mengakui hal ini sehingga mengungkapkan sebuah kelucuan. Jangankan diajak diskusi diberi tahu tanda-tanda menteri apa saja pun tidak, bahkan untuk menteri dari partainya sendiri. "Terus terang saja, yang paling lucu ini Nasdem. Enggak dikasih tahu. Belum, belum hingga saat ini," ujarnya pada pers pada (20/10/2019).
- Kekecewaan mendalam atas sikap tidak tegas Presiden Jokowi dalam beberapa hal termasuk dari penguasa bayangan dalam partai PDIP dalam menentukan menteri.
- Nasdem tampaknya tidak bahagia dengan sikap Presiden dan pembisiknya terlalu khawatir pada partai Gerindra. Rekonsiliasi dinilai bagus tapi (Gerindra) jangan pakai syarat, misalnya pembagian jatah posisi dalam pemerintahan dan politik. Pesan itu telah pernah disampaikan jauh-jauh hari oleh salah satu politikus Nasdem, Taufiqulhadi pada 1/7/2019. Menurutnya rekonsoliasi Jokowi - Prabowo diperlukan tapi bukan berarti bagi-bagi jatah menteri.
- Tampaknya terjadi persaingan sengit antara PDIP dan Nasdem pada posisi Jaksa Agung. Sebagaimana diketahui Jaksa Agung sebelumnya (M. Prasetyo) berasal dari Nasdem lalu digantikan oleh ST Burhanuddin yang merupakan adik politisi PDIP TB Hasanuddin. Entah karena alasan apa, posisi Jaksa Agung tampaknya penting sekali untuk Nasdem.
Apa kira-kira langkah politik Nasdem dalam mewujudkan sikap sebagai oposisi?
Oposisi (Inggris : Opposition) berasal dari bahasa Latin oppnere, yang berarti menentang, menolak, melawan. Nilai konsep, bentuk, cara, dan alat oposisi itu bervariasi. Fokusnya dari kepentingan bersama sampai pada kepentingan pribadi atau kelompok. Sikap oposisi tidak berarti harus menunjukkan sikap tolak, tentang, lawan atau sejenisnya terhadap pemerintah (penguasa) setiap saat. Bisa saja pada suatu ketika --demi kepentingan bersama atau pribadi dan kelompok-- tidak menunjukkan sikap oposisi tersebut.
Beberapa ekspektasi bakal dilakukan Nasdem sebagai oposisi antara lain adalah :
- Melakukan konsolidasi dengan partai "oposisi sejati" yaitu Parai Keadilan Sosial (PKS). Langkah ini telah diwujudkan SP secara resmi bertemu dengan pejabat tertinggi PKS, Sohibul Iman 30/10/2019.
- Mendorong kader dan politisi serta simpatisannya termasuk media yang dikuasainya menekan beberapa kebijakan pemerintah
- Menekan kader dan politisi bahkan menteri yang sudah terpilih untuk tidak sepenuhnya sehaluan dengan kebijakan Presiden Jokowi. Dari sini akan timbul pergesekan internal partai terutama dengan Menteri Pertanian yang dari awalnya memang memperlihatkan sikap berseberangan dengan "pak Brewok", ketua umum Nasdem.
- Menjadi pendukung kebijakan keras PKS dalam beberapa hal selama mampu menjaga kepentingan Nasdem di dalamnya.
- Menciptakan peluang kekuasaan dalam Pilkada terutama di DKI yang dimenangkan oleh calon dari oposisi. Dan untuk jangka panjang adalah terbukanya peluang duet Capres -Cawapres dari Nasdem dalam koalisi yang dibentuk PKS-Nasdem dan partai oposisi tambahan.
Atas dasar prakiraan di atas tampaknya koalisi Nasdem dengan PKS bukanlah koalisi sepenuh hati. Ibarat sebuah samudra, PKS adalah lautan yang dipenuhi oleh kader bermilitan tinggi berazaskan agama (Islam) sedangkan Nasdem dipenuhi kader-kader nasionalis berkarakter populis.
PKS punya agenda tersendiri mengisi samudera politiknya sesuai dengan idiologinya. Oleh karenanya PKS bukan teman yang cocok untuk Nasdem mengisi hari-harinya beroposisi pada pemerintah.
Berdasarkan ekspektasi situasi dan kondisi di atas, langkah beroposisi atau tidak bakal membuat partai Nasdem menjadi tenggelam sebelum kandas dalam ambisi pilkada DKI dan pengisi calon pasangan Presiden Wapres 2024.
Mundur dari koalisi oposisi pun sudah terlambat, karena pak Brewok SP dan politisi terasnya telah berkoar-koar komit memilih keluar dari koalisi pemerintah.