Serangan terhadap dua fasilitas minyak Saudi Aramco, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) telah terjadi pada malam 14 September 2019 menyasar kilang minyak (Oil Plants) Abqaiq dan ladang minyak (Oil Field) Khurais. Keduanya terjadi secara serentak diserang 20 drone dan beberapa misil penjelajah.
Sedikitnya 19 serangan lolos kearah dua fasilitas minyak tersebut, 17 diantaranya mengenai sasaran, diantaranya 14 tanki penyimpanan dan 3 tempat pengolahan. Entah seperti apa cara uji balistiknya, disebut-sebut semua tanki dan pengolahan itu memiliki arah (sudut) serangan yang sama, yaitu dari arah utara (diperkiarakan dari Iran).
Kilang minyak awalnya memproduksi 6,8 juta barel minyak setiap hari itu pun terganggu produksinya menjadi kurang dari 1 juta barel per hari dalam beberapa hari terakhir setelah serangan. Serangan itu telah mengakibatkan terganggunya pasokan minyak untuk dunia sebesar 5% setiap harinya.
Dampaknya harga minyak mentah (Brent) langsung melejit 20% per barel menjadi 66 USD per barel. Menurut informasi harga minyak bisa menyentuh angka 100 USD per barel jika KSA tidak secepatnya mengatasi masalah jadi normal kembali.
Berapa kerugian Saudi untuk memelihara dan memperbaiki kembali sarana dan prasarana yang terbakar dan hancur?
Banyak sekali. Yang jelas menurunnya produksi sebesar 5,7 juta barel sehari adalah kerugian sangat besar. Apalagi membutuhkan waktu perbaikan beberapa bulan hingga berjalan normal kembali, sebagaimana dikutip dari sini edisi 17 September 2019.
Akan tetapi menurut informasi terkini seluruh fasilitas yang rusak sedang diperbaiki hingga 30% dan diharapkan akan selesai dan bekerja kembali normal akhir September sebagaimana dikutip dari cnbc edisi 20 September 2019. Dengan kata lain serangan tersebut menyebabkan terganggunya produksi KSA selama 2 pekan (14 hari).
Hampir 84 juta barel merugi akibat tidak berproduksi selama 2 pekan. Jika dikalikan dengan harga Brent 66 USD per barel lalu dikonversikan dalam rupiah (tolong hitung) berapa kerugian yang diderita KSA? Belum lagi biaya perbaikan dan material serta peralatannya yang didatangkan dari AS dan eropa.
Selain itu pengeluaran membayar upah perbaikan serta biaya keamanan jadi berlimpah ruah ketika KSA harus menerima "uluran tangan" AS memproteksi fasilitas penting KSA di masa akan datang dengan sistem anti serangan drone dan rudal balistik.
Pada 20 September 2019, Kapal Induk The USS Abraham Lincon telah memberangkatkan satu armada beranggotakan ribuan pasukan. Meski tidak jelas berapa jumlahnya tapi Menteri Pertahanan AS, Mark Esper mengatakan "menanggapi permintaan KSA, Presiden (AS) telah menyetujui pengiriman pasukan AS yang akan bersifat defensif dan fokus pada pertahanan udara dan seragangan rudal."
Tidak ada makan siang gratis, kata Donald Trump memberi perumpamaan kerjasama militer, ekonomi dan bisnis. Jelas sekali KSA wajib mengeluarkan dana membiayai kedatangan tim pengamanan dan pasukan AS yang diperkirakan akan digelar di kawasan tersebut.