Apakah lemhanas atau Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi serta pihak terkait lainnya pernah menggodok rencana tersebut lalu memasukkannya ke dalam buku putih Kementrian Pertahanan 2015 yang lalu?
Mengacu pada buku setebal 144 halaman yang dapat diakses untuk umum di sini tidak ada kebijakan transformasi keahlian pendidikan secara jelas di sana. Yang ada, "cara" mencapai tujuan srtategis Hankam. Disebutkan salah satunya adalah melalui kerjasama internasional di bidang pertahanan. Salah satu negara terpenting di luar ASEAN adalah Tiongkok.
Mungki kita salah rujukan. Baik kita mengacu pada master plan penyusunan rencana strategis perguruan tinggi. Perhatikan ini. Berdasarkan data yang diperoleh di di sni disebutkan menyusun renstra di perguruan tinggi. Khusus dalam issu Trend Global Perguruan Tinggi dilakukan beberapa penyikapan, yaitu :
- Masifikasi-- Untuk berhasil di era ekonomi berbasis pengetahuan-- Menuju pendidikan tinggi
- Globalisasi-- Mobilisasi dosen dan mahasiswa antar negara-- Kompetisi tanpa batas negara
- Pengaruh teknologi-- Modalitas baru dalam pembelajaran-- Jejaring global
Terlihat hanya sebatas mobilisasi dosen dan mahasiswa. Bukan mendatangkan rektor dari luar negeri.
Siapa sebetulnya paling berkepentingan medatangkan rektor impor. Adakah pihak yang lebih berkepentingan terhadap itu sehingga mengkondisikan sedemikian rupa pada Presiden? Survey dan pengalaman membuktikan segala sesuatu yang dipolitisir tidak akan berjalan sesuai target, sia-sia dan kacau.
JIKA tidak ada dasar hukumnya sebaiknya rencana mendatangkan Rektor impor dialihkan pada peningkatan kualitas Dekan dan Dosen serta tenaga administrasi di perguruan tinggi. Untuk mendapatkan rektor (bukan reaktor-red) memberdayakan tenaga akademik dalam negeri jauh lebih efektif.
Salam Kompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H