Perang proksi Suriah (sejak 11 Maret 2011) kini mengerucut memperlihatkan kepentingan sejati pelaku perang proksi itu sendiri ketika Rusia, Turki dan Amerika Serikat (AS) memperlihatkan "the real interest" masing-masing pada sebuah negara yang disebut Suriah.
Wujud AS dan Turki kini terlihat jelas ketika saling mengancam akan menyerang kepentingan kedua negara di perbatasan sepanjang 600 km Turki -Suriah dari timur ke barat yang kini dikuasai kelompok perlawanan Syrian Democratic Force (SDF) dukungan AS.
SDF yang dibentuk pada 10 Oktober 2015 lalu oleh AS untuk mengalahkan ISIS kini dipimpin oleh Jendral Mazlum Kobane. Kelompok SDF tersebut kini lebih mirip angkatan bersenajata ketimbang milisi atau kelompok pemberontak.
SDF merupakan representasi sejumlah sayap militer Kurdi-Suriah seperti YPG,PYD, Assayis. Ketiga unit tersebut memiliki puluhan sayap milisi masing-masing dari berbagai suku sekitarnya tapi semuanya terintegrasi ke dalam komando Syrian Democratic Council.
Wujud Kepentingan AS
Wujud asli AS mulai terlihat setelah "program" menumpas ISIS di Suriah (khususnya di wilayah dikuasai SDF) dinyatakan tuntas pada 9 Desember 2018 lalu saat kantong pertahanan ISIS terkahir di Baghouz direbut oleh SDF didukung serangan udara AS. Pada 20 Desember Presiden Donald Trump malah berjanji akan memulangkan pasukan dari AS dari sana meski tinggal beberapa ratus orang saja sebelum semua ditarik dalam beberapa bulan.
Apa yang terjadi kemudian, dengan alasan menumpas sleeper cells ISIS yang masih tersisa ukannya mundur dari kawasan tersebut AS malah mengirimkan ribuan truk (bertahap) membawa aneka logistik keperluan militer, komunikasi, infrastruktur dan bantuan sosial ke kawasan tersebut. Tidak sampai di situ, AS diduga akan menambah jumlah pasukannya di sana mencapai 60.000 personil sebagaimana diungkapkan oleh Jenderal Abdullah Kulicarslan, komandan pasukan khusus Turki di sini.
Berapapun jumlah pasukan masih tersisa dan akan ditambah faktanya adalah AS telah mempersiapkan pasukan pertahanan yang sangat kuat di perbatasan Turki dan Suriah utara tempat SDF menguasai kawasan Suriah utara pasca mengalahkan ISIS pada awal Desember 2018 lalu.
AS memberi alasan jelas pada dunia dari alasan klasik (menumpas sel tidur ISIS) hingga alasan realistis (pencegahan senjata kimia dan pengembalian pengungsi Suriah). Tapi tampaknya kepentingan paling utama AS telah mudah terlihat dibalik dalih panggung politik luar negerinya.
Wujud Kepentingan Turki
Setelah tak mampu lagi menutupi ketertarikannya pada jalur "seksi" di utara Suriah ambisi melebarkan lebih luas wilayah okupasinya mengarah ke kawasan kaya minyak dan jalur pipa Suriah utara dan menghubungakn teluk persia semakin terlihat.
Setelah kawasan Jarabulus dan Afrin jatuh ke tangan FSA dukungan Turki (TFSA) melalui operasi ranting Zaitun 1 dan 2 Turki tak mampu menahan nafsu lagi melihat seksinya Suriah utara yang kaya dengan minyak dan gas itu, apalagi dikuasai oleh SDF (teroris versi Turki) bahkan didukung terang benderang oleh AS.
Jika tak pantas disebut cemburu mungkin menggemaskan namanya, dalam perasaan Turki. Apalagi penguasaan Manbij oleh AS seakan-akan melengkapi perasaan bete tak tertahankan rasanya. AS seakan mengejek bahwa Turki kalah langkah dalam usaha merebut Manbij.