Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

KPI Bukan Lembaga "Kaleng-kaleng"

1 April 2019   02:21 Diperbarui: 14 Agustus 2019   11:24 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengacu pada Hari Siaran Nasional (Harsiarnas) pertama yang ditetapkan pada 1 April 1933 maka usia Hari Siaran Nasional pada hari ini  (jika diibaratkan manusia) sudah masuk katagori sepuh, 86 tahun. Beda halnya dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), meski baru dibentuk (lahir) pada 2002 usianya baru 17, perlu diawasi aktifitasnya agar bekerja efektif dan efisien.

Meksipun keduanya (KPI dan Harsiarnas) tidak dapat disamakan tapi antara keduanya punya kaitan. KPI bertanggung jawab langsung untuk menghadrikan Siaran yang bermutu sesuai dengan visinya, yaitu : Terwujudnya sistem penyiaran nasional yang berkeadilan dan bermartabat untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. 

Untuk meraih cita-cita itu, pemerintah pun tidak tanggung-tanggung mengemas organisasi dengan embel-embel "Independent" untuk memperlihatkan statusnya yang merdeka dalam arti kata leluasa. Selain itu ditambah lagi dengan statusnya setara dengan Lembaga Negara Tinggi Negara lainnya maka KPI bukanlah lembaga "kaleng-kaleng" yang menjalankan fungsinya sekadar formalitas atau abal-abal.

Dalam kurun waktu 17 tahun sudahkah KPI menjadi  KPI yang meraih cita-cita sebagaimana disebutkan dalam Visi dan Misi profil KPI? Apakah KPI telah mampu menjaga usia Harsiarnas -setidaknya 17 tahun terakhir- menjadi berkualitas?  Mari kita telusuri saja tujuan yang ingin dicapai dalam Visi KPI berikut ini:

Sistem penyiaran yang adil. Tidak ada lembaga atau badan penyiaran yang memonopoli hak siar dan menjadi kapitalis dalam industri media siaran yang berkelas, sementara ada lembaga siaran lain yang kebagian siaran-siara yang remeh temeh misalnya.

Mencapai sistem penyiaran yang bermartabat. Dengan kata lain KPI menjadi katalisator dan destroyer terhadap penyiaran yang mengandung unsur Pornografi, Pelecehan, Asusila dan muatan-muatan amoral yang secara normatif tidak sesuai dengan moral bangsa Indonesia.

Mencapai sistem penyiaran yang Bermanfaat. Dalam hal ini KPI menetapkan seling point nya adalah siaran yang bermanfaat itu adalah siaran yang menambah ilmu pengetahuan baik pengetahuan umum maupun agama bahkan pengetahuan budaya.

Sistem Penyiaran Sejajtera. Dengan teracapainya Keadilan, Martabat dan Manfaat muaranya berakhir pada sejahtera. KPI ikut mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera dari sisi penyiaran yang bermutu di tanah air Indonesia. Mantap bukan..??

Sudahkah KPI mencapai tujuan dalam Visinya.?

Hingga tulisan ini dibuat (1/4/2019) penulis tidak menemukan laporan 2019. Yang tersedia di laman utama portal KPI memang banyak kegiatan sedang dan telah terjadi. Sedangkan pada microsite Publikasi hanya menemukan laporan tahunan 2017.  Oleh karenanya mengacu pada siaran pers pada situs KPI di laman utama berjudul "KPI Sampaikan Laporan Kinerja ke Komisi I DPR RI"  yang diriealis pada 29/1/2019 mari lihat apa yang telah dibuat KPI pada 2018. 

Beberapa poin penting diantara yang terpenting adalah penulis kutip dari KPI siaran pers KPI tersebut pada judul berita di atas adalah :

  1. Selama 2018 telah merekapitulasi izin penyelenggaran penyiaran televisi dan radio sebanyak 691 yang terdiri 423 izin prinsip dan 268 izin tetap. 
  2. Selama 2018 (dari hasil pengaduan masyarakat) KPI menerima 4878 aduan soal penyiaran.
  3. Sanksi yang telah dikeluarkan KPI selama 2018 sebanyak 50 sanksi terdiri atas 44 teguran tertulis pertama dan 4 teguran tertulis kedua dan 1 sanksi penghentian sementara .
  4. Memberikan apresiasi pada lembaga penyiaran melalui tiga kegiatan anugerah yakni Anugerah Syiar Ramadhan, Anugerah Penyiaran Anak dan Anugerah KPI.
  5. Kerjasama dengan lembaga sejenis di luar negeri dan program prioritas nasional Survei Indeks Kualitas Program Siaran TV.

Sekilas tampaknya bagus laporan tahun 2018 KPI. Sayangnya TIDAK ditemukan angka-angka dan data tentang hal itu. Entah hal itu bukan konsumsi untuk umum tetapi anehnya kenapa KPI menerbitkan laporan sebelumnya 2017. Apakah tidak ada yang dirahasiakan dalam laporan tahunan 2017?

Selain itu paling menyedihkan adalah sejumlah informasi tidak up date. Kesannya data dan informasi di sana tidak ada yang mengurusi. Contohnya lihat pada laporan kasus per daerah (KIPD) tombol microsite nomor 1, tidak terupdate sampai sekarang.  Lihat gambar berikut :

dok. pribadi
dok. pribadi
Gambar di atas memperlihatkan data pengaduan terkini di Aceh tertera tanggal 20 April 2018. Dilihat atau diadukan oleh 70.735 orang.

Berikutnya :

dok. pribadi
dok. pribadi
Gambar di atas memperlihat data pengaduan terkini di Aceh. Masih tertera tanggal 20 April 2018. Dilihat 70.734 orang pada microsite tombol 1.710

Mari beralih ke tetangga sebelahnya Sumatera Utara (Sumut).

dok. pribadi
dok. pribadi
Gambar di atas memperlihat data pengaduan terkini di Sumut. Masih tertera tanggal 15 Desember 2016. Dilihat 76.525 orang pada microsite tombol 1.

Berikutnya :

dok. pribadi
dok. pribadi
Gambar di atas memperlihat data pengaduan terkini di Sumut. Masih tertera tanggal 15 Desember 2016. Dilihat 76.528 orang pada microsite tombol 6.

Ternyata masih juga menunjukkan tanggal 15 Desember 2016 dengan total orang melihat 76.529 (cuma selisih 1 orang dibandingkan tombol 6).

Sekarang kita lihat beralih ke daerah terjauh, Papua. Data terakhir 11 Februari 2013 pada microsite tombol No.1.710:  jumlah yang lihat / lapor 52.340.

dok. pribadi
dok. pribadi
Lihat microsite tombol No 1.710: Jumlah yang lihat atau lapor juga 52.340 pada tanggal 23 Februari 2013, lebih 6 tahun lalu. Oh My God...!!

Berdasarkan penjelasan di atas tampaknya KPI belum dapat diandalkan menjadi katalisator apalagi diandalkan untuk menjadi lembaga yang efektif dan efisien "menggebuk" lembaga penyiaran yang bandel terhadap regulasi penyiaran di Indonesia.

Kesan yang penulis tangkap adalah :

  • KPI masih jauh harapan. Masih jauh dari  goretan tinta emas yang tercantum dalam visi dan misinya
  • KPI belum dapat diandalkan sebagai katalisator bahkan ekseskutor pemberi sanksi terhadap lembaga penyiaran yang melanggar aturan penyiaran.
  • KPI belum bekerja secara efektif dan efisien meski telah dijejali oleh gerbong-gerbong berisi SDM yang berkulitas dan punya kapasitas dibidangnya. Dan lain-lain kesan.

Buktinya, lihatlah "jeritan" dari Papua yang disampaikan oleh pengadu punya nama samaran "Gak Usah" melaporkan tayangan alay masih "gentayangan" bisa menimbulkan generasi alay, katanya pada 11 Februari 2013 (kalau benar tanggalnya).

dok. pribadi
dok. pribadi
Jeritan berikutnya dari Sumut

dok. pribadi
dok. pribadi
Salah satu pengadu melaporkan pada 15 Desember 2016 tentang sarannya agar acara Sinetron dan Gosip tidak disiarkan pada pagi hari. Tidak bermutu, kata pelapor berinisial RK.

Sedangkan jeritan dari Aceh  berikut ini :

dok. pribadi
dok. pribadi
Saudara Zainal minta siaran Brownies yang menampilkan orang-orang LGBT dihentikan saja. Ia menulis (jika sistem IT KPI benar) pada 20 April 2018.

Apa yang terjadi saat ini? Efektifkah contoh laporan warga disebutkan di atas? Tampaknya tidak. 

Kita tahu KPI bukan "Jin Kartubi" yang cuma digosok-gosok lalu memejamkan mata langsung terpenuhi apa yang kita harapkan, tapi setidaknya KPI memiliki akses jelas, posisi yang meyakinkan dan sikap yang lebih tegas dalam menjalankan fungsinya. Bukankah negara telah memberikan akses dan kapasitas itu pada anda-anda? Siapa yang menghalang-halangi aktifitas Anda sehingga bergerak justru tidak independen?

Belajarlah pada counterparts anda di di luar negeri tentang bagaimana mereka disusun, menjalankan tugas, mendapat akses, diberi hak dan wewenang dan memberikan laporan yang tepat bagi masyarakat. 

Lihat apa yang dilakukan KPI Thailand The National Broadcasting and Telecommunications Commission (NBTC). Regulator telekomunikasi Thailand menangguhkan izin operasional sebuah stasiun televisi Voice TV, setelah dua program acara di stasiun televisi itu dianggap memiliki kaitan dengan mantan perdana menteri yang digulingkan, Thaksin Shinawatra. 

KPI bisa belajar dari NBTC bagaimana secara efektif dan efisien memberi hukuman langsung dan tegas akibat melanggar regulasi penyiaran. Memang dalam kasus ini lebih kental nuansa politisnya tapi kira-kira seperti itulah NBTC mengambil langkah tegas agardapat diterapkan di Indonesia.

Atau berkunjunglah ke Romania. LIhat bagaimana lembaga KPI Romania (National Audiovisual Council) dibentuk formulasinya. Kapan mereka meeting dan siapa saja yang boleh ikut meeting serta bagaimana mereka mengimplementasikan sanksi terhadap lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran terhadap regulasi penyiaran. Sumber :CNA.

Apa yang menyebabkan KPI bertindak ragu-ragu padahal KPI telah mendapat hak, akses, tanggung jawab dan legitimasi untuk menjalankan fungsinya sesuai visi dan misinya yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Apakah ada pejabat atau oknum atau lembaga negara lainnya yang menghalang-halangi independensi KPI?. Katakan dan tunjukkan pada mereka "lembaga ini bukan lembaga kaleng-kaleng.."  Wujudkan siaran yang berkualitas, sesuai visi dan misi KPI.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun