Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pilpres 2019 dalam Perspektif "Negeri Cincin Api"

31 Desember 2018   14:24 Diperbarui: 2 Januari 2019   19:09 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut aneka informasi, sepanjang 2018, di Indonesia "negeri cincin api" telah terjadi 11.577 kali gempa dalam berbagai ukuran magnitudo dan kedalaman. Jumlah ini lebih banyak 4.648 (hingga 29 Desember 2018) dibandingkan tahun 2017 sebanyak 6.929 kali gempa.

Sebanyak 3.406 kali gempa terjadi setelah genderang persaingan pilpres ditabuh pada 21 September 2018 lalu. Jumlah ini mencapai 36% kontribusi totalitas gempa sepanjang 2018 melanda Indonesia.

Di sisi lain, peristiwa tsunami juga terjadi. Dua dari tiga peristiwa tsunami itu telah melanda Indonesia saat genderang perang Pilpres membahana sejak 21 September 2019 lalu.

Pada tahun 2018 telah terjadi peristiwa tsunami sebanyak 3 kali yaitu pertama pada 5 Agustus 2018 terjadi gempa Lombok 7,0 SR mengakibatkan tsunami setinggi 50 cm. Ke dua terjadi pada 28 September 2018 gempa Donggala 7,5 SR mengakibatkan tsunami setinggi 0,5 - 3 meter. Terakhir yang ketiga pada Jumat 21/12/2018 mengakibatkan tsunami di Banten dan Lampung (Tsunami Selat Sunda) dengan ketinggian bervariasi antara 0,5 m hingga 2 meter.

Adakah yang menduga gemuruh dan hiruk pikuk kampanye pemilu Presiden (Pilpres) yang sedang melanda negeri "Cincin Api" ini seakan ikut menggelorakan seisi buminya sehingga bencana demi bencana terus datang silih berganti seakan tiada henti? Sebelum anda jawab berkaitan atau tidak mohon luangkan waktu sejenak tuntaskan artikel ini.

Berdasarkan data yang berhasil penulis tarik sendiri dari BMKG (dari 1 Januari 2018 hingga 22 Desember saja dan datanya ada pada saya-red) telah terjadi 11.500 kali gempa dalam berbagai ukuran magnitudo dan kedalaman di seluruh Indonesia. Data tersebut hingga 22 Desember 2018.

Jika mengacu pada data yang penulis peroleh (pada masa ini saja) telah terjadi 3.406 kali gempa akibat terjadi "adu lempeng" dan letusan gunung serta runtuhnya tebing-tebing di sekitar palung-palung terdalam dalam kawasan ring of fire dunia. Dari totalitas gempa sepanjang 2018 (hingga 22 Desember) era gendrang pilpres berkontribusi sebesar 29,6% dari kejadian seluruhnya gempa di tanah air..

Sejauh ini ada sekitar 16 lempengan bumi di seluruh dunia. Lempengan tempat negeri kita berada adalah lempengan Euroasia, lempengan ini setiap detik sedang adu kuat bertabrakan dengan lempengan IndoAustralia. Beberapa gempa akibat adu kuat ini posisi lempeng kita Eurasia masih selalu kalah sehingga mengakibatkan gempat dan memicu tsunami seperti terjadi di Aceh pada 25 Desember 2004 lalu.

Lempeng IndoAustralia yang memiliki ketebalam 100 km terus menerus menekan lempengan Eurasia tempat Indonesia berada dan menjadi tanduk terdepan menghadang lempeng kuat IndoAustralia. Menurut informasi setiap tahun posisi lempeng EuroAsia tertekan sedalam 6-9 cm dan diprediksikan 50 juta tahun akan datang (sekali lagi 50.000.0000 tahun) pulau-pulau Indonesia akan akan terdesak dan runtuh ke dalam permukaan air laut. 

Memang masih lama 50 juta tahun itu tapi bisa saja lebih cepat jika terjadi perubahan super ekstrim akibat nuklir dan sebagainya  apalagi akibat kehendak Tuhan yang Maha Kuasa.

Pola-pola bencana pun kini semakin aneh dan tidak diprediski seperti terjadinya likuifaksi dan tsunami tanpa gempa, contohnya keanehan pada kasus tsunami selat Sunda baru-baru ini, tanpa gempa ternyata tsunami terjadi di sebagian bibir pantai di Banten dan Lampung yang menyisakan bencana kemanusiaan dan dampak kerusakan pada lingkungan yang dahsyat.

Beberapa ahli mengaitkannya dengan aktifitas Anak Gunung Krakatau (AGK) yang semakin "rewel" akhir-akhir ini. Mungkinkah rewelnya si AGK akibat tekanan lempengan Eurasia kalah kuat menahan gempuran lempengan IndoAustralia sehingga palung-palung yang ada sekitar Indonesia menjadi runtuh dan menganggu aktifitas gunung berapi? Cuma para ahli yang dapat menjawabnya.

Di sisi lain, rewelnya AGK juga semakin menjadi-jadi sejak genderang perang persaingan RI-1 semakin membahana. Lihat saja daftar aktifitasnya selama persaingan RI-1 semakin tajam, si AGK juga tak kalah diam, akibatnya lebih separoh tubuhnya yang di atas permukaan telah meleleh ke dalam laut selat Sunda.

Akibat batuk nya tidak sembuh-sembuh AGK mengalami longsor di bagian bawahnya hingga memicu tsunami langka tapi nyata seperti yang terpaksa harus diterima akibatnya oleh saudara-saudara kita yang terkena musibah tersebut. Peristiwa batuk-batuknya AGK menjadi-jadi saat genderang Pilpres ditabuh semakin kuat oleh pendukungnya masing-masing.

Sesungguhnya tidak ada kaitan antara runtuhnya tebing di beberapa palung terdalam di samudera dekat negara Indonesia dengan genderang pilpres 2019. Dan sesungguhnya tidak ada juga kaitannya antara pertarungan lempengan IndoAustralia vs lempengan Eurasia-- dimana Indonesia menjadi ujung tanduk pertarungan tersebut-- mengikuti gerahnya adu taktik pilpres 2019. Rewelnya AGK pun sesungguhnya bukan karena protes pada hingar bingarnya pilpres panas kali ini.

Secara ilmu pengetahuan, penyebab negeri ini didera musibah adalah karena negeri kita (secara geografis) berada dalam lingkaran ring of fire sehingga risikonya adalah gempa tektonik dan vulkanik yang dipicu oleh pertarungan lempengan, runtuhnya tebing palung dan letusan gunung berapi. Pantas rasanya disebut negeri "Cincin Api."

Selain dikelilingi cincin api, Indonesia juga dikawal oleh beberapa palung yang dalam, antara lain adalah : Java (Sunda) Trench; Philipine's Trench.; Mariana's  Trench dan Bouganville's Trench di ujung Papua.

Negeri ini pun ditopang oleh tak kurang 65 gunung berapi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke dan Dari Miangas hingga Pulau Rote, rasanya semakin melengkapi betapa gagahnya negeri ini menerima kenyataan dikepung oleh aneka macam potensi bencana.

Di bumi ini terdapat 20 palung dalam di seluruh samudera, diantaranya yang dalam ada 10 palung. Palung terdalam adalah palung Marina, kedalamanya hampir 11 km. Sedangkan palung Sunda juga termasuk palung laut dalam. Tidak tertutup kemungkinan runtuhnya tebing-tebing palung terdalam dunia sekitar selat Sunda, Filipina dan di samudera Pasifik itu berkontribusi menghadirkan tsunami tanpa gempa.

Peristiwa gempa, tsunami, letusan gunung (termasuk berapi) telah berulang kali bahkan sejak 70.000 tahun sebelum masehi ketika gunung Toba di Samosir meletus meninggalkan kawah beruba danau Toba saat ini. Peristiwa tsunami besar pun pernah melanda Indonesia berkali-kali beratus-ratus tahun yang silam. Begitu juga gempa akibat pertarungan lempengan EuroAsia dan IndoAustralia terus terjadi dari masa kemasa sejak bumi tercipta. Jadi peristiwa-peristiwa itu bukan akibat gemuruhnya persaingan pilpres sedang melanda negeri kita akhir-akhir ini.

Meskipun  demikian ada baiknya juga waspada dan introspeksi, siapa tahu alam pun bisa ikut marah (setidaknya protes) melihat keanehan ummat manusia di atas muka bumi ini mempertontonkan bringasnya persaingan pilpres kali ini, termasuk merusak ketenangan alam, mengotori lingkungan, membohongi warga dan lebih esktrim adalah menantang alam yang sedang "sakit."

Pemilu presiden saat ini seakan-akan panggung perang saudara paling sengit sejagat raya berpotensi memecah persatuan dan kesatuan, padahal fakta membuktikan tidak mudah bagi presiden siapapun mengurus bangsa dan negara cincin api ini. Jargon-jargon calon Presiden yang ditabuh oleh tim sukses masing-masing selalu begitu saja setiap menjelang Piplres, seakan-akan mereka sanggup mengobati sakitnya negeri ini dalam sekejab.

Mengingat negeri ini berada dalam kawasan cincin api, dikelilingi oleh palung-palung dalam dan tempat berdiri kokoh 65 gunung api serta aneka karakter manusia (suku bangsa) yang belum setengahnya berpikiran maju maka siapapun nanti yang menjadi presidennya awak cuma titip pesan, jangan patah semangat. 

Mengapa? "karena memang tidak mudah mengurus negeri ini, apalagi cuma dengan mantera sim salabim" hehheheee,he..he..he

abanggeutanyo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun