Apa yang dikuatirkan Presiden Turki Reccep Tayyeb Erdogan sebelum memutuskan "invasi" Suriah meski dikemas secara apik dan rapi akhirnya menjadi kenyataan. Lambat tapi pasti akhirnya kekuatiran Turki terjebak dalam konflik Suriah terwujud. Turki terjebak akibat tidak dapat mudah keluar melepaskan diri dari konflik ganas itu dengan alasan-alasan biasa. Eupharates Shiled operation dikemas sedemikian rupa bertujuan membebaskan kawasan utara Suriah. BufferZone atau zona penyangga telah dikemas sedemikian rupa untuk menjadi kawasan zona aman bagi pengungsi Suriah namun fakta terjadi atas dua kemasan itu justru sebaliknya.
Melalui momentum revolusi Suriah Erdogan berharap mendapatkan dua keuntungan utama sekaligus yakni menciptkan pemerintahan baru Suriah pro Turki dan sekaligus menjadi pasukan paling ampuh melumpuhkan perlawanan Kurdi ang telah menyita energi Turki dalam kurun waktu tiga dekade terakhir. Namun apa daya meski telah dikemas sedemikian rupa kemasan Turki menimbulkan kesan ada ambisi atau interes khusus Turki terhadap Suriah.
Setelah dikecewakan AS dengan memperlihatkan sikap terang benderang membela, melatih, mempersenjatai dan memfasilitasi pendanaan bahkan ikut terjun perang bersama pasukan demokrat Suriah Kurdi SDF serta milisi YPG kini tiba giliran Rusia terang benderang berpihak pada SDF/YPG. Bahkan digaris paling depan pertahanan Mnabij dengan pasukan Eupharates Shileds (ES) pasukan khusus Rusia bersedia menjadi pagar betis menahan ofensif pasukan ES (pasukan Turki dan milisi FSA dukungan Turki).
AS dan SDF memperlihatkan keperkasaan tiada tara merangsek hampir seluruh basis-basis ISIS di utara Suriah. Bahakn kini AS dan SDF berada pada jarak 6 km ke gerbang kota Al-Raqqa, ibukota defakto ISIS di Suriah. Fakta ini membuat Turki sangat geram hingga terlontar sumpah serapah pada AS.
Belum padam rasa kecewa pada AS kini Rusia melampiaskan kekecewaannya pada Turki dengan bekerjasama dengan kelompok milisi YPG Kurdi Suriah. Pelampiasan itu terjadi setelah kecewa melihat wujud interes Turki sesungguhnya dari dalam konflik Suriah. Ofensif pasukan ES hingga membunuh sejumlah pasukan dan milisi Suriah bahkan kendaraan tempur Rusia serta ekpansi lebih luas dari misi Eupharates Shield Operation membuat Rusia memilih sikap berseberangan dengan Turki.
Melihat sikap AS dan Rusia mulai kontradikitf pada Turki sejumlah negara dalam Uni Eropa pun mulai ikut-ikutan atau berani berseberangan dengan Turki. Negara Perancis dan Jerman adalah dua negara paling agresif mengkritik kebijakan Turki. Akibatnya Turki tak mampu bersabar. Turki memberi lebel kepada Jerman sebagai negara pendukung teroris, membuat Merkel, kanselir Jerman terperanjat atas tudingan Erdogan.
Kini Turki menghadapi dua fakta yang telah lama dikawatirkan yaitu jika ISIS kalah Turki akan dihadapkan pada perang melawan pasukan rezim Suriah atau jika ISIS kalah Turki akan dihadapkan pada perang melawan pasukan moderat Arab Kurdi (SDF).
Siapakah lawan berat antara SAA dan SDF?
Meski SAA menang pengalaman dan jumlah peralatan tempur namun moral, semangat dan daya tahan SDF/YPG terbukti paling handal. Oleh karena itulah AS memilih bekerjasama dengan SDF perang melawan ISIS.
Dari sisi peralatan tempur dan jumlah personil pun kini SDF mengalami perkembangan pesat berkat bantuan AS.
Mendapat dukungan jelas dan nyata AS membuat Turki harus pikir-pikir berulang kali memutuskan perang frontal melawan SDF/YPG.