Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suriah Ancam Israel Cukup dengan Rudal "Uzur" Scud, Mengapa?

28 Maret 2017   01:52 Diperbarui: 28 Maret 2017   20:00 5658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi. Sumber : Pinterest dan Businessinsider.co.id. Edit abanggeutanyo

Apa yang terjadi pada malam 16 Maret 2017 lalu di angkasa dekat perbatasan Jordania-Suriah-Israel? Pasti semua sudah tahu bahwa sistim pertahanan udara Israel disebut-sebut berhasil menangkis serangan udara misil jarak menengah S-200 --juga dikenal sebagai SA-5 Gammon-- Syrian Air Defense Forces (SADF) yang mencoba melumpuhkan 1 dari 4 unit jet tempur F-16 angaktan udara Israel (IAF).

Informasi pihak Suriah dan Rusia bahwa salah satu S-200 berhasil melumpuhkan salah satu F-16. Di sisi lain pihak Israel menolak klaim Suriah, mereka mengatakan seluruh jet IAF selamat kembali di sebuah pangkalan militer dekat danau atau laut Galile. Menurut versi Israel, bahkan yang terjadi adalah salah satu S-200 berhasil "dijinakkan" oleh interseptor Arrow sebagaimana disebutkan di atas. 

Sang pencegat yang digembar-gemborkan berhasil membuat S-200 tak berkutik adalah misil permukaan ke udara, surface-to-air missile (SAM)  ataujuga disebut dengan ground-to-air missile (GTAM) Arrow-3 "Inteceptor"  buatan Israel Aircraft Industries (IAI) berkolaborasi  dengan AS. 

Konon sistim anti misil ini baru pertama sekali digunakan mencegat ancaman terhadap Israel sejak dipasang sebagai salah satu program The Iron Dome sistim pertahanan udara Israel untuk mencegat seluruh ancaman serangan udara dan misil atau rudal akan menghujam ke Israel.

Sejak masuk ke jajaran sistim pertahanan udara Israel pada 2015 --setelah menjalani serangkaian uji coba dan penyempurnaan sejak 2013-- Arrow-3 berharga 2,2 juta USD (menurut info Foxnews edisi 17/3/2017) baru pertama sekali memperlihatkan "keperkasaannya" dihadapan umum meski selama uji coba sukses menjalankan peranan sesuai skenario uji coba.

Sejak "keberhasilan" tersebut bagaikan magnit sang Arrow mampu membuat decak kagum dunia militer. Di sisi lain keberhasilan digembar-gemborkan media barat dan Israel atas ketangguhan sang Arrow mulai membangkitkan rasa ingin tahu dan memiliki sejumlah negara untuk memiliki misil anti misil tersebut meski harganya sangat mahal, sekitar 28 miliar rupiah saja satu unit misil belum termasuk baterai pelontarnya.

Israel tak gentar dengan reaksi SADF.  PM Israel Benyamin Netanyahu sesumbar akan melumpuhkan sistem pertahanan Suriah jika masih mencoba mengancam pesawat tempur mereka. 

Sementara itu  sebagaimana dijelaskan pada tulisan sebelumnya di Kompasiana (edisi 19/9/2017) Menteri Luar negeri Israel Avigdor Liberman mengancam akan merusak sistim pertahanan Suriah jika ke depan masih mencoba menembak jatuh pesawat angkatan udara Israel. Dia menjelaskan Israel tidak punya keinginan untuk intervensi Suriah, juga tidak ada niat menggulingkan Assad bahkan tak ada niat konflik dengan Rusia. Namun Israel akan merusak sistim pertahanan Suriah apabila Suriah mengancam pesawat tempur Israel.

Tidak lama, berselang 6 hari kemudian israel mewujudkan ancamannya. IAU kembali menyerang Suriah dan posisinya lagi-lagi di kawasan Palmyra sebuah kawasan stategis sedang diperjuangkan pasukan khusus Rusia dan SAA di kota sarat dengan budaya dan sejarah dunia "tempo doeloe" yang baru saja direbut untuk ke 2 kali dari tangan ISIS.

Kali ini SADF tidak membuktikan janjinya meski diserang kembali untuk ke 49 kali sejak 2013 oleh militer Israel. Entah karena telah diingatkan Rusia agar SAA tidak memperlebar dan memperbanyak zona konfrontasi ketika sedang fokus memadamkan api pemberontakan FSA, ISIS dan invasi Turki atau mungkin karena merasa tidak akan mampu mengungguli kemampuan militer Israel, faktanya militer Suriah tidak menembakkan satu pun misil mereka ke arah jet tempur Israel pada serangan pada 23 Maret 2017 lalu.

Baru kemudian dua hari setelah itu tepatnya pada 25 Maret 2017 pihak militer Suriah mulai gerah kembali dan kali ini mereka akan menggunakan peluru kendali atau rudal Scud. Koran Lebanon, Al-Diyar pertama sekali melaporkan hal tersebut. Melalui perantara Rusia militer Suriah mengirim pesan untuk Israel bahwa Suriah akan menembakkan rudak Scud ke wilayah Israel jika serangan Israel masih berlanjut. 

Sejak saat itu sejumlah media barat menyroti "pesan" berisi ancaman tersebut. Sejumlah media seakan mengolok-ngolok Suriah dengan ancaman rudal peninggalan era 70-an produkmilik rezim Uni Soviet dahulu melawan kecanggihan teknologi arsenal pertahanan Israel. Dan hingga kini, 20 menit lalu saat tulisan ini sedang disiapkan, Dailymail  mewartakan ancaman misil Scud Suriah tersebut.

Meskipun S-200 juga merupakan produk peninggalan Uni Soviet era 60 hingga 70-an namun ancaman Suriah menggunakan rudal Scud ang terbukti kurang ampuh dalam perang Teluk Persia,  Perang Irak-Iran dan lainnya.  Oleh karena itu apakah karena sudah tidak ada rudal lain lebih mematikan maka Suriah terpaksa menggunakan Scud untuk menantang Israel ataukah memang cukup dengan Scud saja untuk menyerang Israel. Apakah mungkin Scud dengan teknologi lebih sederhana ketimbang S-200 tidak akan dapat dicegat sang intersep The Arrow Israel?  

Jika dugaan pertama menjadi sebab maka tak heran Suriah menggunakan sarana dan pra sarana apapun demi mempertahankan kehormatan dan identitasnya untuk melawan Israel yang dinilai banyak pengamat ilegal mengambi kesempatan dalam kondisi Suriah terdesak seperti saat ini meskipun secara teknis Suriah - Israel masih terlibat perang ang mengakibatkan dataran tinggi Golan jatuh ke Israel akibat  koalisi Mesir - Suriah - Jordania kalah atas Israel dalam pertempuran 6 hari pada  5 Juni  hingga  10  Juni 1967 lalu.

 Akan tetapi jika dugaan ke dua menjadi sebab yakni cukup teknologi Scud saja untuk menerobos keperkasaan The Arrow Israel maka patut dipertanyakan penolakan Israel terhadap claim Suriah pada malam 16 Maret lalu bahwa misil anti misil Arrow-3 Israel mampu melaksanakan intersep dan melumpuhkan S-200 Suriah sebagaimana telah diopinikan ke seluruh dunia.

Fokus tulisan ini adalah mengupas kemungkinan S-200 atau SA-5 Gammon telah memangsa korbanna pesawat tempur Israel ?  Dan apakah karena itu Suriah kin mengancam serang Israel cukup dengan rudal Scud saja untuk menerobos the Iron Dome "pagar betis" pertahanan udara Israel?

Mari simak kajian Michael Peck salah seorang kontributor untuk  Nationalinterest.org . Menurutnya ada sejumlah kejanggalan dibalik claim Israel sukses merontokkan S-200  Suriah. Salah satu sisi menarik itu adalah mengapa Suriah harus menunggu pesawat Israel keluar dari area udara Suriah tepatnya di perbatasan Jordania baru melepaskan S-200 dan dicegat Arrow hingga jatuh dekat sebuah sungai di Jordania. Padahal -menurutnya- misil S-200 itu dirancang untuk mencegat pesawat pembom di ketinggian atmosfir dimana pesawat F-16 itu jauh lebih lebih lambat ketimbang kecepatan S-200.

Arrow diciptakan untuk menyerang target di atas atmosfir pada ketinggian 40 km. Bentuk disainnya yang kurang aerodinamis menjadi kurang kompatibel dengan suhu tinggi di atas atmosfir menyebabkan terjadi gesekan tinggi sehingga membuat suhu Arrow menjadi sangat tinggi. Tahanan yang besar  membuat Arrow tak mampu mencegat S-200 yang memang diciptakan untuk menyerang target pada ketinggian sangat tinggi di atas bumi. Bentuk disain eorodinamis serta sistim teknologinya mendukung misi pencegatan menjadi tugasnya.  

Untuk memperjelas analisnya, Michael meminta pandangan ahli, salah satunya adalah Ted Postol salah satu profesor di Institut Teknologi Massachusetts, AS. Profesor ini ternyata memiliki pandangan senada dengannya. Dari pendekatan saintis dan teknologi disandang S-200 Profesor Ted menyimpulkan tak mungkin Arrow mencegat S-200. 

Sementara itu Barbara Opall-Rome salah satu penulis berita pertahanan menilai S-200 memiliki kemampuan mengecoh pencegatnya dengan menciptakan 5 target di udara sehingga mampu mengecoh pencegatnya. Masih menurut Barbara, Arrow tidak dirancang untuk melumpuhkan S-200.

Michael, Postol dan Barbara mungkin benar. Dua hari setelah peristiwa tersebut dikabarkan sistim pertahanan Suriah berhasil menjatuhkan sebah drone Israel. Apakah Drone itu dikemas sedemikian rupa untuk menjaga muka Israel? Tak tahulah..

Berdasarkan sejumlah kajian di atas apakah mungkin Israel benar-benar telah melumpuhkan S-200? Jika benar bisa jadi ini sebuah pesan untuk Rusia bahwa "The game is over." Permainan Rusia pada S-300 tidak akan efektif lagi untuk menciptkan rasa takut lawan-lawannya di timur tengah  sebab telah ada senjata penangkis Arrow buatan Israel. 

Namun jika terjadi sebaliknya ternyata Arrow Israel tidak efektif melumat S-200 bisa jadi cukup rudal non balistik misal Scud menjadi alat pembuat gentar terutama Israel.  Mungkin itu juga sebabnya mengapa Suriah mengancam Israel dengan -maaf- rudal sudah uzur jika tak pantas disebut rudal berkatagori usia "kakek-kakek." 

Meski demikian ternyata Suriah masih menyimpan 800 rudal Scud berbagai tipe dan jenis katagori uzur tersebut maka hujan rudal Scud dalam jumlah besar ke arah israel setidaknya akan membuat tidak nyaman warga Israel.

Mengacu pada sumbe Defence.pk menyebutkan jumlah Scud Suriah kini hanya  800 unit saja. Dan jika mengacu pada data intelijen Israel menyebutkan bahwa rudal Scud Suriah kini hanya tinggal 10%  saja (800 unit -red)  berarti jumlah rudal Scud Suriah sebelum pecah perang saudara Suriah bisa mencapai 8 ribu unit.

Apa jadinya jika -sebut saja- 800 rudal Scud berbagai tipe itu menuju ke wilayah Israel, mampukah ratusan rudal Scud itu dapat dicegat kembali oleh rudal anti rudal Patriot misil anti misil Arrow atau sejenis dengan itu pada masa akan datang? Tidak terlalu mahalkah misil anti misil seharga 28 miliar rupiah sebiji itu dipakai untuk mencegat "kakek-kakek" penebar maut berkecepatan 5 Mach atau 1.7 km per detik  (1.1 mi/s) pengangkut 4,4 ton bahan peledak buatan Uni Soviet tahun 1957 seperti Scud A misalnya.

Bisa atau tidak Israel mengantisipasi ancaman Suriah yang jelas Israel telah membuat lebih dahulu suasana gaduh menjadi lebih gaduh. Dampaknya Israel akan pusing tujuh keliling akibat coba mengambil "keuntungan" dari dalam konflik Suriah, kecuali jika Israel menyikapi lebih bijaksana dan hati-hati dimasa kini dan akan datang didalam menyikapi konflik Suriah. 

Seluruh pengamatan di atas akan menjadi "lain" jika semua aksi tersebut berlatar belakang promosi senjata (misil anti misil) buatan Israel, hehehehee.. 

Salam Kompasiana

abanggeutanyo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun