Mohon tunggu...
Abanggeutanyo
Abanggeutanyo Mohon Tunggu... Wiraswasta - “Besar, ternyata ada yang lebih besar, sangat besar, terbesar, super besar, mega besar dan maha besar.”

Nama : FM Al-Rasyid ---------------------------------------------------------------- Observe and be Observed

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tony Abbot, Datanglah ke Sini, Ambil "Uang" Anda

22 Februari 2015   09:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:43 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_398570" align="aligncenter" width="620" caption="Sumber : http://statik.tempo.co/?id=373100&width=620"][/caption]

Jika sebuah pernyataan kasar disampaikan oleh rakyat biasa mungkin kurang bermakna meski berbalut emosional. Orang paling menilai, irasional dan setengah stres. Tapi menjadi lain jika pernyataan itu keluar dari mulut pejabat negara, pablik figur, terlebih lagi oleh pejabat tinggi negara lain, bisa runyam rasanya.

Tanpa bermaksud ikut emosional seperti PM Australia Tony Abbot yang mungkin tidak bermaksud merendahkan alam pikirannya sendiri dalam menangani pembelaan kasus hukuman mati terhadap dua warganya, berikut ada baiknya menimbang "sisi lain" yang pantas diketahui oleh PM Tony Abbot jika rakyat Aceh saat ini secara simbolis "mengembalikan" bantuan Australia sebesar 850 juta dollar Australia (AUD).

Beberapa hal yang perlu dijadikan bahan pertimbangan adalah:


  1. Bantuan yang diberikan kepada Indonesia, khususnya untuk Aceh pada saat itu BUKAN patokan (besaran) yang diminta oleh Aceh atau pemerintah Indonesia. Australia -pada saat itu- atas dasar nurani kemanusiaan membantu (katanya) 1 miliar AUD, tapi menurut catatan BRR sebesar 850 juta AUD.
  2. Mengaitkan masalah pembelaan terhadap dua warganya yang terancam hukuman mati dengan mengonversikan dengan sejumlah bantuan kemanusiaan atas peristiwa tsunami tersebut di atas jelas tidak mempunyai korelasi dan akal sehat. Siapa pun di atas muka bumi ini kapitalis sejati pun tak akan mengaitkan antara bantuan kemanusiaan dengan kepentingan lainnya kecuali lintah darat asli penghisap darah yang berkeliaran di desa-desa menyedot keuangan warga desa yang meminta bantuan dari rentenir atau ijon.
  3. Pemerintah Indonesia pernah mengabulkan permintaan Australia dengan melepas tahanan ratu narkoba asal Australia, Sherny Corby pada 2014 lalu. Alasan kemanusiaan mempengaruhi pemerintah Indonesia dalam menjalankan pengecualian pemberlakuan hukum terhadap terpidana kasus narkoba Schapelle Leigh Corby pada 10 Februari 2014 lalu.
  4. Setiap negara diwajibkan menghormati aturan dan peraturan hukum yang berlaku di negara lain. Memang ada pengecualian kebal hukum terhadap diplomat negara lain akan tetapi secara keseluruhan wajib menghormati hukum yang berlaku di sebuah negara.
  5. Indonesia menghargai Australia sebagai sahabat, negara yang berdaulat meski selalu dihantui bayang-bayang jahil Australia dalam beberapa hal, misalnya penyadapan terhadap komputer dan telepon Presiden SBY. Belum lagi satelit mata-mata yang ditempatkan di Pulau Christmas (Pulau Natal) pulau terluar Australia yang paling dekat dengan Indonesia yakni 510 km (311 mil pantai) dari Jakarta  atau 2600 km atau 1600 mil dari Perth senantiasa merekam dengan jelas dan detail seluruh informasi yang diinginkan kepentingan intelijen Australia terhadap Indonesia.
  6. Sejumlah kapal nelayan bernasib malang, hancur berkeping di tengah laut akibat hanyut ke perairan Australia. Sebagian menemui ajalnya. sebagian lagi ditahan di daratan Australia. Mau pulang ke tanah air, sejumlah keluarga nelayan kirim uang untuk ongkos pulang saudara mereka ke pihak yang mengurusi nelayan malang tersebut.

Mister Tony Abbot yang kami hormati...

Adakah pemerintah Indonesia ikut campur tangan, menghiba dan merengek-rengek seperti anak kecil yang menuntut permen jika tidak diberikan?

Mungkin persoalannya lain, tak bisa dikonversi antara anak kecil peminta permen dengan masalah nyawa dua warga Australia tersebut.

Jika tidak sebanding maka sama halnya tidak tepat mengonversikan bantuan kemanusiaan yang lalu itu dengan mengaitkannya dengan proses penegakan hukum di Indonesia. Selayaknya Australia yang beberapa langkah lebih maju di segala bidang dari Indonesia menjadi guru dan contoh teladan bagi Indonesia dalam penegakan hukum.

Belum lagi Indonesia selama ini sangat bersahabat dengan Australia sampai mencetak uang pecahan 100.000 rupiah pun dipercayakan pada perusahaan Australia pada 1999. Kabarnya perusahaan Note Printing Australia (NPA) membuat Indonesia kebobolan dua kali akibat pemakaian bahan yang berkualitas rendah dan sialnya jumlah cetakannya melebihi kesepakatan.

Bukankah semua itu tanda wujud saling ketergantungan, persahabatan dan penghormatan sejati Indonesia untuk Australia, Mister Abbot? Lalu mengapa politikus sekelas Anda bisa berpikir"jauh" seperti itu sampai tak sanggup kami kalkulasikan? Mungkin Anda tidak bermaksud seperti itu dan tidak berniat mengusik harga diri orang (bangsa) lain melalui penjelasan kalimat bersayap dan diplomatis ciri khas politkus kaliber kakap seperti Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun