Jika tahun 2014 lalu, ada 3 Provinsi yang dinilai lelet dalam penyampaian anggarannya, kini hanya Aceh dan Jakarta saja yang kembali terjebak pada peristiwa yang sama. Saat ini, Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Aceh belum menyerahkan berkas untuk diperiksa Mendagri, masih diberi toleransi dua minggu (sampai akhir Pebruari 2015).
Tampaknya dua bersaudara ini sedang mengintip sesuatu peluang atau bisa saja sedang menikmati alotnya pengisian mata anggaran 2015 untuk dikoreksi atau disetujui Kemendagri. Meski dua bersaudara ini sama nasibnya dalam hal ini tapi Aceh dan DKI beda dalam beberapa hal sebagai berikut :
- DKI menetapkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Rancangan APBD) totalnya sangat raksasa mencapai 76,9 triliun. Sedangkan rancangan APBA Aceh hanya 12,73 triliun rupiah, atau sekitar 16,6% saja dari anggaran DKI.
- Aceh menetapkan anggaran melalui kerjasama yang tergolong "apik" antara Legislatif dan Eksekutif. Meski terdapat juga perbedaan pendapat antara Gubernur dengan DPRA dalam mata anggaran tertentu namun RAPB Aceh akhirnya disepakati juga melalui rapat paripurna khusus DPRA. Sebaliknya DKI, antara Gubernur Tjahaja Purnama Basuki (Ahok) dan DPRD Jakarta saling intip dan pasang kuda-kuda siapa duluan mengirim anggaran. Ternyata Ahok lebih gesit, satart duluan, maka keteteranlah anggaran 2015 DKI versi DPRD DKI.
- Posisi hubungan Gubernur Aceh dengan DPRA masih mesra, tidak panas seperti nasib Ahok yang sepertinya terkena pukulan "Hok" sejumlah anggota DPRD DKI. Hubungan Gubernur DKI dan DPRD DKI kini memanas, menjurus ancaman memecat Ahok melalui hak angket yang sudah disetujui mayoritas anggota DPR DKI.
- Gubernur Aceh tidak mengoreksi mendetail anggaran daerahnya yang digodok oleh tim khusus dan DPRA sehingga malu, merasa dipermainkan oleh sejumlah SKPD. Beda halnya dengan Ahok yang memeriksa adanya indikasi curang alias potensi korup terhadap anggaran daerahnya yang dilaksanakan berjamaah oleh sejumlah politisi di dewan DKI Jakarta (menurut pernyataan Ahok).
- Beberapa mata anggaran yang aneh-aneh bin ajaib dalam anggaran APBA Aceh tidak memenuhi azas dalam Permendagri karena tidak mencapai quota wajib, bahkan ada yang lebih. Sebaliknya anggaran DKI memenuhi azas tersebut hanya saja rinciannya rada aneh yang membuat Ahok naik pitam mengirim anggagran versinya sendiri.
Kilas Balik Performa Rancangan APBA 2015 Provinsi Aceh
Meski demikian tidak berarti RAPBA 2015 Aceh mulus-mulus saja dan mudah sekali implementasinya. Anggaran yang telah disampaikan ke Mendagri pada akhir Januari lalu ternyata mendapat koreksi yang amat menyedihkan. Hal itu tercantum dalam SK Mendagri mengenai koreksi RAPBA Aceh pada 18 Februari lalu.
Uniknya lagi, ketentuan yang sudah terang benderang disampaikan dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 dan Nomor 39 Tahun 2012 tentang belanja wajib justru tidak tercermin dalam postur anggaran 2015 Aceh.
Padahal kejadian serupa dengan ini telah terjadi (terulang) hampir 4 tahun terakhir, tetap sama masalahnya yaitu tidak memenuhi aturan dalam permendagri tersebut. Misalnya :
- Alokasi anggaran belanja wajib untuk Pendidikan, harus 20%, BUKAN di bawah itu.
- Alokasi anggaran kesehatan, harus 10%, TIDAK BOLEH dibawah itu
- Alokasi untuk belanja modal, harus 30%, JANGAN di bawah itu.
Akan tetapi yang terjadi justru munculnya nilai anggaran yang kontradiktif dalam permendagri di atas. Akibatnya anggaran tersebut pun ditelanjangi Jakarta habis-habisan. Sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif dipanggil Jakarta dan mendapat penjelasan dari Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri menyampaikan beberapa koreksi yang harus dipatuhi, BUKAN dipatahi.
Beberapa koreksi terhadap usulan anggaran 2015 Aceh yang amat menyedihkan -jika tidak pantas disebut mengerikan- yang disampaikan Kemendagri dalam koreksi terhadap RAPBA Aceh 2015 adalah sebagai berikut :
- Seluruh mata anggaran belanja untuk Wali Nanggroe, ditiadakan. Padahal lembaga terkait telah menyiapkan anggaran untuk Wali dengan angka fantastik, mencapai hampir 7,8 miliar meliputi honorer pegawai wali nanggroe, asuransi, berobat, sewa rumah wali, belanja sewa rumah wali, pengamanan khusus dan lain-lain berkaitan dengan wali nanggroe.
- Anggaran untuk sektor pendidikan sesuai dengan acuan pusat harus mencapai 20% dari total anggaran ternyata hanya 2,49 triliun atau 19,6%. Meski nyaris, tapi BELUM sampai 20%.
- Anggaan untuk kesehatan mencapai 1,4 triliun justru melampaui ketentuan dalam aturan seharusnya 10% dari total anggaran.
- Anggaran untuk Bansos senilai 1,87 triliun (14,7%) dihapus, apalagi daftar isiannya tergolong unik seperti baju daster sampai pembalut wanita untuk antisipasi bencana alam minta dihapuskan.
- Anggaran TPK PNS hampir sebesar 428 miliar minta dikurangi signifikan, mengingat kinerja aparatur masih tergolong lemah.
- Pengadaan barang dan jasa sebesar 6,4 miliar minta dihapus
- Biaya Rp.97 miliar untuk beli daging menjelang hari raya dan puasa ramadhan (istilah Aceh, "Meugang") diminta hapus.
Apa pendapat eksekutif dan legislatif Aceh terhadap koreksi pusat atas anggaran Aceh? Berjiwa besar dan sabar..!
Meski diakui ada kekecewaan mendalam atas dihapusnya beberapa mata anggaran seperti untuk wali nanggroe akan tetapi tidak ada letupan emosi apalagi pernyataan bernada emsoional mirip kanak-kanak Wali Nanggroe Aceh.
Salah satu anggota Dewan dari Partai Aceh hanya menilai bagaimana wali nanggroe bekerja tanpa anggaran, meski ia tahu bahwa penetapan wali nanggroe belum ada kesepakatan secara khusus dalam UUPA antara Aceh dan pemerintah pusat.