Mohon tunggu...
Abah Yoyok
Abah Yoyok Mohon Tunggu... -

saya orang biasa-biasa saja. senang membaca dan senang menulis untuk sekedar mengeluarkan uneg-uneg ataupun menceritakan apa saja yang sekiranya berkesan dalam hidup ini. bergabung dengan kompasiana, tak ada lain kecuali untuk menambah wawasan dan teman.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mas Karyo Mencari Tambahan

1 Juni 2012   18:35 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:30 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Untung ada mobil jemputan. Kalau tidak, 99% bisa dipastikan kantong Mas Karyo akan semakin babak belur. Bisa-bisa seminggu hanya 3 kali masuk kantor lantaran separuh gajinya harus dialokasikan untuk transportasi. Sungguh kejam transportasi di negeri ini. Beraninya hanya “morotin” rakyat kecil. BBM naik, transport ikut naik. BBM normal, dia cari alasan untuk naik. BBM turun, bertahan nggak mau turun. Kupret ! Pada bisa ngatur transportasi nggak sih ?

Dari sisa gaji Mas Karyo yang tinggal separuh itu pas-pasan untuk biaya sekolah kedua anaknya yang duduk di bangku SMP dan SMA. Lalu bagaimana dia dan keluarga bisa makan setiap harinya ? Wallahualam bi sawab. Hanya Tuhan yang tahu, bagaimana caranya Mas Karyo bisa bertahan hidup.
Memprihatinkan memang. Menyedihkan. Tapi Mas Karyo tak ingin tenggelam dalam kesedihan. Hidup ini sudah susah mengapa harus dibuat susah kalau memang bisa dibuat senang. Setiap hari naik mobil gratis dan bisa tidur lagi. Sampai di kantor bisa main komputer sepuasnya, main game, facebook atau keluyuran di dunia maya. Kerjaan nggak banyak, hanya melayani Boss saja. Lebih banyak bengong daripada kerja, setiap bulan terima gaji. Apa nggak enak ?

Begitulah pegawai negeri. Tak perduli apakah dia rajin atau malas, pintar atau goblok, loyal atau tidak loyal pada pimpinan, gaji tetap diterima sesuai dengan pangkat, golongan, dan jabatan. Kadang-kadang ada juga rejeki tambahan atau rejeki dadakan yang besar kecilnya tergantung kebijakan pimpinan atau atasan. Makin pintar seorang bawahan “nyosor” pimpinan, akan semakin banyak kemungkinan untuk mendapatkan rejeki tambahan tersebut.

Mas Karyo bukan sok idealis, tapi urusan sosor menyosor dia memang nggak bisa. Mas Karyo tak mengenal yang namanya basa basi. Jelek dia bilang jelek, bagus dia bilang bagus. Salah ya salah, benar ya benar. Tak ada dalam kamusnya bahwa yang namanya pimpinan tak pernah salah. Nggak bisa begitu, pimpinan juga manusia, pasti pernah bersalah. Sesuatu yang salah hukumnya wajib untuk dibetulkan.

Karena tidak ikutan ABS (Asal Boss Senang) maka resiko yang paling ringan adalah jarang dapat rejeki tambahan. Kalau tokh juga dapat, porsinya lebih kecil dari teman-teman yang “full” luar dalam siap melayani sang atasan. Mas Karyo tak mau repot soal itu. Rejeki bukan di tangan atasan. Rejeki ada di tangan Tuhan. Karena itu Mas Karyo justru berusaha mencari tambahan dengan caranya sendiri. Kertas-kertas bekas yang terbengkalai di ruang kerja ia kumpulkan dan rapihkan karena laku untuk dijual. Berikutnya “tooner” bekas printer laser juga ia kumpulkan. Nilai jualnya jauh lebih lumayan dibanding kertas bekas. Mas Karyo optimis untuk menekuni bisnis barang bekas ini. Nggak perlu pusing mikirin modal. Cukup hanya dengan “modal dengkul”, “kuat malu” dan “semangat baja” usaha pasti akan berjalan lancar.

Kenyataannya pun demikian adanya. Mungkin karena Tuhan sayang pada Mas Karyo, bisnis barang bekasnya itu berjalan lancar. Mas Karyo pun mencari lagi peluang yang kira-kira bisa dimanfaatkan. Komputer. Daripada nganggur mending dimanfaatkan untuk sekali-kali menerima order ketikan atau cetakan. Tak disangka-sangka, Mas Karyo pun menemukan peluang yang sebelumnya tak pernah terlintas dalam pikirannya. Jualan Tanda Tangan !

Ternyata tanda tangan juga bisa jadi duit. Tanda tangan absen rapat, dapet uang rapat. Tanda tangan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) dapet uang ”sekian persen” dari jumlah biaya. Tanda tangan lembur. Dan banyak lagi kegiatan yang membutuhkan tanda tangan.
Tapi Mas Karyo tidak ikut rapat, tidak pergi dinas, tidak lembur, tidak....

Jadi tanda tangan itu....? Ah, yang penting niat aku sekedar membantu mereka yang butuh tanda tangan koq. Apa aku salah. Kalau dari tandatangan itu kemudian aku dapat uang, apa ini bukan rejeki namanya...? Gimana ya ? Ah, nanti sajalah aku tanyakan ke Pak Ustadz. Yang penting tambahan uangnya dulu, deh.


Cisarua, Mei 2009.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun