Sore tadi menonton Metro TV, ada berita tentang pernyataan dari mantan asisten pribadi Gus Dur yakni Zatrow Al Ngatawi, yang memberikan keterangan dan penjelasan tentang makna pujian Gus Dur pada Tahun 2009 kepada Prabowo.
Al Ngatawi mengatakan bahwa ucapan Gus Dur perlu penafsiran tingkat tinggi, karena bagi kalangan santri dan yang mengetahui tentang tata bahasa Arab, terkadang ada pujian yang diberikan kepada seseorang justru sebagai bentuk sindiran sebagai kebalikan dari perkataan pujian tersebut, inilah yang menurut Al Ngatawi disebut dengan “Istidraj”.
Jadi ketika Gus Dur mengatakan Prabowo itu ikhlas, maka maksud Gus Dur justru sebaliknya, bahwa Prabowo itu orang yang mengejar kedudukan.
Mungkin bagi orang-orang yang tidak kenal luar dalam dengan Gus Dur, akan kurang memahami hal ini, termasuk Mahfud M.D. yang sekarang bergabung dengan kubu Prabowo-Hatta. Entah Mahfud memang kurang memahami karakter Gus Dur, atau memang rasa kecewa dan sakit hati telah menutup nurani dan akal sehatnya.
Jejak langkah Prabowo yang sejak kecil telah bercita-cita menjadi Presiden, termasuk ketika akan sekolah di Amerika dan ketika ditanya oleh ayahnya Sumitro, apa alasan Prabowo kuliah di Amerika, Prabowo menjawab karena ingin menjadi Presiden. Lalu oleh Sumitro diberitahu bahwa jika ingin jadi Presiden, lebih baik masuk AKABRI, dan Prabowo masuk AKABRI dengan tujuan untuk menjadi Presiden.
Lebih kentara lagi nafsu Prabowo meraih kedudukan terlihat saat mengalah menjadi Cawapres mendampingi Megawati yang disertai syarat ikut mengatur kabinet, tidak kurang meminta jatah 15 menteri jik Mega Pro memenangkan Pilpres 2009, tak cukup dengan itu, Prabowo meminta syarat agar Mega mendukungnya menjadi Capres pada tahun 2014, kesemuanya dituangkan dalam Perjanjian Batu Tulis, yang dikemudian hari yakni tahun 2014 ini menjadi bibit perseteruan antara Gerindra dan PDI Perjuangan.
Secara logika, bagaimana seseorang yang maju menjadi Cawapres di tahun 2009 ketika itu dengan keterpaksaan karena tidak memungkinkan Gerindra memajukan Capres sendiri dengan suara yang tidak mencukupi, lalu dikatakan sebagai ikhlas?
Tak perlu dekat dan mengenal Gus Dur, dengan alasan seperti di atas, orang awam seperti saya pun bisa mengolah logika sendiri, masa Prabowo ketika itu (tahun 2009) dengan keterpaksaannya menjadi Cawapres dibilang ikhlas. Lebih tepatnya seperti yang dikatakan Al Ngatawi, maksud sebenarnya ucapan Gus Dur adalah kebalikan dari perkataannya itu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI