Mohon tunggu...
Abah Pitung
Abah Pitung Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat Politik & Sosial Ekonomi yang sangat Sadar pada tingkat bawah sadar. Sangat setuju agar Koruptor besar dihukum mati dan perilaku mereka sebenarnya sudah mengabaikan serta meniadakan Allah SWT., dalam kehidupannya ketika berbuat korupsi. KORUPTOR adalah PENJAHAT NEGARA dan BANGSA INDONESIA sampai dunia kiamat. Vonis hukuman bagi Koruptor, bukanlah nilai yang bisa impas atas kejahatan Korupsi. Email ke : abahpitungkite@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Ternyata Penduduk Kota Besar Orang Udik

15 Juli 2015   10:13 Diperbarui: 15 Juli 2015   10:13 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Biasanya kalau menjelang Lebaran, hampir sebagian besar penduduk kota di Indonesia, bagi keluarga yang merayakan Idul Fitri, selalu memanfaatkan momen mudik, yang biasanya pulang kampung atau pulang ke udik untuk mengunjungi sanak keluarga dan orang tua di udik atau di kampung. Saya yakin, para K’ner juga banyak yang berasal dari udik dan sekarang mungkin sedang didalam perjalanan menuju udik. Begitu banyaknya orang udik yang datang ke berbagai kota di Indonesia untuk mencari rezeki, jika kita berjalan pada beberapa kota besar pada saat hari lebaran hingga 4 hari lebaran, selalu jalan-jalan perkotaan yang biasanya macet, sekarang menjadi legang dan tidak macet lagi. Inilah bukti bahwa banyak penduduk sebuah kota besar, isinya orang udik. Biasanya orang udik kalau mau pulang kampung selalu dikatakan mudik.

Mudik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bisa diartikan sebagai pulang berlayar, berjalan atau pergi menuju ke udik (hulu sungai, pedalaman) dan Pemudik bisa diartikan orang yang pulang ke kampung halaman (udik hulu sungai, pedalaman).

Dengan kata lain Mudik bisa diartikan dengan pulang kekampung halaman, atau pulang kembali ke tempat asal. Ternyata kata mudik berasal dari dua suku kata yaitu mu dan dik yang kata dasarnya adalah udik sebenarnya merupakan pengaruh kuat oleh kebiasaan serta serapan dari kata Arab. Awalan Mu adalah merupakan kebiasaan didalam bahasa Arab seperti kata Mu-allaf artinya orang yang baru memeluk agama Islam, Mu-rid (yuriidu) yang berarti orang yang menginginkan sesuatu, Mu-safir berarti orang yang selalu melakukan perjalanan.

Banyak orang yang lama tinggal di kota besar, kalau dirinya disebut udik atau kampungan, dirinya selalu marah dan tersinggung, karena konotasi udik dan kampungan berati tidak tau aturan atau tidak sopan atau bisa dipersepsikan sebagai norak. Padahal, mayoritas orang udik dan orang kampung selalu memiliki tatakrama dan nilai kesopan santunan yang baik sesuai dengan ajaran agama Islam serta budaya tatakrama yang baku telah lama dipatuhi di kampung (udik). Makanya istilah udik dan kampungan adalah merupakan kata yang menegaskan tatakrama orang yang dari kampung (udik) yang tidak memiliki sopan dan santun dan dia hadir ditengah kota besar dan dirasakan oleh rata-rata penduduk kota, merasa sudah memiliki budaya saling hormat menghormati saling tepo seliro serta saling menghargai satu sama lain. Jika melanggar adab itu maka orang tersebut akan dicela sebagai orang udik atau orang kampungan. Padahal mereka kebanyakan memang asli orang kampung juga dan buktinya pada mudik disaat libur panjang seperti lebaran sekarang ini.

Gaya kampungan yang dibawa dari kehidupan kota disaat mudik adalah, saling membanggakan keberhasilannya dan sering para pemudik saling pamer kekayaan dan pulang kampung saling pamer kepemilikan peralatan paling mahal dan mobil baru bernomor berplat putih. Selanjutnya gaya kampungan mereka adalah bercerita seperti para orang-orang kaya raya tingkat dunia, padahal semua perlatan gadget dan mobil baru yang dipakai masih dalam pembayaran kredit yang dipaksakan. Malah kalau membeli baju di Tanah Abang atau Pasar Baru nawar harganya sampai keluar urat leher ampun-ampunan. Semangkin sulit tingkat perekonomian, mereka yang kampungan dari kota, lebih bersemangat lagi dalam memamerkan keberhasilannya yang palsu itu hanya untuk memanas-manaskan orang-orang miskin dikampungnya atau disekitar udik sana. Makanya banyak orang yang dari kampung ingin berdatangan ke kota besar kerena tergoda atas berbagai keberhasilan pamer kekayaan palsu tersebut.

Kalau kita perhatikan gaya hidup diperkotaan besar seperti di komplek-komplek perumahan, selalu kita melihat banyaknya rumah kecil, akan tetapi mobil pribadinya bisa sampai tiga buah parkir didepan rumah mereka. Ternyata banyak para penghuni rumah di komplek, mereka saling panas-panasan untuk berlomba memiliki paling banyak mobil dan paling banyak peralatan elektronik mahal yang hanya untuk memuaskan hasrat pamernya yang hedonistik dan hanya menunjukkan bahwa mereka seolah-olah berhasil dalam kekayaan yang sangat semu dan palsu. Bahkan gaya mereka layaknya seperti para pengusaha besar yang putaran uangnya ratusan milyar per bulannya. Kita ketahui bahwa pendapatan per bulan mereka dari pekerjaannya tentu tidak akan mampu membiayai perlengkapan semewah itu. Tapi karena demi gengsi dan gaya, berbagai cara ditempuh dan dipaksakan hanya untuk dikatakan paling hebat dan paling berhasil dalam kehidupan yang senyatanya itu hanya kepalsuan belaka yang sangat dipaksakan. Biasanya keluarga serta orang-orang seperti inilah yang merusak masyarakat kampung halaman (udik) jika mereka mudik beberapa hari disana. Makanya janganlah sok pamer kekayaaan yang palsu kalau tidak mau dikatakan sebagai orang atau keluarga kampungan dan udikan. Tampillah apa adanya bersahaja dan biasa-biasa saja dan jangan over acting pamer kekayaan yang palsu disekitar masyarakat miskin di kampung halaman yang membuat hati mereka terhina serta tersakiti. (Abah Pitung)

Selamat Idul Fitri Mohon Maaf Lahir dan Batin.

 

Bahaya Eksodus Penduduk China ke Indonesia.

 

Foto : viva.co.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun