Mohon tunggu...
Abah Pitung
Abah Pitung Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pengamat Politik & Sosial Ekonomi yang sangat Sadar pada tingkat bawah sadar. Sangat setuju agar Koruptor besar dihukum mati dan perilaku mereka sebenarnya sudah mengabaikan serta meniadakan Allah SWT., dalam kehidupannya ketika berbuat korupsi. KORUPTOR adalah PENJAHAT NEGARA dan BANGSA INDONESIA sampai dunia kiamat. Vonis hukuman bagi Koruptor, bukanlah nilai yang bisa impas atas kejahatan Korupsi. Email ke : abahpitungkite@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Tidak Memahami Bung Karno

8 Juni 2015   15:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:10 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adalah sebuah kenyataan yang sangat fatal selanjutnya setelah Jokowi asal-asalan menandatangani Perpres tanpa dibaca terlebih dahulu untuk membeli mobil baru bagi para pejabat tinggi, Jokowi membuat kesalahan fatal lagi dalam pidatonya pada Hari Pancasila 1 Juni 2015 yang menyatakan Bung Karno lahir di Blitar padahal yang benar adalah di Surabaya.

Lucunya suasana ketika itu, Joko Widodo sang Presiden RI menyatakan pidatonya didepan Megawati Seokarno Putri dan didepan para petinggi Negara, serta pidato itu sudah meluas keberbagai pelosok dunia. Makanya masyarakat dunia sudah mengetahui bagaimana lemahnya sosok Presiden Jokowi yang sangat mudah dipengaruhi oleh orang-orang pada lingkungan terdekatnya. Selanjutnya, suasana itu memperlihatkan langsung kepada Megawati kualifikasi sosok Presiden yang dia sebut sebagai “Petugas Partai” itu.  Kita ketahui bersama, Jokowi mengumandangkan konsep Nawacita dan itu merupakan tiruan pola pikir Bung Karno bersama referensi Soekarno yang dibaca ketika itu dalam Nawaksara. Kalau seorang tokoh apalagi dia sebagai pimpinan sebuah Negara megumandangkan konsep Nawacita artinya dia akan mengetahui secara dalam siapa pencetus Nawaksara yang ditiru menjadi Nawacita itu. Artinya, jika Jokowi memahami Bung Karno melalui Nawaksara, pastilah dia tidak akan salah dalam membicarakan sosok besar pemikir dan pencetus Nawaksara itu yang ditiru menjadi Nawacita. Perhatikan butir 8. Nawacitanya Jokowi-Jk : “Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia”.     

Selama ini, ternyata Jokowi hanya dibesar-besarkan saja oleh berbagai media mainstream dan media online penjilat dan pemanfaat yang memang sengaja dikeluarkan biaya tersendiri yang entah darimana rekayasa anggarannya. Para media dan penulis penjilat ini bahkan pernah diundang ke Istana Negara makan-makan gratis atas biaya Ring 1 dan ketawa-ketiwi diantara rakyat yang sedang kelaparan dan sedang menangisi penderitaan hidup mereka. Bahkan diantara mereka penulis penjilat, salah seorang berkualifikasi tulisan kacangan, tanpa memiliki rasa malu dan bermuka badak dalam tulisannya memanfaatkan media Kompasiana ini, ingin menjadi pembuat naskah pidato Presiden, pastilah kedepan akan lebih runyam lagi pidato Presiden.

Pidato salah yang disampaikan Jokowi di Blitar pada peringatan Hari Lahirnya Pancasila 1 Juni 2015 adalah merupakan kesalahan fatal yang berasal dari Presiden Jokowi sendiri karena dialah sebagai pemimpin tertinggi dinegara ini. Walaupun ada yang mengaku salah dalam pembuatan naskah pidato Jokowi bernama Sukardi Rinakit tidaklah langsung itu merupakan kesalahan pribadi Sukardi Rinakit, akan tetapi merupakan kesalahan kolektif dari para pembuat naskah pidato Jokowi di Segneg. Sepantasnya Jokowi segera memecat para pembuat naskah pidato Presiden tersebut dan menggantikannya dengan yang lebih baik dan menguasai. Tidaklah pantas Jokowi mencanangkan juga “Revolusi Mental” kalau didalamnya penuh dengan kesalahan. Atau memang revolusi mental yang selalu salah.    

Pernyataan Sukardi Rinakit yang mengatakan bahwa Jokowi merasakan bahwa Bung Karno lahir di Surabaya dan bukan di Blitar adalah hanya untuk menutupi kelemahan dan ketidaktahuan sang Presiden, kalaulah Presiden Jokowi mengetahui Bung Karno lahir di Surabaya, pastilah Jokowi akan menanyakan (Surabaya atau Blitar) kebenarannya kepada khalayak yang hadir apalagi Mengawati ada didepan Jokowi saat itu. Bukti Presiden Jokowi tidak memahami Bung Karno adalah dia membaca terus tanpa ada merasa salah naskah pidato yang dia baca itu.

Kalimat salah yang dibaca Presiden Jokowi itu adalah “Setiap kali saya berada di Blitar, kota kelahiran proklamator kita, bapak bangsa kita, penggali Pancasila, Bung Karno, hati saya selalu bergetar ………”

Yang benar dari kota kelahiran Bung Karno adalah kota Surabaya, 6 Juni 1901. Kalau seorang Presiden sering melakukan kesalahan, maka itu adalah tanda-tanda akan terjadi kesalahan besar lainnya. (Abah Pitung)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun