Kita semua marah menyaksikan ekspose penangkapan Ketua MK Akil Mochtar (AM) dan melibatkan juga seorang wanita Anggota DPR Fraksi Golkar Komisi II yang berperan sebagai perantara penyuapan, ia bernama Chairunnisa (Dra.Hj.Chairunnisa,MA). Penyuapan ini berkaitan dengan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah Bupati petahana Hambit Bintih bersama seorang pengusaha seponsor dari Kalteng Cornelis Nalau (CN). Sengketa Pilkada ini, telah deregister oleh Mahkamah Konstitusi bernomor perkara 121-122/PHPU.D-XI/2013.
[caption id="attachment_286108" align="aligncenter" width="561" caption="Chairunnisa di dampingi oleh suaminya H. Maliki,SE seorang pejabat di Kementerian Koperasi & PPK. Seharusnya, KPK juga menetapkan Maliki suami Chairunnisa sebagai tersangka, karena turut serta menyupiri bantu suap (Sebagai PNS di Kemenkop & PPK) Chairunnisa untuk menyuap AM. Chairunnisa ternyata sebagai anak sulung dari mantan Jaksa Agung M.A. Rachman (Jaksa Agung berkasus) "][/caption]
Chairunnisa telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus suap MK ini, hebatnya ketika ditangkap di lokasi rumah AM Jl.Widya Chandra, Chairunnisa di dampingi oleh suaminya H. Maliki,SE seorang pejabat di Kementerian Koperasi & PPK dan suaminya terus setia mendampinginya ketika diperiksa di KPK. Seharusnya, KPK juga menetapkan Maliki suami Chairunnisa sebagai tersangka, karena turut serta menyupiri bantu suap (Sebagai PNS di Kemenkop & PPK) Chairunnisa untuk menyuap AM bersama Bupati penyuap Hambit Bintih (PDIP) dan Cornelis Nalau.
Menurut saksi dari MK, bahkan Chairunnisa sebelumnya sering melobbi mendatangi AM keruangan kerjanya di MK. Semua arang tahu, Akil Mochtar pernah di DPR Partai Golkar dapil Kalbar dan sefraksi dengan Chairunnisa dapil Kalteng. Mengapa Chairunnisa gigih sebagai perantara suap Hambit Bintih padahal dia dari PDIP dan bukan separtai dengan partainya Chairunnisa. Rupanya mereka berdua memiliki sejarah perkenalan lama sama-sama dari dapil Kalteng. Sangat terlihat, bahwa dalam kasus ini, motif uang sangat besar dan kita bisa menilai bahwa cara Chairunnisa sepertinya sudah lama dan terbiasa sebagai perantara melakukan motif penyuapan seperti ini dan mitranya adalah Akil Mochtar di MK.
Sebelum kasus MK ini, Chairunnisa telah beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus teman separtai Golkar, Zulkarnaen Djabar yaitu korupsi pengadaan Al Qur'an yang fenomenal mempermalukan. Tadinya Chairunnisa sebagai anggota Komisi VIII lalu pindah menjadi anggota Komisi II dari fraksi partai Golkar. Chairunnisa telah lama (periode 15 tahun) menduduki sebagai anggota DPR RI selama tiga periode sejak tahun 1997. Dia lahir di Surakarta pada tahun 27 September 1958. Berbagai penghargaan jenjang pendidikan keagamaan telah banyak diperolehnya, akan tetapi berbagai proses pendidikan itu tidak dapat mewarnai akhlak dirinya untuk menjadi sosok tokoh wanita yang bisa diteladani. Bahkan pendidikan kedua orang tuanya juga tidak dapat menjiwai dirinya, sehingga terjerumus dalam laku nista yang hina-dina dari sebagai tokoh partai Golkar, sarjana agama dan anggota DPR RI. Kasus Chairunnisa ini, telah menyita perhatian khalayak Indonesia dan juga menyeret Partai Golkar yang setidaknya mencitrakan kebusukan para sdm petinggi Golkar di pemilu 2014 mendatang.
Chairunnisa ternyata sebagai anak sulung dari mantan Jaksa Agung M.A. Rachman (Jaksa Agung berkasus) hal ini terkuak ketika Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) mempermasalahkan status kepemilikan syah sebuah rumah mewah di Bukit Cinere milik M.A.Rachman (Tempo Interaktif). Chairunnisa sebagai Caleg No.1 pada dapil Kalteng dalam Pemilu 2014 dari Partai Golkar dan juga sebagai bendahara MUI (Majelis Ulama Indonesia), adalah melambangkan sebagai sosok yang tidak memiliki rasa malu (mungkin tidak punyai Iman) yang tidak perduli dengan segudang prestasi dan penghargaan rakyat kepadanya yang telah dia miliki selama ini. Beginilah model wakil rakyat di DPR RI yang selama ini disumpah dan diangkat dan pantas saja UU yang dihasilkan berisi Pasal-Pasal yang memihak kapitalis dan menyengsarakan rakyat serta pengawasan yang dilakukan kepada eksekutif tidak berjalan baik bahkan melibatkan diri dalam korupsi secara gotong royong yang menyengsarakan seluruh rakyat Indonesia. (Abah Pitung)
[caption id="attachment_286109" align="aligncenter" width="620" caption="Foto dari www.harianjogja.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H