"Siapa suruh datang Jakarta" kalimat ini selalu sepanjang tahun kita baca dan dengar selama ini pada setiap akhir lebaran.
Pada prinsipnya semua orang tidak mau nganggur, tidak mau tidak ada pekerjaan. Semua orang ingin memiliki pekerjaan yang menghasilkan. Kalau kita kedesa-desa di Indonesia, kebanyakan para pemudanya tidak memiliki pekerjaan yang tetap, apalagi berwiraswasta sangat sedikit sekali. Mengapa hal ini terjadi ? Karena didesa daya belinya sangat lemah, lalu kalau ada pemuda/pemudi yang kreatif untuk membuat usaha industri, membeli bahan baku sangat mahal ke kota apalagi jalan lalulintasnya yang sangat rusak. Sehingga harga bahan baku ditambah biaya transpor membuat harga pokok pruduksi menjadi mahal sehingga tidak memiliki daya saing yang tinggi. Apalagi ditambah biaya transportasi mengangkut hasil produksi ke tempat pemasaran juga mahal semakin lemahlah daya saing produksi desa.
Kesimpulannnya mayoritas pemuda/pemudi desa banyak yang menganggur harapan mereka satu-satunya adalah dari informasi saudaranya yang datang berlebaran dari Jakarta yang menampakkan tingkat keberhasilan ekonomi yang lumayan dan para pemuda/pemudi ini pasti akan tertarik untuk ikut disaat para temannya akan pulang kembali untuk bekerja di Jakarta. Tanpa memiliki bekal keterampilan dan informasi hukum yang memadai, pokoknya ikut berangkat meninggalkan desa menuju kota Jakarta.
Kalau di Jakarta akan banyak peluang, jadi tukang cuci piring di tempat makan pada emperan trotoir, jadi tukang mencuci mobil dan sepeda motor, jadi pembantu dirumah para koruptor yang sangat banyak di Jakarta, jadi pembantu di rumah makan besar yang banyak juga di Jakarta, jadi penjual makanan kue-kue plastikan yang cukup banyak di Jakarta. Uang yang berputar di Jakarta tentu akan sangat jauh lebih besar jika dibandingkan di desa. Oleh karena itu peluang bekerja akan lebih terbuka bagi mereka, apalagi mereka selama ini bertahun-tahun menganggur di desa.
Salah siapa ? Yaaaaaa, SALAH PARA PEJABAT DAERAH seperti BUPATI dan WAKILNYAÂ yang tidak mampu mencipta lapangan pekerjaan bagi para pemuda/pemudi desa. Begitu juga yang turut salah adalah para pegawai yang sarjana di PEMDA setempat banyak yang tidak cerdas untuk mampu mencipta peluang kesempatan usaha bagi anak-anak pemuda-pemudi desa. Para aparat pemerintah daerah ini hanya terbiasa melaksanakan tugas rutin dan tidak ada trobosan baru untuk memperbesar PAD daerah dengan menggunakan kemampuan sinergy para pemuda-pemudi desa.
Yang paling salah adalah para pejabat tinggi di Pusat Jakarta termasuk PRESIDEN dan Para MENTERI+WAKILÂ yang sudah didandanin dengan kepantasan yang tidak memalukan oleh biaya rakyat, akan tetapi kinerjanya hanya bisa ngomong/pidato dan tidak bisa berbuat untuk mensolusi tingkat pengangguran yang sudah sangat tinggi di Indonesia. Maaaaaassssiiiiiiiihhh adakah SDM Pemerintahan ?????????? saat ini ????????????
Mereka tertarik ke Jakarta, karena di Jakarta tempatnya dan sarangnya para Menteri, Dirjen, Direktur, Kepala Bagian, Kepala Biro bahkan tempat bekerjanya sang Presiden serta segudang para orang pintar dan para ekonom, para Doktor hebat numplek ruah di Jakarta. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang seharusnya mampu menjawab tantangan Nasional terhadap pengangguran yang sangat membludak pada tingkat Nasional. Penulis dan kita perhatikan selama ini, ternyata mereka semua para pejabat di Jakarta SAMA SAJA DENGAN PARA PEJABAT DIDAERAH yang hanya bisa melakukan proyek-proyek rutin yang bisa dimanipulasi untuk makan anak istri dan pamer kekayaan dari hasil garong uang rakyat dari suatu proyek APBN.
Jangan kalian sebut lagi "SIAPA SURUH DATANG JAKARTA" selama kalian hai para pejabat Pemerintah, tidak mampu menjawab dan mensolusi tantangan pengangguran Nasional yang sudah membludak. Kalian sangat pengecut hai para Pejabat Pemerintah, hanya bisa mengatakan suatu kalimat untuk para pekerja TKI-TKW di luar negeri dengan mengatakan kepada mereka "PAHLAWAN DEVISA" sementara mereka pulang ke Indonesia, para pejabat Indonesia tega membiarkan pemerasan yang dilakukan oleh para preman bandara yang di backing oleh para oknum aparat Kepolisian dan TNI.
Biarkanlah para pemuda-pemudi desa berdatangan ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, karena didesa tidak ada pekerjaan. Ok, para pejabat mengatakan, kan bisa para pemuda-pemudi desa mengerjakan pertanian. Pertanian apa hai para Pejabat Tinggi Indonesia ? Harga pupuk kalian biarkan mahal, harga bibit kalian biarkan juga mahal, belum lagi obat-obatan penghalau serangga dibiarkan mahal seenaknya oleh para Distributor di setiap kota. Kemudian apabila petani panen dari hasil pertaniannya, kalian biarkan tengkulak menekan harga panen sehingga harga penen dipermainkan dan selalu berada dibawah harga pokok produksi. Semua para Dinas pertanian dan Dinas Perdagangan disetiap PEMDA hanya bisa menonton dan tidak bisa berbuat apa-apa. Para orang dinas di Pemda hanya sibuk dari rapat ke rapat tidak produktif selanjutnya. Gaji yang diterima para pejabat per bulan dari uang rakyat masih saja kalian terima tanpa rasa dosa dan salah. Apa yang bisa kalian berikan kembali kepada rakyat untuk peningkatan kesejahterannya ? Hai para pejabat pemerintah ?????
Abah Pitung sampaikan kepada seluruh pemuda-pemudi di desa, datanglah sebanyak-banyaknya ke Jakarta, karena kota Jakarta tempatnya banyak pejabat yang kaya raya dari uang rampokan/maling uang rakyat, di Jakarta banyak para pejabat wakil rakyat katanya akan tetapi juga sebagai maling uang rakyat. Di Jakarta banyak proyek pusat dan daerah yang bisa diatur yang jumlahnya triliunan rupiah serta proyek itu sangat sering dimanipulasi sampai dengan 40% dari nilai proyek APBN. Dari kenyataan ini akan s angat banyak peluang untuk menjadi tukang atau menjadi pesuruh kantor dikantor para menejer maling APBN itu. Pesan Abah kalau kost atau kontrak rumah, carilah rumah yang sederhana, murah akan tetapi tidak mudah DIBAKAR OLEH CALO BAKAR. Ane juga jadi ngitung and bingung nihhh kooq banyak pemukiman kumuh di Bakar yeee, ampe puluhan lokasi, apa ade hubugannye dengan PILKADE ...??? atawa proyek penggusuran ???. Entar gua jitak juge die. (Abah Pitung)